Akhirnya akal sehat yang menang: Mahathir Muhamad membatalkan proyek kereta cepat Kuala Lumpur ke Singapura.
Itu akan membuat Malaysia hemat 36 miliar dolar. Mahathir bilang: kita perlu hindarkan negara dari kebangkrutan.
Apakah proyek itu tidak penting?
Penting. Tapi tidak sangat penting.
Penting mana: proyek itu atau mengendalikan utang? Tergantung jenis utang, tenor dan tingkat bunga.
Yang lebih penting lagi dibandingkan dengan tingkat kemampuan mengembalikannya. Atau besarnya beban pada anggaran negara.
Dilihat dari posisi utang Malaysia saat ini: gak usah Mahathir; saya pun akan membatalkannya. Apalagi dalam kondisi seperti ini.
Para ekonom Amerika pun sudah mengingatkan. Kondisi saat ini sangat mengkhawatirkan. Khususnya bagi negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, India, Thailand. Yang beban utangnya sangat besar.
Tapi putusan Mahathir sudah final. Proyek 350 km ini memakan biaya 110 miliar ringgit.
Tiongkok, sebagai yang punya proyek, tentu juga marah. Tapi Mahathir punya penasihat hebat: Robert Kuok. Raja gula dunia. Pemilik hotel-hotel Shangrila. Yang sangat dekat dengan Beijing. Umurnya tidak jauh dari Mahathir.
Singapura harusnya paham. Beban Malaysia terlalu berat. Ibarat harus main sepak bola, kakinya dibebani besi.
Singapura tidak punya beban itu. Ekonominya juga lagi baik.
Tiongkok juga tidak punya beban. Saya yakin Singapura akan mengerti. Tiongkok akan mengerti.
Tentu Singapura tidak akan berpikir bahwa ini balas dendam. Akibat kejengkelan Mahathir masa lalu. Yang punya keinginan membangun jembatan antara dua negara. Sebagai pengganti causeway bay yang harus dibongkar. Yang ditolak Singapura.
Negara seperti Turki pun saat ini lagi pusing. Mata uangnya, lira, merosot 20 persen. Setahun terakhir. Padahal bulan depan pemilu.
Malaysia sudah membuktikan pernah menjadi negara yang lolos krisis. Di masa jatuhnya Pak Harto. Kini Malaysia lagi menarik benang untuk menghadapi angin yang kian hilang.
Bagi Malaysia sebenarnya masih punya beberapa kelebihan. Dibanding tetangganya: negerinya Via Vallen.
Produksi minyaknya hampir sama dengan Indonesia. Di sekitar 700 ribu barel per hari. Itu cukup untuk pengadaan BBM dalam negerinya. Yang jumlah mobilnya hanya 18 juta.
Sedang di negerinya Via Vallen jumlah mobilnya 70 juta. Berarti perlu menambah terus impor BBM.
Di saat harga minyak mentah yang sudah mencapai 80 dolar/barel impor BBM itu akan menyiksa. Mumpung bulan puasa, mari kita tambahkan doa. Agar pikiran sehat juga dipakai bersama-sama. (link)