Desa memang tak menawarkan kehidupan yang serba lengkap seperti di perkotaan. Lapangan kerja yang terbatas, listrik yang belum merata distribusinya, sinyal HP pun kadang kebat-kebit. Namun kehidupan desa yang sederhana itu justru bisa membuat diri kita begitu merindu. Entah anda memang besar di desa atau sempat tinggal di sana, kehidupan desa memang begitu kaya, di balik segala keterbatasannya....
Di desa, oksigen segar di pagi hari selalu tersedia. Tak harus pasang air purifier atau pemurni udara di rumah kita. Dari jendela, udara segar yang bercampur bau pepohonan maupun tanah lembab akan menyeruak dan menggelitik bulu-bulu halus di rongga hidung, sebelum akhirnya memenuhi rongga paru-paru, menggantikan karbon dioksida, lalu beredar dan mengalir bersama aliran darah. Oksigen segar ini tersedia melimpah tanpa adanya campur tangan polusi dari asap kendaraan. Setiap hari, secara alami.
Hidup tak habis untuk berpikir mau makan di mana. Tak perlu pula khawatir tentang boraks atau pestisida. Cukup makan kesegaran yang disajikan bumi, setiap hari.
Mereka sangat jarang, atau bahkan tak pernah menyantap makanan yang melewati proses pengawetan maupun pengalengan. Bahkan seringkali orang-orang desa membeli sayuran segar langsung dari para petani.
Jika ingin makan ayam, mereka tinggal menangkap dan memotong ayam kampung yang ada di kandang. Ayam kampung jauh lebih sehat daripada ayam broiler karena mengandung lemak yang rendah. Jika ingin menyantap ikan, mereka tinggal memancing di kolam maupun sungai. Tak perlu khawatir akan bahaya formalin!
Listrik dan sinyal yang tak terjamin bukan alasan untuk mengeluh. Justru karena ini, mereka tak selalu harus teracuni oleh apa yang ditawarkan televisi.
Kurangnya aliran listrik yang menjamah pedesaan tak selalu berdampak buruk. Bahkan tak tersedianya listrik maupun internet membuat masyarakat desa tak mengerti tentang berita-berita panas yang sedang terjadi. Hal ini membuat mereka tak terlalu peduli dengan keadaan diluar sana. Mereka tak peduli gosip, mengerti berita kriminal, dan tak peduli debat murahan yang sering ditayangkan televisi.
Ritme waktu yang berjalan lambat akan membuat kita menikmati hidup yang telah Tuhan anugerahkan
Kita terbiasa berpacu dengan waktu, meyelami ritme kehidupan kota yang cepat. Mulai bangun tidur kita disibukkan untuk bersiap-siap dan bergegas mengejar angkutan untuk berangkat ke kantor. Sepulang kerja kita harus berdesakan lagi di angkutan umum, belum lagi kemacetan yang sepertinya tak pernah surut. Waktu kita seakan tersedot habis untuk mengejar masalah-masalah duniawi.
Berbeda jauh dengan kota, ritme kehidupan di desa berjalan lambat, ketenangan menyelimuti tiap sudut desa. Dengan begini kita akan lebih bisa memaknai arti hidup, bahwa hidup tak hanya melulu untuk mengejar kekayaan duniawi. Lebih dari itu, kita juga harus sadar bahwa jiwa dan hati kita juga butuh ketenteraman.
Berangkat kerja ke kantor di pagi hari, pulang di sore hari, tak jarang bahkan yang harus lembur demi mendapatkan uang tambahan. Belum lagi banyaknya godaan dari tempat-hiburan: bioskop, karaoke, klub malam, barang-barang bermerk, dan secangkir kopi semakin membuat kita merasa kecil dan kekurangan.
Kesederhanaan akan membuat kita menjadi manusia yang lebih bisa bersyukur, lebih akrab dengan alam dan Tuhan
Mandi dan mencuci di sungai, makan siang di gubuk tengah sawah, dan melewati malam hanya ditemani sebatang obor maupun lampu minyak membuat mereka lebih menghargai dan mensyukuri hidup dan kesederhanaan yang telah diberikan kepada mereka.
Meski tak memiliki fasilitas yang berlimpah seperti di kota, masyarakat pedesaan justru amat sangat menjunjung tinggi kesederhanaan. Mereka tak perlu mobil mahal maupun pakaian bermerek. Yang terpenting bisa bertani dan mencukupi kebutuhan sehari-hari sudah untung. Tak perlu banyak menuntut, toh semua harta benda pada akhirnya tak akan dibawa ke kubur.
Yang pasti amal kebaikan kita-lah yang akan menemani dan menolong kita di alam baka nanti. Mungkin hal-hal diatas hanyalah contoh kecil kehidupan desa yang masih belum sepenuhnya terjamah modernisasi.
Kesederhanaan akan membuat kita menjadi manusia yang lebih bisa bersyukur, lebih akrab dengan alam dan Tuhan
Mandi dan mencuci di sungai, makan siang di gubuk tengah sawah, dan melewati malam hanya ditemani sebatang obor maupun lampu minyak membuat mereka lebih menghargai dan mensyukuri hidup dan kesederhanaan yang telah diberikan kepada mereka.
Meski tak memiliki fasilitas yang berlimpah seperti di kota, masyarakat pedesaan justru amat sangat menjunjung tinggi kesederhanaan. Mereka tak perlu mobil mahal maupun pakaian bermerek. Yang terpenting bisa bertani dan mencukupi kebutuhan sehari-hari sudah untung. Tak perlu banyak menuntut, toh semua harta benda pada akhirnya tak akan dibawa ke kubur.
Yang pasti amal kebaikan kita-lah yang akan menemani dan menolong kita di alam baka nanti. Mungkin hal-hal diatas hanyalah contoh kecil kehidupan desa yang masih belum sepenuhnya terjamah modernisasi.