Derita dan duka nestapa dibalik gurihnya teri Medan

Derita dan duka nestapa dibalik gurihnya teri Medan

Setiap kali melihat atau makan ikan teri nasi atau ikan teri Medan yg terkenal enak itu, ada cerita dibalik nasib anak2 yang bekerja sebagai buruh di jermal, Ikan teri medan itu terkenal dan harganya mahal.


Setiap kali melihat atau makan ikan teri nasi atau ikan teri Medan yg terkenal enak itu, ada cerita dibalik nasib anak2 yang bekerja sebagai buruh di jermal, Ikan teri medan itu terkenal dan harganya mahal. Sekitar 150-200 ribu/ kg.

Ikan teri itu diperoleh dari hasil tangkapan di selat Malaka,
Tapi tahukah anda bahwa dibalik kenikmatan ikan teri itu ada sejuta keperihan dan penderitaan para anak2 yg dipaksa jadi buruh jermal.

Jermal adalah rumah panggung kecil atau gubuk yg dibangun di atas laut sepanjang selat malaka. Ada ribuan dari Aceh sampai Sumsel, Jermal2 itu berfungsi sebagai tempat penangkapan sekaligus pengumpul ikan teri. Disana juga ikan teri itu dijemur dan dikeringkan secara berkala, 2 minggu atau 1 bulan sekali akan ada petugas yg datang mengambil ikan teri sekaligus menyuplai bahan makanan ke jermal.

Jermal itu terletak jauh di tengah laut. Belasan kilometer dari pantai timur sumatera. Jarak antara jermal juga berjauhan. Tak ada akses. Jermal2 itu juga dibangun jauh di luar jalur lalu lintas pelayaran kapal sehingga tak akan ada kapal yg melintas di dekatnya. Jermal2 itu dimiliki para tauke/ tekong yg tinggal di daratan. Anak2 buruh yg diperbudak di jermal2 itu tidak pernah tau siapa tekong2 itu.

Bagamana anak2 itu bisa sampai di jermal dan kemudian diperbudak disana selama ber-tahun2 ? Kisahnya sangat menyedihkan hati. Mayoritas anak2 jermal yg diperbudak itu adalah korban penipuan atau penculikan atau pemaksaan.

Umumnya mereka dari daratan sumatera. Banyak anak2 kecil yg  jadi gelandangan di kota2 di sumatera dibujuk dan diiming2i bekerja oleh para penyuplai buruh jermal, Banyak juga anak2 dari desa2 kecil pedalaman atau dari dusun2 di perkebunan negara yg diambil dari orang tuanya dengan janji dijadikan pembantu.

Mereka dijanjikan bekerja sebagai pembantu rumah tangga, kedai, restoran, warung2, toko2, pabrik dsbnya. Tapi itu hanya tipu daya Setelah anak2 terpisah dari keluarganya dan dikuasai para agen penyuplai, anak2 itu kemudian dibawa ke tengah laut untuk kerja di jermal. Sekali anak2 itu sampai di jermal maka mereka akan habiskan waktu mereka belasan tahun hidup terkucil diperbudak sebagai buruh jermal.

Sebagian dari mereka tidak tahan hidup tersiksa di jermal dan coba melarikan diri. Umumnya mereka mati tenggelam di tengah laut malaka. Para nelayan tidak berani mendekati jermal2 tsb karena tau bahwa siapa saja yg berani mendekat akan diusir bahkan dipukuli oleh mandor2.

Mandor2 tekong atau centeng2 jermal ini terkenal bengis dan tak segan2 membunuh siapa saja yg berani ikut campur atau mengusik jermal. TNI AL, Polisi Airud dan aparat keamanan lain semua “tutup mata” dengan praktek perbudakan buruh anak di jermal karena terima upeti dari tekong.

Pada tahun 90-92 ada 2 lembaga yg menyelidiki nasib anak2 buruh jermal, yaitu HMI sumatera Utara dan Lembaga Advokasi Anak Indonesia. HMI sumatera Utara di bawah pimpinan Muzakhir Rida (aktivis PPP) dan LAAI di bawah pimpinan Mayasak Johan.

Mereka melakukan investigasi dan hasil investigasi itu dimuat di media massa. Mereka juga mengajukan gugatan perdata dan pidana Kepada pemerintah RI yg telah dengan sengaja membiarkan tindak pidana/ kejahatan kemanusian terhadap para anak2 indonesia yg diperbudak. Mulai dari Presiden RI, Panglima ABRI, KASAL, panglima armada barat, kolinlamil, Pangkowilhan, Pangdam, Polisi Air dan Udara dstnya.

Akibat publikasi dan tuntutan HMI sumut dan LAAI itu, publik geger…regim Suharto marah besar. HMI dan LAAI diteror habis2an, Para aktivis HMI dan Aktivis LAAI sering diancam pembunuhan oleh oknum2 aparat. Tapi gugatan di pengadilan jalan terus, tak berhenti. Akhirnya atas prakarsa majelis hakim, HMI sumut dan LAAI dipaksa berdamai dengan pemerintah. HMI dan LAAI setuju damai asal pemerintah serius menghapus perbudakan sekitar 16.000 anak2 di jermal2 sepanjang selat malaka.


Pemerintah nyatakan kesediaannya. Damai. Sejak itu jermal2 yg perbudak anak2 dirazia besar2an..sempat hilang dan tak ada lagi perbudakan selama beberapa tahun.

HMI sumut dan LAAI awalnya selalu awasi kesepakatan dengan pemerintah RI. Tapi lama kelamaan, kasus perbudakan anak2 di jermal2 itu senyap Apakah sekarang masih terjadi perbudakan anak2 di jermal2 sepanjang selat malaka? Masih. Seorang wartawan tv pernah sampaikan hal itu.

Jika kita sebagai rakyat merdeka yg peduli dengan nasib anak2 yg tertindas, sekali waktu tentu kita ingin tahu fakta yg sesungguhnya.. Semoga pemerintah, DPR, TNI AL, Polri, LSM, pers dst..tetap peduli mengawasi praktek perbudakan anak2 itu..apakah mereka masih ada disana..

Dikisahkan Oleh Triomacan..
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda