F
Jejaring hubungan yang dibangun atas dasar saling menyandera

Jejaring hubungan yang dibangun atas dasar saling menyandera

Bila kebijakan terhenti bukan karena alasan hukum tapi karena “ada yang tahu terlalu banyak”, maka bangsa ini sedang disandera oleh dosa masa lalu

Kekuasaan seringkali berasal dari informasi yang bisa menjatuhkan orang lain. Menteri hanya menjalankan sandiwara. Anggota DPR lebih banyak mengangguk daripada berpikir
Di balik senyum para pejabat dalam foto resmi dan pidato-pidato tentang persatuan, tersembunyi kenyataan yang selama ini meracuni inti kekuasaan di Indonesia: politik sandera. Ini bukan kiasan belaka. Ini adalah gambaran nyata dari dinamika kekuasaan yang korosif, di mana individu, partai politik, dan lembaga saling menyandera bukan dengan senjata atau rantai, tetapi dengan rahasia, tekanan, dan kesunyian yang disengaja.

Secara kasat mata, kita melihat demokrasi. Kita mendengar kata-kata seperti “reformasi”, “keadilan”, dan “kemajuan”. Namun di balik permukaan itu, terbentang jejaring hubungan yang dibangun atas dasar saling menyandera, saling menyimpan aib, dan saling menggenggam ancaman tak tertulis. Seorang politisi menyimpan bukti korupsi koleganya. Seorang menteri dikendalikan diam-diam karena skandal masa lalu. Sebuah partai memegang kendali dalam koalisi karena memiliki dokumen yang bisa menghancurkan legitimasi lawannya.

Kekuasaan Berdasarkan Ketakutan, Bukan Amanah
Dalam sistem demokrasi yang sehat, kekuasaan mestinya berasal dari rakyat. Namun di Indonesia hari ini, kekuasaan seringkali justru berasal dari informasi yang bisa menjatuhkan orang lain. Ketika para politisi dan birokrat tidak diikat oleh nilai, tetapi oleh rasa takut akan terbongkarnya rahasia, maka kepemimpinan sejati menjadi mustahil..

Kita akhirnya tidak dipimpin, tapi dipertontonkan. Menteri hanya menjalankan sandiwara, bukan reformasi. Anggota DPR lebih banyak mengangguk daripada berpikir. Para pemimpin mengikuti arahan dari “pihak yang memegang tali”, bukan dari konstitusi, bukan dari rakyat..

Berapa banyak menteri hari ini yang sebenarnya hanya simbolik? Berapa banyak jabatan yang diberikan bukan karena kompetensi, melainkan karena kepatuhan ? Dan berapa banyak kebijakan yang sengaja diperlambat atau dilemahkan, bukan karena substansinya salah, tapi karena ada yang harus dipuaskan agar tidak membocorkan sesuatu ?.

Politik Sandera = Ancaman Keamanan Nasional
Jika seorang presiden tak mampu mencopot pejabat korup karena takut terbongkarnya skandal yang melibatkan dirinya atau lingkarannya, maka presidennya telah kehilangan kebebasan. Bila sebuah partai tidak bisa menolak mitra koalisinya karena takut diserang balik, maka demokrasi telah dikompromikan.

Dan bila BUMN atau reformasi kebijakan terhenti bukan karena alasan hukum atau prinsip, tapi karena “ada yang tahu terlalu banyak”, maka masa depan bangsa ini sedang disandera oleh dosa masa lalu.

Ini bukan kepemimpinan. Ini pemerasan yang dibungkus diplomasi. Bukan Sistem yang Gagal, Tapi Sistem yang Memang Seperti Itu

Lebih menyedihkan lagi, ini bukan kerusakan sistem. Ini adalah sistem itu sendiri. Budaya saling menyandera telah menjadi lem perekat kabinet, koalisi, dan kampanye. Stabilitas tercipta bukan karena kesepakatan visi, melainkan karena semua pihak tahu: jika satu pihak bergerak, semua bisa runtuh.

Hasilnya adalah stagnasi yang kelihatan stabil. Tak ada whistleblower sejati. Tak ada kritik internal yang murni. Semua sudah ikut tersandera—atau merasa bahwa yang lain pun demikian. Maka tak ada yang berani melangkah. Ini bukan hanya soal pengecut. Ini soal bertahan hidup. Tapi kepemimpinan yang dibangun atas dasar bertahan hidup bukanlah kepemimpinan. Itu pemerintahan sandera.

Saatnya Berhenti
Kita tidak bisa membangun bangsa dari rasa takut. Kita tidak bisa berharap kemajuan dari mereka yang lumpuh oleh ancaman. Kita tidak akan pernah menjadi bangsa besar kalau para pemimpinnya terus-menerus disandera oleh rahasia.

Kita membutuhkan pemimpin yang tidak terbebani. Yang bisa bicara dan bertindak dengan bebas—bukan karena sembrono, tapi karena bersih. Pemimpin yang tidak mendapatkan kursinya karena diam, tapi karena prestasi. Pemimpin yang tidak ikut permainan sandera, tapi memimpin gerakan harapan.

Dari Budaya Sandera ke Budaya Kehormatan
Hanya ada satu cara melawan budaya ini: keterbukaan, keberanian, dan tekanan publik. Selama kita terus memberi hadiah kepada mereka yang setia pada kekuasaan, bukan pada prinsip, maka politik sandera akan terus hidup.

Namun jika kita menuntut integritas, melindungi para pengungkap kebenaran, dan menghargai mereka yang memimpin dengan kehormatan, maka kita bisa mulai menghancurkan tirani senyap ini.

Indonesia pantas dipimpin oleh orang-orang merdeka, bukan mereka yang terpenjara oleh masa lalunya atau oleh rahasia orang lain.
 
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda

No comments

Komentar anda sangat berguna untuk meningkatkan penulisan artikel