Masuknya kesenian impor di Nusantara

Masuknya kesenian impor di Nusantara


Mengapa kita bangga dengan kesenian impor ? padahal kesenian negeri sendiri sangat ,melimpah dan tak kalah menarik dari kesenian impor tersebut, Mari kita tingkatkan identitas sebagai bangsa besar yang bernama Indonesia dengan melestarikan kebudayaan nenek moyang, kebudayaan negeri dimana kita lahir dan di besarkan. lupakan kesenian impor. Contohlah Jepang negara modern tapi tetap tradisional, Bangsa Jepang lebih menghargai tanah air dan budayanya sendiri !
Man Jadda WaJada.


Tari Tayub, atau acara Tayuban, merupakan salah satu kesenian Jawa Tengah, Jawa Timur yang mengandung unsur keindahan dan keserasian gerak. Tarian ini mirip dengan tari Jaipong dari Jawa Barat. Unsur keindahan diiikuti dengan kemampuan penari dalam melakonkan tari yang dibawakan.

Tayub lahir dari kehidupan masyarakat agraris. Biasanya tayub digelar sebagai tanda syukur seusai panen atau menjadi hiburan pada acara hajatan. Kelompok tayub kadang juga mbarang atau mengamen dengan mangkal di emperan toko sekitar Pasar. Keberadaan Tayub banyak dinikmati masyarakat. Khususnya yang masih tinggal di pedesaan baik Jawa Tengah atau Jawa Timur.


Para seniman tayub berupaya menghapus sementara anggapan yang mengatakan bahwa tayub identik dengan mesum. Tayub menjadi ajang main mata dengan perempuan (penari tayub atau ledhek). Padahal tayub banyak memiliki nilai positif meskipun ada segelintir orang yang menyalahgunakan seni tayub.


Sekarang, norma kesopanan menjadi kunci utama, setiap penampilan antara waranggono dan pengibing selalu ada jarak. Penari menggunakan kebaya yang tertutup.


”Ketika, zaman saya remaja, penari menggunakan kemben, bagian atas terbuka"
"Dulu orang suka pegang-pegang penari, sekarang nyenggol saja tidak boleh,” kata Kang Yoto tetangga Code Lab sambil mengepulkan asap rokok kreteknya, matanya nampak menerawang jauh, mungkin teringat masa mudanya.


B.R.A Yudanegara, choreographer and head of  Tayub dance teacher (memakai selendang warna teal), bercengkrama dengan kru film asal Perancis, Mrs. Peugeot (kanan) di Kraton Jogja.

Terlepas dari sisi negatif yang melekat pada tayub, kesenian ini memiliki nilai estetika yang tinggi. Pola langkah dan pola gerak dalam menari, gamelan pengiring serta gending (yang banyak mengandung nasihat) memiliki ciri dan nilai yang unik.


Sementara sampai disini dulu, enak bacanya, capek nulisnya
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda