Sosok Teknokrat yang menghancurkan lingkaran setan kemudian di penjarakan oleh mafia

Sosok Teknokrat yang menghancurkan lingkaran setan kemudian di penjarakan oleh mafia

DR.Dr.Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K), perang terhadap penindasan WHO dan negara kaya dimulai. Ia membuka borok WHO dalam mengelola lalulintas virus dunia


Pengadilan Tindak Pidana Korupsi akhirnya menghukum menteri terakhir era presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang diproses karena terlibat korupsi pengadaan alat kesehatan di Kementerian Kesehatan.

Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari dihukum 4 tahun penjara dan mewajibkan Siti membayar Rp 1,9 miliar sebagai uang pengganti kerugian negara. Namun karena Siti sudah mengembalikan sebesar Rp 1,35 miliar jadi tersisa Rp 550 juta saja yang harus dibayar.

Majelis hakim memutuskan Siti telah terbukti melakukan penunjukan langsung terhadap PT Indofarma untuk pengadaan alat kesehatan Buffer Stock. Siti menurut hakim juga menerima duit senilai total Rp 1,9 miliar. Yakni Rp 1,4 miliar melalui Rustam Syarifudin Pakaya yang diperoleh dari Direktur Utama PT Graha Ismaya Masrizal Achmad Syarif. (Tempo)

SITI FADILAH SUPARI MENGHANCURKAN LINGKARAN SETAN DUNIA

Senyumnya ramah. Bicaranya lembut. Namun, jangan kaget kalau ia bisa berapi-api ketika berbicara mengenai kesewenang-wenangan dan penindasan negara kaya, lembaga internasional, serta kapitalis vaksin terhadap negara miskin.


Dialah DR.Dr.Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K), Menteri Kesehatan RI, yang menjadi sorotan dunia karena gebrakannya dalam melawan dominasi WHO (World Health Organization) dan Barat (Amerika Serikat).

Ceritanya bermula dari paksaan WHO terhadap Indonesia agar mengirimkan virus flu burung H5N1 strain Indonesia yang melanda negeri ini dua tahun lalu ke WHO Collaborating Center (CC) untuk dilakukan risk assesement, diagnosis, dan kemudian dibuatkan seed virus.

Entah bagaimana caranya, virus asal Indonesia itu berpindah tangan ke Medimmune dan diolah menjadi seed virus. Hebatnya, seed virus ini diakui sebagai miliknya karena diolah dengan teknologi yang sudah mereka patenkan.

Indonesia, yang memiliki virusnya tidak punya hak apa-apa. Padahal, dengan seed virus inilah perusahaan swasta itu membuat vaksin yang dijual ke seluruh dunia dengan harga mahal.

Bagi Siti Fadilah, hal ini aneh. Yang memiliki teknologi mendapatkan hak amat banyak. Sebaliknya, yang memiliki virus tidak dapat apa-apa.

“Sehebat apapun teknologi Medimmune, jika ditempelkan di jidatnya kan tidak akan menghasilkan seed virus H5N1 strain Indonesia,” kata lulusan kedokteran Universitas Gadjah Mada yang juga lulus program doktor di Universitas Indonesia itu dalam bukunya yang berjudul Saatnya Dunia Berubah – Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung.

Apa yang terjadi di Indonesia ternyata juga dialami negara miskin lain. Negara yang terjangkit penyakit, dipaksa mengirimkan virusnya ke WHO CC melalui skema GISN (Global Influenza Surveilance Network).

Namun bukannya dimanfaatkan untuk kesehatan seluruh dunia, virus itu malah disalahgunakan oleh negara kaya untuk membuat komoditas dagang, antara lain dalam bentuk vaksin. Bahkan ada kemungkinan dijadikan senjata biologis.

Celakanya, negara miskin sering kesulitan mendapatkan vaksin tersebut karena sudah diborong negara lain yang belum terkena virus tersebut untuk pencegahan.

Kalau posisinya seperti itu, Siti Fadilah berpraduga, negara kaya akan berusaha menciptakan virus baru untuk dilemparkan ke negara miskin. Kemudian negara miskin mengirim virus baru tersebut ke WHO. Dan selanjutnya WHO akan mengirim virus ke negara kaya untuk dibuatkan vaksinnya.

Dus, negara kaya pun memiliki komoditas dagang virus baru.

“Siklus itu akan berputar seumur hidup,” kata spesialis jantung dan pembuluh darah ini.
Negara miskin akan sakit terus, sakit dan sakit. Siklus yang tak berujung ini bak lingkaran setan.

Dari sinilah perang Siti Fadilah terhadap penindasan WHO dan negara kaya dimulai. Ia membuka borok WHO dalam mengelola lalulintas virus dunia. Perang ini amat menggetarkan, seru dan melelahkan.

Maklum, yang dilawan adalah lembaga dunia yang didukung penuh oleh negara kaya dan berkuasa, yang bisa berbuat apa saja. Pertempuran itu tergambar begitu bagus di bukunya. Saya terpukau membaca halaman per halaman. Saya tak mau berhenti sejenak pun.

Terbayang betapa gigihnya Siti Fadilah dan timnya berjuang di kancah internasional. Pengagum Bung Karno ini tak mengenal kata mundur. Ia tanpa lelah melobi negara-negara lain untuk mendukungnya.

Setiap anak buahnya mengabarkan bahwa posisinya terjepit di tengah negosiasi dan kemungkinan besar kalah, ia selalu mengatakan: tidak ada kompromi. Aturan pengiriman virus ke WHO yang tidak transparan harus dihapus.

Perjuangannya berhasil. Ia mampu memaksa WHO berubah. Ia berhasil menghancurkan lingkaran setan pervaksinan dunia. Kini aturan mainnya lebih adil, transparan dan setara.

Adil artinya negara miskin yang mendapat penyakit flu burung mendapatkan hak atas virus yang dimilikinya. Jika virus itu dibuat vaksin, maka negara korban akan mendapat haknya atas vaksin sesuai aturan.

Biasanya saya tak suka dan tidak berani berdebat soal hukum, termasuk sanksi hukum kepada seseorang yang terhukum. Selain bukan ahli hukum, sebuah persoalan bisa memiliki penafsiran yang multi tafsir jika sudah dibedah dari kacamata para ahli hukum.

Tapi entah mengapa dalam kasus terhukum Dr. Siti Fadilah, Menteri Kesehatan RI periode tahun 2004 - 2009, saya merasa resah jika tak menyuarakan keprihatinan atas hukuman yang dijatuhkan kepadanya. (Derek Manangka)


Persekongkolan jahat dalam mengubur teknokrat Indonesia

Penangkapan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengejutkan banyak pihak. Banyak kolega tak percaya Rudi menerima gratifikasi. Pasalnya selama ini Rudi dikenal sebagai sosok baik dan memiliki idealisme tinggi.

Namanya moncer ketika menyoroti kasus lumpur Lapindo, Sidoarjo. Peraih gelar Doktor Ingenieurs (Dr.-Ing) bidang teknologi minyak dan gas bumi dari Technische Universitat Clausthal, Jerman ini menentang teori lumpur Lapindo terjadi akibat dampak dari gempa di Yogyakarta. Rudi yakin bencana itu terjadi akibat kesalahan pengeboran.


Rudi bukanlah sosok yang asing dalam industri migas. Pria kelahiran 1962 ini mengawali kariernya di perguruan tinggi sebagai dosen di jurusan Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1985. Kemudian ia melanjutkan pendidikan hingga meraih doktor di Jerman pada 1991.

Kecerdasannya sudah terlihat sejak mahasiswa di Teknik Perminyakan ITB. Ia menjadi mahasiswa terbaik ITB 1984, dosen teladan ITB 1998, presenter terbaik Ikatan Ahli Perminyakan Indonesia (IATMI) 2000-2004.

Sebagai peneliti, ia menghasilkan lebih dari 50 karya ilmiah nasional dan internasional. Rudi juga ikut membangun laboratorium dan peralatan penelitian di ITB dan Lemigas sehingga mengantarkan dia memperoleh penghargaan dari asosiasi IATMI sebagai Inovator Nasional bidang Migas tahun 2002.

Gebrakan Rudi setelah enam bulan menjabat sejak awal Januari 2013 mulai membuahkan hasil. Penerimaan negara dari hasil pengelolaan industri hulu migas mencapai US$ 18,7 miliar, melebihi target yang ditetapkan sebesar US$ 18,4 miliar untuk setengah tahun pertama.

* teknokrat/tek·no·krat/ /téknokrat/ n cendekiawan yang berkiprah dalam pemerintahan: dalam era pembangunan ini, diharapkan para -- dapat tampil memegang kendali pimpinan di segala bidang (Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI))
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda

No comments

Komentar anda sangat berguna untuk meningkatkan penulisan artikel