Rencana pengembalian format pemilihan kepala daerah kepada DPRD sudah pernah menjadi rancangan undang-undang (RUU) di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Demikian diutarakan pakar hukum tata negara Prof. Yusril Ihza Mahendra kepada wartawan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (9/4).
"Sebenarnya kita mau begitu (Pilkada kembali ke DPRD) dan sudah ada RUU begitu, tapi kemudian Pak SBY mengeluarkan Perppu (Pilkada langsung)," ujarnya.
Yusril bahkan mengaku pernah dicurhati SBY soal UU Pilkada itu ketika keduanya berkunjung ke Jepang. Ia pun kala itu tegas meminta SBY mempertahan UU yang dibuatnya.
"Tiba-tiba waktu Pak SBY pulang ke Jakarta, ada statement dari Pak Mahfud MD, 'hati-hati pendapat Pak Yusril itu jebakan batman'. Ya udah, Pak SBY kan langsung berputar balik," jelasnya.
Yusril menilai bahwa pernyataan Mahfud MD itu seperti memberikan pandangan yang keliru.
Mahfud seperti lupa dengan cita-cita demokrasi yang diperjuangkan dalam reformasi. "Pikiran kita awal reformasi itu pun yang dipilih langsung hanya Presiden bukan sampai kepala daerah," tukasnya.
Saat ini sedang mengemuka kembali wacana kepala daerah dipilih oleh DPRD. (rus)
Berita sebelumnya :
Cuplikan :
Prof Mahfud MD Anggap Pernyataan Prof Yusril Tendensius dan Manipulatif, Dia Beberkan Fakta-faktanya....
PAKAR hukum tata negara Prof Mohammad Mahfud MD membantah tudingan Prof Yusril Ihza Mahendra yang dianggap bertentangan dengan fakta.
Menurut Mahfud MD, pernyataan Yusril yang dimuat oleh media online itu memposisikan dirinya tidak mendukung Pilkada tidak langsung atau melalui DPRD.
Padahal sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengadili 395 sengketa Pilkada (langsung), Mahfud mengaku salah seorang yang mengusulkan agar Pilkada kembali dilakukan melalui DPRD.
Karena itu, Mahfud menganggap pernyataan Yusril itu tendensius dan manipulatif.....
Yusril Beberkan Kronologis RUU Pilkada Langsung, Penjelasan Atas Reaksi Mahfud MD
Catatan lawas Code Lab Pandangan Yusril tentang RUU Pilkada
Dampak dari sistem pilkada langsung yang penuh dengan politik transaksional
Penolakan pemilihan kepala daerah lewat DPRD disampaikan beberapa kalangan dari lembaga survei. lembaga survei diduga tidak berpihak pada rakyat, tetapi pada kepentingan pangsa pasar mereka yang terancam.
Solusi untuk pro kontra RUU Pilkada menurut bang Yusril..
Cuplikan :
Mantan menteri hukum dan perundang-undangan yang juga guru besar ilmu hukum di Universitas Indonesia mendukung pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Tapi, itu hanya terbatas untuk bupati/wali kota. Sedangkan pemilihan gubernur tetap dilakukan secara langsung. Dengan demikian, peran gubernur menjadi lebih kuat karena otonomi daerah diserahkan kepada provinsi, ujar Yusril.
Mengapa ?
Otonomi daerah cukup sampai provinsi karena kabupaten/kota terlalu kecil untuk otonomi, tidak akan banyak membawa pengaruh. Kalau bupati dan walikota dipilih DPRD, peran gubernur lebih kuat. Gubernur akan lebih mudah mengkoordinasikan para bupati dan walikota di daerahnya. Tidak seperti sekarang.
Apa mekanisme tersebut tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945?
Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 menyatakan, gubernur, wali kota dan bupati dipilih secara demokratis. Tidak menyebut harus dipilih langsung, seperti pemilihan presiden dan wakil presiden. Pemilihan secara demokratis, bisa berarti dipilih langsung oleh rakyat, bisa juga lewat DPRD. Dua-duanya demokratis.