Penyebutan nama dua politisi PDIP, Puan Maharani dan Pramono Anung, di kasus korupsi pengadaan KTP-el tidak akan berujung pada penangkapan keduanya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai bahwa setiap penyebutan nama di sidang korupsi hanya sebatas menaikkan citra KPK sebagai pemberantas korupsi. Pola ini, sambungnya, hanya akan merugikan Presiden Jokowi di kemudian hari.
"Hanya citra, nggak ada yang lain. Pak Jokowi (juga) harus tahu itu, dia nanti bisa jadi korban kalau dia nggak tahu," ujarnya di Nusantara III DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (2/4).
Fahri mengaku sangsi KPK bakal berhasil mengusut Puan dan Pramono, yang disebut terdakwa Setya Novanto ikut menerima aliran korupsi KTP-el sebesar 500 ribu dolar AS. Sebab dia berkeyakinan KPK tidak memiliki alat bukti dalam kasus tersebut.
"Udahlah nggak akan, nggak ada juga, bagaimana caranya? Mustahillah. Sederhananya karena mustahil ada alat bukti. Semua itu perkiraan yang tidak ada bentuk fisiknya," ujar Fahri.
"Saya juga minta KPK untuk berhenti memakai metode kampanye hitam dalam pemberantasan korupsi," tukasnya. (rmol)