Belangnya Ahok dalam pembelian tanah RS Sumber Waras (2)

Belangnya Ahok dalam pembelian tanah RS Sumber Waras (2)


BPK menemukan disposisi, yang berarti perintah Plt Gubernur Ahok kepada Ka Bappeda DKI pada surat penawaran RS Sumber Waras, untuk menganggarkan pembelian tanah senilai Rp. 755.689.550.000 dalam APBD-P 20014. disposisi tersebut di nilai oleh BPK tidak sesuai Permendagri 13/2006. Sebab perubahan APBD (APBD-P) hanya bisa terjadi dalam 4 situasi.

Dalam konteks pembelian tanah RS Sumber Waras, alasan yang paling mungkin jika menggunakan alasan situasi keadaan darurat atau keadaan luar biasa. Tetapi, BPK tidak menemukan dokumen perencanaan, studi kelayakan dan hasil penelitian atau kajian yang menunjukkan bahwa pembelian tanah RS Sumber Waras tersebut darurat dan mendesak. Tidak ada kajian yang menggambarkan masyarakat Jakarta akan rugi besar jika tidak segera dilaksanakan.

Tanah tersebut direncanakan untuk RS Khusus Jantung dan Kanker. Jangankan BPK, masyarakat juga bisa bertanya, benarkah rumah sakit tersebut masuk katagori darurat dan keadaan luar biasa untuk Jakarta saat ini? Dibanding kebutuhan masyarakat yang belum tersentuh program, tentu jawabannya tidak mendesak.

Darurat dan mendesak bisa diperdebatkan. Karena tidak ada kajiannya, jika ada jawaban pembelian tersebut darurat dan mendesak tentu jawaban tersebut lemah. Perintah Plt Gubernur Ahok untuk anggarkan, dinilai BPK adanya ketidakpatuhan terhadap aturan. Ketidakpatuhan terhadap UU Nomor 2/2012 tentang Pengadaan Tanah, Perpres Nomor 71/2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah dan Permendagri Nomor 13/2006.

Sesungguhnya, masyarakat mengharapkan adanya penjelasan alasan penganggaran di APBD-P 2014 oleh Gubernur. Tanpa kejelasan mengapa tidak ada kajian dan harus diadakan di APBD-P 2014, mengapa harga tidak diteliti dan ditawar, mengapa pembayaran pada 31 Desember 2014 dengan cara tidak lazim.

Kasus ini membuat DPRD punya “mainan” baru. DPRD DKI bikin gaduh perpolitikan dengan membentuk Pansus. Bisa diduga temuan tidak bergeser dengan temuan BPK. LHP BPK cukup gamblang, ada indikasi ketidakpatuhan terhadap aturan perundang-undangan yang berakibat adanya kerugian keuangan daerah.

  • Dalam dunia media, ada yang disebut dengan agenda setting, yaitu cara untuk menentukan apa yang perlu dan tidak perlu ditulis dalam suatu pemberitaan. Sehingga pembaca, tanpa sadar, akan mengikuti hingga membenarkan apa yang dituliskan olehnya, baik secara tersirat maupun tersurat.
Hal itulah yang dilakukan oleh Kompas.com dalam membangun agenda setting pemberitaan mengenai temuan BPK terhadap Laporan Hasil Keuangan (LHK) Pemprov DKI Tahun 2014. Dalam berita yang berjudul “Ketua DPRD Akan Bentuk Tim Audit untuk Selidik Aset DKI” per Jumat 10 Juli 2015,

Kompas.com meletakkan persoalan temuan BPK tersebut di paragraf terakhir, tanpa merinci temuan BPK, dan tidak berikan kutipan secara langsung statement dari Anggota V BPK RI Moermahadi Soerja Djanegara.

Yang lebih menarik, Kompas.com tidak menuliskan secara jelas predikat opini BPK tersebut terhadap kinerja Pemprov DKI 2014. BPK memberikan predikat “Wajar Dengan Pengecualian”, namun Kompas.com hanya menuliskan “BPK baru saja memberi opini terhadap kinerja Pemprov DKI tahun 2014.

Anggota V BPK RI Moermahadi Soerja Djanegara mengungkapkan salah satu hal yang menjadi catatan BPK adalah belum memadainya pengendalian, pencatatan, dan pengamanan aset melalui skema kemitraan dengan pihak ketiga. Sehingga, ini berpotensi merugikan Pemprov DKI senilai Rp 3,58 triliun,” tulis Kompas.com (10/7/2015).

bersambung
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda