Laman media online detik.com edisi Rabu (26/12) menurunkan sebuah berita mengejutkan. “PAN Pecah! Pendiri PAN Tulis Surat Terbuka Desak Amien Rais Mundur.”
Alenia pertama berita yang tayang pada pukul 09:51 WIB itu juga cukup bombastis : "Partai Amanat Nasional (PAN) bergejolak. Setelah sejumlah kader di daerah membelot dengan mendukung capres petahana Joko Widodo (Jokowi) dan mundurnya Bendahara Umum PAN Nasrullah, kali ini para pendiri dan penggagas partai berlambang matahari putih itu menyarankan Amien Rais mundur dari jagat perpolitikan, termasuk dari PAN.”
Soal “perpecahan” di tubuh PAN itu jadi berita besar di detik.com. Sampai hari Jumat (27/12) isu tersebut masih jadi pemberitaan. Ada dua kemungkinan mengapa sebuah berita layak dimunculkan sampai beberapa hari.
Pertama, berita tersebut memang sangat penting dan berdampak besar. Perpecahan di kalangan elit sebuah partai, hanya beberapa bulan menjelang pemilu, jelas merupakan berita besar.
Kedua, berita tersebut merupakan agenda setting media. Ada perhatian, atau kepentingan media atas isu itu. Biasanya berkaitan dengan agenda dan kepentingan publik yang perlu didesakkan.
Kemungkinan lain, adalah gabungan dari kedua faktor tersebut. Beritanya sangat penting, berdampak besar, dan berkaitan dengan kepentingan publik.
Benarkah begitu? Bila kita cermati lebih dalam antara fakta dan besarnya pemberitaan atas kasus PAN, bisa disimpulkan, hal itu merupakan agenda setting. Ada kepentingan redaksi, atau ada kepentingan kelompok tertentu yang menggunakan redaksi detik.com untuk menggorengnya.
Mari kita bandingkan dengan beberapa laman media online lainnya yang memuat berita yang sama. Kompas.com : Lima Pendiri PAN minta Amien Rais Mundur. tribun.com : 5 Pendiri PAN Kirim Surat Terbuka Tuntut Amien Rais Mundur, Ini Isi dan Alasannya. merdeka.com : Pendiri PAN Minta Amien Rais Mundur dari Partai.
CNN.com yang berada dalam satu group dengan detik.com (Trans Media) juga membuat judul yang netral: Pendiri PAN Minta Amien Rais Mundur karena Tak Sejalan.
Empat media yang diambil sebagai sampel, hanya membuat diskripsi adanya sebuah fakta. Sementara detik.com membuat penafsiran, opini, bahkan kesimpulan.
Dilihat dari judul dan isinya, detik.com jelas tengah melakukan framing. Mereka membangun opini PAN tengah bergejolak dan pecah? Apakah faktanya PAN sedang mengalami perpecahan, dan internalnya bergejolak?
Ada lima orang pendiri PAN, Goenawan Mohamad, Albert Hasibuan, Abdillah Toha, Toety Herati, dan Zumrotin mengirim surat terbuka mendesak Ketua Dewan Kehormatan Amien Rais mundur. Yes itu berita. Memenuhi unsur kelayakan.
Menyimpulkan bahwa PAN bergejolak, apalagi kemudian pecah? Disitulah masalahnya. Inilah yang disebut framing, dalam bentuk sangat kasar. Membangun dan menggiring opini publik, seolah ada berita besar, padahal sesungguhnya hanya gelembung busa.
Kelima tokoh tersebut, benar merupakan pendiri PAN. Namun mereka sudah lama tidak aktif. Beberapa diantaranya malah sudah mengundurkan diri. Goenawan sudah mundur sejak bulan Mei 2014, ketika PAN memutuskan mendukung pencapresan Prabowo yang berpasangan dengan Hatta.
Mereka, dalam bahasa Sekjen PAN Eddy Soeparno, sudah tidak punya akar, apalagi pengaruh di PAN. “Saya minta diabaikan.” Menurut Eddy para pengirim surat adalah pendukung paslon Jokowi-Ma’ruf. Patut diduga ini adalah operasi politik berupa pembentukan opini melalui media.
Waketum PAN Bara Hasibuan nota bene anak dari Albert Hasibuan dengan tegas membantah adanya perpecahan. “Itu bentuk keprihatinan para pendiri. Jangan diartikan ada perpecahan,” katanya kepada media.
Dengan begitu jelas sudah ada operasi politik dan media memanfaatkan detik.com, atau setidaknya orang-orang tertentu di detik.com. Bukan hanya sekali ini detik.com diketahui menggoreng isu Prabowo dan pendukungnya.
Ketika Prabowo bercanda soal “tampang Boyolali,” detik.com salah satu media yang paling bersemangat menggoreng isunya. Beritanya dimuat berhari-hari. Sebaliknya detik.com tidak memuat berita Bupati Boyolali Seno Samudro yang mengumpat Prabowo Asu (anjing).
Pada edisi Ahad (4/11) detik.com memuat berita orasi Seno Samudro pada unjukrasa warga yang diberi tajuk “Boyolali Bermartabat.” Judul beritanya : Bupati Boyolali: Serukan Sekuat Tenaga, Kita Takkan Pilih Prabowo.
Ucapan Seno dikutip cukup panjang dalam berita tersebut. Berarti wartawan detik.com hadir dan menyaksikan. Anehnya makian “Prabowo Asu” sama sekali tidak disinggung.
Beritanya baru dua hari kemudian (6/11) dimuat, setelah tim advokasi melaporkan kasusnya ke Bawaslu (5/11). Itupun beritanya turun pada tengah malam, pada pukul 22:22 WIB. Judulnya : Buntut Panjang Bupati Boyolali Maki Prabowo. Judul dan nada ( tone ) beritanya datar dan netral.
detik.com justru lebih dulu memuat penjelasan Ketua DPD PDIP Jateng Bambang Wuryantoro bahwa makian itu merupakan kultur Surakarta. Berita dengan judul : Bupati Boyolali Maki Prabowo, PDIP: Itu Kultur Egaliter Surakarta, tayang pada (6/11) pukul 12.02 WIB.
Sebelumnya dalam Aksi Bela Tauhid (2/11) Direktur Pemberitaan detik.com Ahmad Ridwan Dalimunthe meminta maaf karena wartawannya diketahui sibuk memotret sampah yang berserakan.
Massa menduga sang wartawan mencoba membuat framing Aksi Bela Tauhid mengotori kawasan Monas. Ridwan mengakui wartawannya masih baru dan menyalahi standar prosedur dan operasi (SOP).
Operasi Melemahkan
Berita heboh soal PAN, bukan yang pertamakali. Dalam sebulan terakhir partai ini sangat jelas menjadi sasaran operasi politik. Dimulai dengan deklarasi dukungan kepada pasangan Jokowi-Ma’ruf oleh Ketua DPW Kalsel Muhidin (10/12).
Operasi penggembosan ini ditengarai dilakukan oleh seorang pengusaha tambang yang dkenal sangat dekat dengan kekuasaan. DPP PAN cepat mengambil langkah menonaktifkan Muhidin.
Sejumlah orang yang mengaku kader PAN di Sumsel juga melakukan deklarasi mendukung Jokowi-Ma’ruf (12/12). Mereka ternyata dua kader PAN yang tidak aktif. Sementara yang lain bukan kader, tapi mengenakan pakaian dan atribut PAN.
Tak lama kemudian di beberapa wilayah Jabar seperti Sukabumi, dan Bogor, bahkan di beberapa titik di Jakarta beredar spanduk berlogo PAN, berisi penolakan mendukung Prabowo-Sandi. Tim advokasi PAN sudah melaporkan kasusnya ke Bawaslu.
Berita surat terbuka para pendiri PAN yang diplintir dan digoreng, membuka tabir adanya sebuah permainan besar di belakangnya. Mereka salah mengambil “pintu masuk,” untuk mengobok-obok PAN. Targetnya untuk menggoyahkan soliditas partai pendukung Prabowo-Sandi.
Goenawan Cs bukan figur yang tepat untuk menggambarkan perpecahan PAN. Benar ada dua orang tokoh penting PAN yang mengundurkan diri atau non aktif. Keduanya adalah Bendahara Umum Nasrullah Larada, dan Sekretaris Dewan Kehormatan Putra Jaya Husin.
Nasrullah sudah cukup lama tidak aktif, tapi baru menulis surat tanggal 20 Desember. Sementara Putra Jaya sudah non aktif sejak bulan Juli lalu.
Keduanya juga tegas membantah, adanya perpecahan. Pengunduran diri itu hanya masalah ketidak-cocokan mereka secara pribadi dalam mengelola partai. Tidak ada kaitannya dengan dukungan dalam Pilpres.
Dengan tidak menjadi caleg dan pengurus partai, Putra Jaya malah mengaku bisa sepenuhnya fokus dalam Badan Pemenangan Pemilu Nasional (BPN) Prabowo-Sandi.
Soal dukungan terhadap Prabowo-Sandi inilah yang menjelaskan mengapa PAN digoyang habis. Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dan Sekjen Eddy Soeparno diketahui sangat aktif berkampanye. Keduanya sering terlihat mendampingi cawapres Sandiaga Uno berkeliling ke berbagai daerah.
Amien Rais sudah bukan rahasia lagi menjadi salah satu tokoh yang paling gigih mendukung Prabowo-Sandi. Jadi mereka harus dilumpuhkan.
detik.com dipilih karena media milik pengusaha Chairul Tanjung ini merupakan media online terbesar dengan jumlah pembaca terbanyak. Jadi sangat efektif untuk operasi politik pembentukan opini. Sayangnya teknik operasinya sangat kasar, dan mudah terbaca.
Peristiwa di penghujung tahun ini kian menegaskan adanya kooptasi media oleh pemegang kekuasaan. Jejaknya makin banyak dan nyata, sulit untuk dinafikan.
HERSUBENO ARIEF
Penulis adalah pemerhati ruang publik.