Pilar kekuasaan masa kini

Pilar kekuasaan masa kini


Salah satu hasil reformasi adalah lahirnya UU No 40 tahun 1999 tentang Pers yg menjamin kebebasan pers.  Dalam pasal 3,4 dan 5 UU Pers teresebut disebutkan Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Pers nasional juga berfungsi sebagai lembaga ekonomi dalam arti dapat menjadi industri pers yg bertujuan mencari laba/untung

Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Dan terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan/pelarangan penyiaran.

Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma2 agama, kesusilaan serta asas praduga tak bersalah. Intinya, pers nasional meraih kebebasan seluas2nya dalam menjalankan fungsi, tugas, hak dan kewajibannya. Inilah buah reformasi 1998.

Bagaimana faktanya kehidupan dan perilaku pers nasional kita sekarang ? Menyedihkan. Mengkhawatirkan. Membahayakan kehidupan rakyat RI. Pers nasional kita sudah meraih haknya sebagai pers bebas dan berdaulat. Namun pers nasional banyak menyalahgunakan hak dan kebebasan itu.
Berita bohong yang di tulis KOMPAS, padahal 5 tahun yang lalu SBY sudah kesini.

Dahulu media atau pers disebut sebagai the fourth state atau pilar kekuasaan keempat. Sekarang media atau pers bisa disebut the first state atau Pilar Utama.

Politik, hukum, budaya, eksekutif, legislatif, yudikatif dll semuanya diarahkan dan dikendalikan oleh opini media. Itulah faktanya. Sekarang, perilaku masyarakat dan elit bangsa ini dipengaruhi dan dikendalikan oleh opini media. Opini bilang bagus, ya dianggap bagus.

Opini bilang jelek, ya dianggap jelek. Trial by the press atau pengadilan oleh pers sudah merupakan hal yg biasa, Publik tak tahu kebenaran. Segelintir dari masyarakat kita yg mau cari tahu mengenai kebenaran di balik opini yang direkayasa media. Mayoritas menurut. Menyedihkan.

Media massa sekarang sudah menjadi industri dan tak sedikit sebagai penopang agenda politik tertentu yang merugikan kepentingan rakyat dan negara. Melalui penguasaan media, “mereka” mengendalikan opini dan kini mereka mengendalikan kekuasaan di Indonesia. Rakyat Indonesia gigit jari.


Parahnya pers nasional bisa menjadi corong/juru kampanye, pembentuk opini sesat, pesanan dari kelompok tertentu (seperti saat kampanye). Dengan motif tertentu pers secara langsung dan nyata2 telah melanggar fungsi, tugas dan kewajibannya sebagai pers nasional seperti terrcantum dalam UU.


Media dan opini yang diciptakannya dapat mengubah seorang bajingan menjadi pahlawan pujaan dan seorang pejuang menjadi bajingan..tragis. Jadi, hati2 dengan berita media dan opini yg diciptakannya, jangan skeptis dan kritislah dalam menyikapi pemberitaan media dan opini, agar tidak tersesat !
Pers sudah jadi industri kapitalis liberalis. Semoga tidak menjelma jadi iblis.
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda