Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra memberikan penjelasannya soal Pilkada langsung terkait pernyataan Machfud MD di sejumlah media yang merespon keterangan Yusril dinilai sangat tendensius dan menyesatkan.
Dikutip dari akun Instagram Yusril, Jumat (13/4/2018), yang mengurai kembali peristiwa lama terkait bergulirnya RUU Pilkada langsung.
Mudah2an dengan penjelasan ini, masalahnya menjadi terang. Saya mohon maaf kalau berbagai penulisan di media kemudian menimbulkan kesalah-fahaman reaksi sedemikian rupa khususnya dari Pak Mahfud, ujar Yusril.
Yusril menjelaskan kronologis peristiwa di mana ia memberi masukan kepada Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal RUU Pilkada.
Sekitar Oktober 2014, ketika saya berada di Tokyo mengunjungi keluarga, tiba2 saya diundang Pak SBY untuk bertukar-pikiran mengenai RUU Pilkada di Kyoto, Jepang.
Beliau memang kebetulan sedang berada di kota itu, ketika saya ada di Tokyo. Maka berangkatlah saya dari Tokyo ke Kyoto naik kereta api Sikansen. Presiden SBY menanyakan kepada saya mengenai RUU Pilkada.
Menjawab pertanyaan Presiden SBY, Yusril berpendapat bahwa apa yang telah dituangkan dalam RUU Pilkada dan telah disepakati antara Presiden dengan DPR agar tetap dipertahankan.
Kepada SBY dan beberapa menteri serta Dubes RI di Jepang yang hadir dalam pertemuan konsultasi tersebut disepakati bahwa ia ditugasi untuk menjelaskan masalah tersebut kepada Jokowi yang segera akan dilantik menjadi Presiden.
Saya langsung menelpon Pak Jokowi dari hotel tempat pertemuan di Kyoto tetapi tidak dijawab. Ketika saya tiba di stasiun KA akan kembali ke Tokyo, Pak Jokowi menelpon balik ke saya.
Dalam percakapan telepon itu saya jelaskan kepada Pak Jokowi hasil pertemuan tadi dan beliau faham.
Dalam percakapan telepon itu saya jelaskan kepada Pak Jokowo hasil pertemuan tadi dan beliau faham. Saya katakan kepada Pak Jokowi bahwa saya akan membantu menjelaskan permasalahan ini ke publik.
Saya terus mengamati permasalahan ini dari Tokyo. SBY kembali ke Jakarta dan saya membaca berita dari Jakarta bahwa Pak Mahfud mengatakan bahwa usul saya di Tokyo itu sebagai jebakan batman. Antara saya dengan Pak Mahfud memang tdk ada komunikasi apa2 sebelumnya, sehingga saya tdk berkesempatan untuk menjelaskan pembicaraan kami di Kyoto.
Setelah itu saya amati dari Jepang, Presiden SBY tidak melaksanakan apa yang kami bahas di Kyoto, tetapi kemudian mengeluarkan Perpu. Dalam Perpu itu, Pilkada kembali dilakukan secara langsung.
Saya samasekali tidak menyinggung bagaimana pendirian Pak Mahfud mengenai Pilkada ini, apa beliau setuju pilkada langsung atau cukup melalui DPRD.
Mungkin ada yang mengembangkannya ke arah seolah2 saya menuduh bahwa Pak Mahfud adalah pendukung Pilkada langsung.
Akibatnya muncullah reaksi Pak Mahfud bahwa ucapan saya tendensius, menyesatkan dan sejenisnya. (ps)