Jokowi open house. Seperti biasa. Kali ini, Istana Bogor jadi pilihan. Sebagai gubernur dan wagub, Anies-Sandi hadir. Sowan di hari lebaran.
Pertama, sebagai penghormatan kepada presiden. Secara struktur, presiden itu atasan gubernur. Wajar jika Anies-Sandi datang. Silaturahmi lebaran. Kita sering menyebutnya halal bihalal.
Kedua, untuk menyampaikan pesan kepada publik bahwa antara presiden dan gubernur sudah tak ada lagi masalah. Setidaknya menjadi bagian dari ikhtiar menghapus luka lama. Luka warisan Pilgub DKI.
Ternyata salah. Tiba di Istana Bogor, Anies-Sandi disambut dengan sorakan. Oleh siapa? Pendukung Jokowi.
Peristiwa ini menunjukkan, pertama, mereka belum move on. Rasa kecewa belum sirna. Kedua, kekalahan Ahok adalah kekalahan Jokowi. Kenapa begitu? Semua orang tahu Jokowi berada di belakang Ahok. Salah satu indikatornya, pendukung Ahok adalah pendukung Jokowi. Keduanya tak terpisahkan Luka kekalahan para pendukung belum juga sembuh. Ketiga, kekalahan Ahok mengancam elektabilitas dan takdir Jokowi di Pilpres 2019.
Setelah sorakan di pesta pernikahan putri Jokowi, lalu dipermalukan di Kanisius, berlanjut ribut soal reklamasi, disusul penghadangan di GBK, dan yang terkini adalah sorakan Kstana Bogor.
Peristiwa demi peristiwa ini menunjukkan ada dua tokoh dan kekuatan yang sedang berhadapan. Persaingan dua matahari, Merdeka Utara dan Merdeka Selatan. Presiden Vs Gubernur DKI.
Secara psikologis, ini musibah. Tak setiap orang mampu tetap tegar, santun dan tersenyum ketika diteriakin. Teriakan kebencian.
Tetapi, secara politis, justru blessing buat Anies. Selalu dapat momentum. Ada panggung gratis untuk tampil. Sebaliknya, bagi Istana, ini blunder.
Anies nyamper. Mendekat ke kerumunan orang yang neriakin. Senyum, sapa dan salaman. "Tiga S". Satu persatu. Tanpa terkecuali. Mereka bengong. Tak menyangka. Manuver tak berakhlak dibalas dengan kesantunan. Mereka terdiam. Mati kutu.
Satu lagi, poin buat Anies. Blessing. Tangan Tuhan membuka mata dunia. Bahwa seorang pemimpin mesti berakhlak. Siap menghadapi situasi positif, tapi juga negatif. Menyenangkan, tapi juga yang tidak mengenakkan. Tidak boleh mengeluh, apalagi marah. Menjadikan setiap momentum sebagai peluang untuk memberi contoh kepada rakyat. Bahwa pemimpin itu mesti bersabar, matang, dewasa, stabil emosinya, dan tek berhenti mencintai dan merangkul rakyatnya.
Anies berhasil menjadikan teriakan itu sebagai iklan publik. Begitulah selayaknya seorang pemimpin menghadapi kritik, bahkan cemoohan rakyatnya. Senyum, sapa dan salaman. "Tiga S".
Sebaliknya, teriakan itu telah mengotori Istana Bogor. Urakan, tak berkelas, kontra adab. Dilakukan di Istana dan di depan presiden. Yang berteriak adalah para pendukung Istana. Sangat spontan, sporadis dan tidak cerdas.
Teriakan itu menjadi blunder. Untuk kesekian kalinya. Kehadiran Anies seperti magnet buat blunder Jokowi. Akan terus terjadi jika terus dibiarkan. Apalagi jika confirm Anies dapat tiket maju Pilpres. Diprediksi akan semakin membuka peluang munculnya blunder Istana makin besar. Kenapa? Faktor panik menjadi variable yang tidak bisa dipungkiri.
Teorinya: calonkan Anies di Pilpres 2019, kepanikan Istana dan para pendukung akan makin besar. Dengan begitu, akan terjadi festival blunder yang dilakukan tim Istana. Sebabnya? Pertama, beban psikologi atas kekalahan di Pilgub DKI 2017 belum terobati.
Apalagi, reklamasi yang dibaca publik diback up oleh pusat juga disikat. Keganjilan transaksi Sumber Waras dibongkar kembali. Makin parah luka itu. Semakin marah semakin hilang kontrol. Makin benci, makin tak terkendali. Dari sinilah blunder itu bersumber.
Kedua, formance dan kapasitas konseptual Anies jauh lebih meyakinkan dibanding Jokowi. Terutama ketika dua tokoh ini diadu dalam debat. Anies jauh lebih mampu menarik publik dari pada Jokowi.
Fakta ini menjadi faktor logis mengapa kemudian ada gerakan ulama, ormas dan kalangan akademis secara masif mendorong Anies gantikan Jokowi di 2019.
Selain karena Anies clear and clean. Bebas kasus korupsi. Aman dari sandera siapapun. Anies juga seorang nasionalis yang dekat dengan -dan diterima- semua kalangan, termasuk akademisi dan agamawan. Dan Anies dianggap punya kapasitas cukup untuk kelola negara.
Tak bisa dipungkiri, Anies adalah ancaman nyata buat Jokowi di pilpres 2019i. Tak ada cara lain bagi Jokowi selain menghadang Anies agar tak dapat tiket. Strateginya mesti halus, smart dan hati-hati. Cara-cara kasar, dengan sorakan, hadangan, adu kuat, justru akan jadi blessing buat Anies. Jangan sampai teriakan Istana Bogor justru jadi panggilan kepada Anies untuk mengganti penghuninya di tahun 2019.
Penulis :
Tony Rosyid (Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)