Debat Perdana Capres yang mengusung tema Hukum, HAM, Korupsi dan Teroris pada malam 17 Januari 2019. Pertanyaan yang dibuka dalam sesi depat pertama ini, kurang lebih terkait dengan obesitas hukum dan harmonisasi hukum untuk mewujudkan adanya kepastian hukum. Tujuannya, untuk mendukung kemudahan iklim berusaha atau investasi
Pertanyaan ini muncul sebagai gambaran atas realitas kekinian bidang hukum. Begitu banyaknya tumpang-tindih aturan hukum. Tumpang-tindih itu, baik dalam lingkup aturan hukum yang sama (UU) maupun antara produk hukum pusat dan produk hukum daerah.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, paslon Jokowi-Ma'ruf Amin menjanjikan akan membentuk badan baru. Badan baru itu diberi nama Pusat Legislasi Nasional. Disingkat saja PSN
Sedangkan paslon Prabowo-Sandi tidak membentuk badan baru. Prabowo-Sandi hanya menjanjikan akan memperkuat kelembagaan yang sudah ada, yaitu Badan Pembinaan Hukum Nasional. Caranya, dengan mengundang dan melibatkan ahli hukum untuk mencari solusi terbaik, bagi penataan hukum nasional yang serasi dan teratur.
Jika mencerna jawaban atas permasalahan tersebut dari kedua capres, maka jawaban Pak Jokowi tidak mencerminkan atau menjanjikan suatu solusi terbaik. Solusi untuk menjamin adanya kepastian hukum. Sebab ketika nantinya Jokowi membentuk semacam Pusat Legislasi Nasional, maka disaat yang sama dipastikan muncul ketidakpastian hukum atas lembaga yang juga memiliki kewenangan legislasi
Perlu diketahui bahwa fungsi legislasi yang selama ini, kita kenal dalm sistem ketatanegaraan kita, adalah bagian yang menjadi kewenangan DPR. Sebab pada kelembagaan DPR sendiri telah ada Badan Legislasi Nasional. Tugas dan sifatnya melekat pada tugas-tugas dan fungsi DPR.
Kemudian di eksekutif, sudah ada Kementerian Hukum dan HAM. Kementrian ini sudah ada Dirjen Perundang- Undangan. Didalamnya ada direktur harmonisasi perundang-undangan. Salah satu funsinya adalah melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan.
Pada debat pertama kemarin itu, Pak Jokowi mengatakan, Pusat Legislasi Nasional ini, nantinya mengevaluasi setiap Peraturan Daerah (Perda) yang akan disahkan oleh Daerah. Bisa dibayangkan, lembaga ini nantinya mempunyai kewenangan mempreteli kewenangan pemerintah daerah. Bisa menabrak semangat pelaksanaan otonomi daerah.
Terkesan kita seperti kembali lagi pada rezim yang sentralistik. Lalu, pertanyaannya kemudian adalah apa urgensi dari Pusat Legislasi Nasional yang akan dibentuk oleh Pak Jokowi tersebut ?
Jika eksistensi lembaga ini mengambil peran yang sama dengan lembaga yang telah ada, maka disinilah muncul benih ketidakpastian dalam penataan dan pembinaan hukum nasional kita. Sebab biasanya lembaga yang baru itu, nantinya cenderung memperluas kewenangannya. Disinilah muncul konflik dengan lembaga yang telah ada tidak bisa dihindari
Akibat dari perluasan kewenangan tersebut, yang dibagi ke lebih dari dua lembaga, maka pasti akan muncul konflik kewenangan. Jika konflik kewenangan muncul diantara kedua lembaga yang menjalankan fungsi yang sama, maka dapat dipastikan tidak adanya kepastian hukum
Dengan demikian, gagasan pembentukan Pusat Legislasi Nasional yang disampaikan oleh Capres Pak Jokowi pada debat pertama kemarin, sesungguhnya hanya menyuguhkan gambaran tentang bakal datangnya ketidakpastian hukum. Gambaran ini sebisa mungkin dihindari. Akan sangat berbahaya bahaya untuk negara sebesar kita
Jawaban Prabowo
Lain halnya dengan Jawaban dari Prabowo atas pertanyaan tersebut. Jawaban Prabowo yang tegas menyatakan, akan memperkuat lembaga- lembaga yang sudah ada. Misalnya, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Bukan dengan cara membentuk lembaga baru
Membentuk lembaga baru, jelas sangat tidak menyelesaikan masalah. Prabowo terlihat sangat paham masalah ini. Prabowo paham bahwa masalah bisa juga berdampak pada pemborosan anggaran negara di waktu-waktu mendatang
Penegasan Prabowo untuk melakukan penguatan terhadap kelembagaan yang sudah ada seperti BPHN sangat tepat. Prabowo ingin mempertegas kembali fungsi dan peran BPHN dalam perumusan dan pelaksanaan kebijaksanaan teknis di bidang pembinaan hukum nasional
Selain itu, BPHN juga berperan dalam pembinaan dan pengembangan sistem hukum nasional. Sedangkan yang berkaitan dengan harmonisasi peraturan perundang-undangan, BPHN sudah tentu diberikan peran yang penting dan dominan.
Tugas lain BPHN adalah sebagai koordinator penyusunan rencana pembangunan hukum nasional dan program legislasi nasional (prolegnas). Tugas inilah yang perlu perlu diberikan penguatan kembali oleh Pak Prabowo. Sebab sangat bersentuhan erat dengan iklim berusaha dan invetasi
Tampak Prabowo paham tentang carut-marut dan disharmonisasi hukum kita. Sebab ujungnya adalah ketidakpastian hukum. Padahal kepastian hukum sangat diperlukan untuk mendukung kemudahan berusaha dan investasi.
Dr. Ismail Rumadan
Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional Jakarta