Calon Gubernur Jawa Tengah Sudirman Said secara tegas membantah pendapat dari pengamat politik yang menyebutkan bahwa dirinya akan memanfaatkan kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik untuk memenangi Pilgub Jateng 2018.
"Menurut saya, itu cara yang kurang baik, dan saya tidak percaya 'black campaign', lebih baik kita mendidik masyarakat berpolitik santun dengan memperkenalkan diri, reputasi, dan rencana kerja kita," kata Sudirman di Semarang, Selasa. (3/4/2018)
Cagub yang berpasangan dengan Calon Wakil Gubernur Ida Fauziyah itu tidak mau menanggapi lebih jauh mengenai adanya dugaan pihaknya akan "menggoreng" sedemikian rupa kasus korupsi e-KTP, dimana nama lawan politiknya pada Pilgub Jateng yakni Ganjar Pranowo, disebut-sebut terlibat.
"Gak usah ditanggapi, kita jalan saja sesuai dengan rencana dan kami berdua sudah dewasa, Mbak Ida empat periode menjadi anggota DPR gak ada masalah, dan saya masuk keluar pemerintahan, baik-baik saja, tidak pernah berkhianat pada rakyat," ujarnya.
Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral itu hanya ingin berbuat yang terbaik di Jateng dan memandang kasus korupsi e-KTP sebagai kejahatan luar biasa yang menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan masyarakat, termasuk kerugian keuangan negara yang sangat besar.
Menurut dia, dampak kasus korupsi e-KTP bagi kehidupan masyarakat itu luar biasa karena pengadaan e-KTP sebenarnya mau dipakai sebagai "single identity number" yang akan berkaitan dengan keadilan perpajakan, subsidi, serta penyaluran bantuan pemerintah kepada masyarakat.
Sudirman Said juga menolak dikatakan sebagai salah satu orang yang berpengaruh di Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dengan posisinya di Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) yang mendorong berdirinya lembaga antirasuah itu.
Ia juga menolak penilaian kalau MTI kebal dari bidikan sejumlah kasus dugaan korupsi berdasarkan temuan dari Indonesian Corruption Watch yang mengindikasikan adanya penunjukan langsung konsultan media PT Semar Kembar Sakti dalam pengadaan buku Setahun Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Nangroe Aceh Darussalam-Nias senilai Rp1,6 miliar.
Saat itu KPK diam dan tidak melakukan penyidikan terhadap Sudirman Said yang menjabat sebagai Deputi Bidang Komunikasi, Informasi, dan Hubungan Kelembagaan di BRR Aceh-Nias, padahal jelas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tidak mengenal istilah pemilihan langsung untuk pengadaan konsultan.
"Kita harus meyakini KPK sebagai lembaga independen, siapapun tidak bisa mengintervensi, apalagi cuma Sudirman Said dan kita lihat saja sejarah KPK selama ini ada gak tanda-tanda itu. Menurut saya itu upaya memelintir keadaan sebagai wujud dari kepanikan, kemudian cari-cari masalah dan saya digitukan gak cuma sekarang," katanya.
Menurut Sudirman, hal itu sangat tidak berdasar dan tidak benar. "Betul saya dulu pada waktu aktif di MTI ikut mendorong pendirian KPK, tapi setelah berdiri ya selesai, gak ada pengaruh apapun," ujarnya.
Sudirman meminta semua pihak untuk menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus korupsi e-KTP kepada KPK yang bekerja secara profesional serta tanpa intervensi dari manapun.
Sebelumnya, pengamat politik dari Universitas Gadjahmada Ari Sujito meminta pasangan Calon Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Taj Yasin Maimoen mewaspadai kasus korupsi e-KTP yang digunakan oleh lawan politik untuk melemahkan elektabilitasnya.
"Mereka (Sudirman-Ida) pasti akan menggoreng itu (kasus korupsi e-KTP), cuma mempan apa tidak kan tergantung cara bereaksi dan konfigurasi politik nasional karena Jateng ini salah satu baromoeter nasional," ujarnya.
Sumber : ANTARA