Awalnya hidup Lasinem bahagia, walaupun hanya menjadi istri dari seorang penyadap nira di sebuah kampung pedalaman bernama Karangsoga. Kesibukannya tiap hari adalah mengolah nira hasil panen suaminya menjadi gula kelapa.
Walaupun jauh dari kecukupan, hidup bersama seorang yang sangat dicintai adalah suatu kebahagiaan tersendiri bagi Lasinem. Bahkan, ketika kecelakaan membuat Darsa, suami Lasinem, tidak mampu memberikan nafkah lahir batin, Lasinem tetap setia. Namun, kesetiaan itu mendapat ujian.
Dengan menumpang truk muatan barang, sampailah dia di pinggiran ibukota. Takdir mempertemukan Lasinem dengan Bu Markonah, seorang mucikari tingkat tinggi yang memperlakukan Lasinem dengan istimewa.
Bukan tanpa alasan. Aturan yang selama ini diyakini Lasinem kebenarannya mulai terbukti. Aturan bahwa tak ada pemberian tanpa menuntut imbalan. Bu Markonah menjual Lasinem kepada Markaban, salah satu pejabat Negara.
Sejak saat itu hidup Lasinem tak ubahnya seekor bekisar, unggas cantik yang sering menjadi hiasan rumah orang kaya. Dengan kemewahan hidup sekarang, Lasinem yang berparas ayu, tidak juga merasakan kebahagiaan.
Suatu hari Markaban merasa sangat gelisah. Dia memiliki musuh yang bernama Bambung, yaitu seorang pejabat yang terkenal sebagai pelobi yang cerdik.
Karena selalu gelisah, Markaban meminta pendapat Bu Markonah tentang hal yang sedang dirasakannya. Bu Markonah adalah seorang mucikari tingkat tinggi. Sebelum mengutarakan pendapatnya, Bu Markonah malah tertawa dan menjelaskan bahwa hal ini adalah kesalahan Markaban sendiri karena dia membebaskan Lasinem untuk mencari lelaki lain asalkan dia tetap menjadi istri Markaban.
Suatu malam Lasinem diajak menemani Pak Bambung pada acara pertemuan dengan para pejabat-pejabat tinggi dan dihadiri oleh Duta Besar. Pada acara itu, Lasinem dirias layaknya seorang ratu, dan ia pun diberi hadiah berupa kalung liontin yang diinginkannya waktu belanja bersama Bu Markonah.
Setelah acara pertemuan itu selesai, Pak Bambung meminta Lasinem untuk menemaninya malam itu. Tetapi Lasinem tidak mau melakukan hubungan badan dengan Pak Bambung, dengan alasan dia masih menjadi istri Markaban.
Keesokan harinya dia tiba-tiba mendapat telepon dari Bu Markonah, ia menyatakan bahwa Markaban akan menceraikan Lasinem. Lalu Lasinem menelpon Markaban, dan ternyata benar Markaban menyatakan bahwa dia akan menceraikan Lasinem. Setelah mendengar itu, hati Lasinem menjadi sedih, dan memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya di Karangsoga.
Di Karangsoga, dia menceritakan semua kejadian dan masalah yang dialaminya kepada Eyang Mus, sesepuh kampung. Di sana selain bertemu dengan orang tuanya dia juga bertemu dengan Kanjat, temannya semasa kecil yang sekarang sudah bekerja sebagai Dosen.
Kanjat giat dalam kegiatan kemasyarakatan dalam upaya memperbaiki kehidupan petani...
isu kemiskinan yang dialami oleh para petani gula kelapa. Kemiskinan yang berbanding terbalik dengan keadaan para tengkulak dan pedagang besar.
Bukan permasalahan tanpa solusi yang coba diungkapkan sang penulis. Solusi ditawarkan dalam sosok karakter Kanjat. Seorang terpelajar yang giat dalam kegiatan kemasyarakatan dalam upaya memperbaiki kehidupan petani gula kelapa.
Penuliis : Ahmad Tohari