Partisipasi publik dalam proses demokrasi penting, karena pada hakikatnya demokrasi adalah mengembalikan kekuasaan kepada rakyat. Sayangnya model demokrasi di Indonesia menempatkan rakyat pada posisi yang tidak penting, kecuali saat-saat menjelang pemilu /pilkada/pilpres.
Melalui media sosial, publik dapat berpartisipasi secara langsung dan interaktif dalam menyampaikan aspirasinya secara egaliter. Tanpa ada lagi dinding pemisah berupa jarak, waktu, jabatan, usia, gender, keyakinan, dll. Semua sama sederajat.
Semakin besar partisipasi publik terhadap gerakan ini, semakin besar pula peluang opini yang diusung akan mampu membawa perubahan. Hanya dengan suara-suara Anda sekalianlah Bangsa ini bisa berubah lebih baik. Berdiam diri kadang adalah pilihan yg “Amoral”.
Marilah kita melihat proses pelemahan KPK ini secara menyeluruh agar kita bisa melihat big picture-nya. Penetapan tersangka BG adalah titik kulminasi kemarahan Polri terhadap KPK. Kemarahan yg selama ini dipendam meledak saat ini. Bisa dimengerti mengingat di era pemerintahan SBY keberpihakannya jelas. Yaitu keberpihakan pada pemberantasan korupsi.
Meski terasa pahit namun Polri saat itu tidak punya pilihan selain patuh. Tapi situasi politik sekarang sudah berbeda jauh. Jokowi tidak punya keberpihakan yg jelas terhadap pemberantasan korupsi. Meski sebelumnya mendapat popularitas dari hubungan baik deagan KPK. Terlebih Jokowi memang marah besar atas penetapan tersangka terhadap BG ini. Dia merasa ditampar karena BG sudah ditetapkan sebagai cakapolri.
Kombinasi puncak kemarahan Polri pada KPK dan kemarahan Jokowi akibat ditersangkakan cakapolri pilihanya ini menjadi perpaduan yang sempurna Seolah tidak lagi ada halangan bagi Polri untuk 'menyikat' habis KPK yg selama ini begitu lancang menyeret para petingginya ke balik penjara.
Terlebih seperti ada restu dari Jokowi dgn permintaan mengganti kabareskrim dari Suhardi ke Budi Waseso yg buas itu. Maka proses kriminalisasi pun dimulai... Pelemahan KPK dilakukan secara distematis namun sangat BRUTAL !!!
Tak perlu diulas lagi satu persatu. Mulai dari penyebaran foto2 mesum editan Samad, tulisan "Rumah Kaca Abraham Samad", dll Lalu diikuti dgn penangkapan terhadap BW yg mall prosedur, dan laporan2 yg mendadak muncul terhadap semua pimpinan KPK. Apa reaksi Presiden Jokowi terhadap semua itu ? "Hormati proses hukum". Dingin...
Maka BW jadi tersangka, lalu AS pun jadi tersangka. Bahkan AS jadi tersangka di kabareskrim dan di polda Sulselbar utk 2 kasus yg berbeda Seberapapun anyirnya bau politisasi, tetap saja Samad dijadikan tersangka. Sungguh aneh, Samad dijadikan tersangka karena dugaan pemalsuan dokumen. Sementara KTP palsu BG justru dilegalkan Sungguh aneh seseorang dilaporkan karena tulisan di kompasiana, lebih aneh lagi polisi semangat menindak lanjuti laporan macam begini...
Akhirnya Samad dan BW dijadikan tersangka. Hasilnya adalah mereka berdua harus di nonaktifkan. Inilah goal sesungguhnya. Lalu bagaimana dgn pimpinan KPK lainnya, serta pegawai lain yg selama ini dianggap duri bagi Polri? Dalam waktu yg hampir bersamaan, Zul, Adnan dan Johan Budi dilaporkan dan lagi2 dgn penuh semangat polisi langsung menindak lanjutinya.
Begitu juga terhadap Novel Baswedan dan para penyidik KPK lainnya. Semua dikriminalisasi secara serempak. Dua pimpinan KPK sudah jadi tersangka, dan 2 pimpinan lainnya serta JB tinggal selangkah lagi jadi tersangka. Silakan garis bawahi ini, dua pimpinan KPK lain dan JB selangkah lagi jadi tersangka. Bahkan disebarkan khabar mereka segera jadi tersangka.
Apa artinya ini? Artinya, dua pimpinan KPK dan JB dalam posisi 'terancam'. Mereka bertiga dibuat tidak berkutik atau benar2 ditersangkakan. Sampai disini barulah Jokowi mengambil tindakan. Sebuah keputusan yg lama, seperti memang menunggu buah menjadi masak, maka oleh Jokowi, Samad dan BW yg sudah jadi tersangka dinonaktifkan sementara. Dan diangkatlah Ruki, Indriyanto dan JB sbg Plt pimpinan.
KPK yang harusnya masih punya opsi hukum lain untuk lakukan perlawanan terhadap putusan hakim Sarpin. Se-olah2 seperti memaksakan diri cepat-cepat mengalah. Dan terjadilah apa yg ditakutkan para pendukung pemberantasan korupsi. Kasus BG pun diserahkan ke kejaksaan. Dan seperti sinetron ketebak, pihak kejaksaan degan tulus ikhlas menyerahkan kasus BG ke kepolisian.
Masih ingat peristiwa rebutan kasus antara KPK dan Polri dalam kasus Djoko Susilo?
Mengapa Polri begitu bersemangat mau take over kasus Djoko Susilo saat itu? Alasannya sederhana, jeruk tak mungkin makan jeruk. Dan sekarang kita jadi saksi bagaimana KPK yang dulu gigih memperjuangkan kasus DS, kini secara sukarela menyerahkan kasus BG.
Ya, KPK memang sudah dilemahkan. Jika ada yang tega bilang KPK sedang diperkuat maka tentulah dia seorang penipu. Code Lab
Melalui media sosial, publik dapat berpartisipasi secara langsung dan interaktif dalam menyampaikan aspirasinya secara egaliter. Tanpa ada lagi dinding pemisah berupa jarak, waktu, jabatan, usia, gender, keyakinan, dll. Semua sama sederajat.
Semakin besar partisipasi publik terhadap gerakan ini, semakin besar pula peluang opini yang diusung akan mampu membawa perubahan. Hanya dengan suara-suara Anda sekalianlah Bangsa ini bisa berubah lebih baik. Berdiam diri kadang adalah pilihan yg “Amoral”.
Marilah kita melihat proses pelemahan KPK ini secara menyeluruh agar kita bisa melihat big picture-nya. Penetapan tersangka BG adalah titik kulminasi kemarahan Polri terhadap KPK. Kemarahan yg selama ini dipendam meledak saat ini. Bisa dimengerti mengingat di era pemerintahan SBY keberpihakannya jelas. Yaitu keberpihakan pada pemberantasan korupsi.
Meski terasa pahit namun Polri saat itu tidak punya pilihan selain patuh. Tapi situasi politik sekarang sudah berbeda jauh. Jokowi tidak punya keberpihakan yg jelas terhadap pemberantasan korupsi. Meski sebelumnya mendapat popularitas dari hubungan baik deagan KPK. Terlebih Jokowi memang marah besar atas penetapan tersangka terhadap BG ini. Dia merasa ditampar karena BG sudah ditetapkan sebagai cakapolri.
Kombinasi puncak kemarahan Polri pada KPK dan kemarahan Jokowi akibat ditersangkakan cakapolri pilihanya ini menjadi perpaduan yang sempurna Seolah tidak lagi ada halangan bagi Polri untuk 'menyikat' habis KPK yg selama ini begitu lancang menyeret para petingginya ke balik penjara.
Terlebih seperti ada restu dari Jokowi dgn permintaan mengganti kabareskrim dari Suhardi ke Budi Waseso yg buas itu. Maka proses kriminalisasi pun dimulai... Pelemahan KPK dilakukan secara distematis namun sangat BRUTAL !!!
Tak perlu diulas lagi satu persatu. Mulai dari penyebaran foto2 mesum editan Samad, tulisan "Rumah Kaca Abraham Samad", dll Lalu diikuti dgn penangkapan terhadap BW yg mall prosedur, dan laporan2 yg mendadak muncul terhadap semua pimpinan KPK. Apa reaksi Presiden Jokowi terhadap semua itu ? "Hormati proses hukum". Dingin...
Maka BW jadi tersangka, lalu AS pun jadi tersangka. Bahkan AS jadi tersangka di kabareskrim dan di polda Sulselbar utk 2 kasus yg berbeda Seberapapun anyirnya bau politisasi, tetap saja Samad dijadikan tersangka. Sungguh aneh, Samad dijadikan tersangka karena dugaan pemalsuan dokumen. Sementara KTP palsu BG justru dilegalkan Sungguh aneh seseorang dilaporkan karena tulisan di kompasiana, lebih aneh lagi polisi semangat menindak lanjuti laporan macam begini...
Akhirnya Samad dan BW dijadikan tersangka. Hasilnya adalah mereka berdua harus di nonaktifkan. Inilah goal sesungguhnya. Lalu bagaimana dgn pimpinan KPK lainnya, serta pegawai lain yg selama ini dianggap duri bagi Polri? Dalam waktu yg hampir bersamaan, Zul, Adnan dan Johan Budi dilaporkan dan lagi2 dgn penuh semangat polisi langsung menindak lanjutinya.
Begitu juga terhadap Novel Baswedan dan para penyidik KPK lainnya. Semua dikriminalisasi secara serempak. Dua pimpinan KPK sudah jadi tersangka, dan 2 pimpinan lainnya serta JB tinggal selangkah lagi jadi tersangka. Silakan garis bawahi ini, dua pimpinan KPK lain dan JB selangkah lagi jadi tersangka. Bahkan disebarkan khabar mereka segera jadi tersangka.
Apa artinya ini? Artinya, dua pimpinan KPK dan JB dalam posisi 'terancam'. Mereka bertiga dibuat tidak berkutik atau benar2 ditersangkakan. Sampai disini barulah Jokowi mengambil tindakan. Sebuah keputusan yg lama, seperti memang menunggu buah menjadi masak, maka oleh Jokowi, Samad dan BW yg sudah jadi tersangka dinonaktifkan sementara. Dan diangkatlah Ruki, Indriyanto dan JB sbg Plt pimpinan.
Maka marilah kita lihat profile pimpinan KPK baru ini. Ruki, Indriyanto, Zul, Adnan dan JB
Ruki dalam beberapa kesempatan selalu mengkritik KPK era Samad. Sementara Indriyanto memang dari dulu anti KPK Lalu bagaimana dgn 3 pimpinan KPK lain? Sudah dijelaskan sebelumnya, mereka sudah dilemahkan karena setiap saat terancam bisa ditersangkakan.
Jadi satu pimpinan selalu mengkritik KPK era Samad, satu lagi memang anti KPK, sementara 3 sisa lainnya dalam ancaman ditersangkakan polisi Ini menjawab pertanyaan publik mengapa Ruki bisa sedemikian dominan di KPK. Seolah tidak ada azas kolektif kolegial disana. Satu hal yg harusnya mengganggu akal sehat kita. Mengapa Zul, Adnan dan JB tidak segera ditersangkakan?
Jawabnya sederhana, karena mereka sudah dilemahkan. Jadi apapun kata Ruki mereka tidak akan bisa menolak. Keputusan kolektif kolegial tercapai! Apabila ketiga pimpinan ini berani macam2 maka sesegera itu pula mereka ditersangkakan. Polri tidak main2. Sudah terbukti pd AS dan BW Dan hasilnya memang maknyus! KPK seperti macan ompong saat ini. Terbukti dari proses yg terjadi pada kasus BG sendiri.
Masih ingat peristiwa rebutan kasus antara KPK dan Polri dalam kasus Djoko Susilo?
Mengapa Polri begitu bersemangat mau take over kasus Djoko Susilo saat itu? Alasannya sederhana, jeruk tak mungkin makan jeruk. Dan sekarang kita jadi saksi bagaimana KPK yang dulu gigih memperjuangkan kasus DS, kini secara sukarela menyerahkan kasus BG.
Ya, KPK memang sudah dilemahkan. Jika ada yang tega bilang KPK sedang diperkuat maka tentulah dia seorang penipu. Code Lab