Mendaki gunung mengajarkan banyak hal, dan selalu ada sesuatu yang dapat dipetik dari setiap pendakian. pembelajaran yang didapat bukanlah seperti materi dalam buku yang akan ditanyakan pada saat ujian, namun bagaimana kita mempersiapkan mental kita untuk menghadapi ujian hidup.
Balance Mountaineer Club (Mapala BMC)
Dirintis di Puncak Hargodumilah, Gunung Lawu (perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur) pada tanggal 18 Agustus tahun 1976. BMC adalah wadah resmi aktivitas mahasiswa pecinta alam AA YKPN.
Pertama mendaki, kami disuguhi dengan jalan berbatu yang menanjak. Tidak lama menanjak, hujan pun mengguyur, dan kami pun harus memasang raincoat, karena hujan yang turun cukup deras disertai angin yang cukup kencang. Perjalanan dari base camp ke pos 2 tempat kami menginap memakan waktu sekitar 3,5 jam.
Kami mendirikan tenda di pos 2. Awalnya, kami ingin mendirikan tenda di puncak, namun tidak memungkinkan karena cuaca. Untungnya, hujan sedikit reda saat kami mendirikan tenda. Tenda siap, dan makan malam pun di buat. Hujan pun turun kembali, tapi untungnya hujan turun setelah kami selesai makan malam.
Semakin malam rombongan pendaki lainnya terdengar berdatangan dan sibuk mendirikan tenda di ruang-ruang yang masih tersisa, sebagiannya lagi sibuk memasak perbekalan masing-masing.
Malam di tenda kali ini membuatku galau, tapi, galau ini bukan galau karena cinta, tapi karena dia....eeaaaaa... bukan, bukan, galau malam kali ini tidak ada hubungan sama sekali dengan cinta. Galau malam ini dipicu oleh udara yang dingin, angin yang kencang dan hujan yang deras, sehingga membuat bingung apakah besok bisa melanjutkan perjalanan atau tidak.
"Suasana pagi di Merbabu"
Udara yang dingin membuatku terasa beku, aku masih berkutat di balik sleeping bag. Ke-bekuan ku hilang ketika ada teman ku bilang “ayo berangkat. berangkat..” aku pun keluar dari tenda, dan betapa terkejutnya aku ketika melihat dua gunung berdiri megah di depan mata. Sindoro, Sumbing,
Subhanallah. Sedikit penyesalan karena kebekuan. Jadi tidak bisa lama menikmati pemandangan yang sangat indah ini, karena kami harus melanjutkan perjalanan menuju puncak.
Jembatan Setan
Jembatan ini sebenarnya bukan benar-benar jembatan. ‘Cuma’ tanjakan 45 derajat sempit buat sampai ke atas. Berani gak gue lewatinnya ? Berani dong...tapi tiap kali ngelirik ke bawah, rasanya pipis gue netes dikit-dikit...hehehe...