Cikal tari Jaipong yang aduhai

Cikal tari Jaipong yang aduhai


Mungkin sudah banyak yang melihat atau mendengar tari Jaipong yang mempesona, membuat badan ikut bergoyang saat mendengarkan hentakan penabuh gendangnya,  tung...tung...tak,  tung...tung...
gong..tak...tak.. tak..duuut...hoyaaa ! kira-kira begitu potongan adegan bunyi gendangnya..ha ha ha..

Tari Jaipong merupakan kesenian Sunda yang sudah melegenda, tarian ini menampilkan ke-lenturan tubuh sang penari. Jika kebetulan pembaca Code Lab termasuk manusia malam atau manusia underground, dan kebetulan tinggal di Jakarta coba jalan-jalan ke daerah Rawa bangke (dekat setasiun KA Jatinegara) tepatnya di bawah jembatan yang menuju arah Klender atau Pulau Gadung, disana setiap malam bisa kita jumpai banyak kelompok kesenian Jaipong yang manggung. Umumnya kelompok kesenian ini datang dari daerah Subang Jawa Barat.


Tapi tahukah anda ternyata tari Jaipong tersebut asal mulanya adalah tari "Ketuk Tilu" Pemunculan tari ini di masyarakat tidak ada kaitannya dengan adat tertentu atau upacara sakral tertentu tapi murni sebagai pertunjukan hiburan dan pergaulan. Oleh karena itu tari ketuk tilu banyak disukai masyarakat terutama di pedesaan yang jarang ada kegiatan hiburan.


Istilah ketuk tilu adalah berasal dari salah satu alat pengiringnya yaitu boning (Jawa = bonang) yang dipukul tigakali sebagai isyarat bagi instrumen lainnya seperti rebab, kendang besar dan kecil dan gong, untuk memulai memainkan sebuah lagu atau hanya sekedar instrumentalia.

Dari aspek pertunjukannya tari ketuk tilu terbagi ke dalam tiga bagian.
Bagian pertama, sipengiring melantunkan irama gamelan, rebab dan kendang untuk menarik perhatian orang.

Bagian kedua yaitu tatkala orang-orang telah berkumpul, barulah sang  penari  muncul memperkenalkan diri kepada para penonton sambil berlenggak-lenggok.

Bagian ketiga adalah pertunjukannya itu sendiri yang dipandu oleh seseorang semacam moderator dalam rapat atau juru penerang.

Selanjutnya penari mengajak penonton untuk menari bersama atau menari secara khusus berpasangan dengannya. Adakalanya apabila ingin menari secara khusus dengan sipenari ia harus membayar sejumlah uang atau istilahnya nyawer.

Di desa-desa tertentu di Jawa Barat, pertunjukan seni tari ketuk tilu ini sering kali dilakukan hingga semalam suntuk.

Ketuk tilu memiliki gaya tarian tersendiri dengan nama-nama seperti, depok, sorongan, ban karet, lengkah opat, oray-orayan (ular-ularan), balik bandung, torondol, angin-angin, bajing luncat, lengkah tilu dan cantel. Gaya-gaya ini sesuai dengan ciri khas daerahnya.

Ditinjau dari perangkat tabuhan, Ketuk Tilu adalah nama tabuhan yang tersebar hampir di seluruh tataran tanah Sunda. Nama perangkat tersebut dipinjam dari salah satu waditra yaitu ketuk yang terdiri dari tiga buah (tiga buah penclon/koromong). Waditra lainnya yang merupakan kelengkapan tabuhan Ketuk Tilu. satu unit Rebab, satu buah Gong, satu buah Kempul, satu buah Kendang besar, dua buah Kulanter (Kendang kecil), serta satu unit kecrek.


Saat ini daerah-daerah yang masih memiliki kesenian tari ketuk tilu adalah di Kabupaten Bandung, Karawang, Subang, Kuningan dan Garut namun jumlahnya sangat sedikit, itupun hanya diminati generasi tertentu (kaum yang fanatik terhadap seni ketuk tilu). Sedangkan generasi mudanya lebih menyukai seni tari Jaipongan (pengembangan kreasi dari ketuk tilu) karena tarian dan iramanya lebih dinamis dan dapat dikombinasikan dengan tari-tarian modern.

tung...tung...tak,  tung...tung...gong..
tung...tung...tak,  tung...tung...gong..
tak...tak.. tak..tak..duuut... !
Goyang maaaang.....

*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda