Slogan dimana bumi di pijak disitulah langit di junjung, mungkin tidak berlaku bagi etnis Cina !!
Sejak 1990-an Liem Soe Liong dan Salim Group telah menanam modal di Fu Qing, propinsi Fujian. Melalui Indofood, anak perusahaan Indocement Tunggal Prakarsa, konglomerasi milik Liem Soe Liong, membangun pabrik dengan investasi sebesar 600 ribu dolar AS, sekitar Rp 1,2 milyar. Tentu saja nilai nominal ini pada era 1990-an diamana saat itu 1 dolar AS masih berkisar Rp 2000. (Berdasarkan penelisikan Tim Riset Global Future Institute)
Selain itu, Liem berpatungan dengan beberapa pengusaha dan BUMN Singapura, membangun kawasan industri seluas 5000 Hektar, juga di Fujian. Bukan itu saja. Melalui Rong Chiao Industrial Group (kelompok sekitar 30 pengusaha asal Fujian yang kini sukses di berbagai negara), Liem punya andil juga dalam beberapa proyek besar. Kelompok ini, yang dikenal sebagai Fujian Clan, antara lain memiliki Guan Yuan Light Industry, pabrik sepatu dan bunga kain sutera yang terletak di Shangzeng Honglu. Hasilnya diekspor, antara lain ke Indonesia.
Oei Ok Tjhong alias Eka Cipta Wijaya, konglomerat besar Cina lainnya yang mukim di Indonesia, juga menanam modal di Cina. Eka Cipta pemilik Sinar Mas ini, membeli 55 persen perusahaan kertas milik pemerintah di Ling Po.
Eka Cipta dan Sinar Mas juga mengambil alih 101 BUMN Cina. Kantor Sinar Mas di Hongkong yang menangani pengambil-alihan ini, Namun, Eka Cipta di Cina tidak mengibarkan bendera Sinar Mas Group. Melainkan melalui putranya, Oei Hong Leong yang berwarganegara Singapura, mengibabarkan bendera: China Strategic Investment (CSI) yang berbasis di Hongkong.
Maret 1993 misalnya, CSI menanamkan 175 juta dolar AS untuk konsesi 50 tahun menjalankan 101 perusahaan BUMN di Dalian, Timur Laut Cina. Suatu kesepakatan bisnis terbesar dalam menangani perusahaan BUMN yang pernah dilakukan oleh perusahaan Hongkong.
Cerita tentang Mochtar Riyadi dan LIPPO Group, juga tak kalah menarik sepak-terjangnya di Cina. Lippo bekerjasama dengan mitra lokal, menanam modal sebesar 11,85 juta dolar Hongkong di Fujian.
Rupanya, Fujian juga merupakan tanah leluhurnya Mochtar Riyadi. Mochtar Riyadi yang nama aslinya adalah Li Wen-zheng ini, melalui Lippo membangun berbagai infrastruktur seperti jalan, pelabuan, bandara dan perumahan. Proyek-proyek ini dibangun di kota Fuzhou, ibukota propinsi Fujian.
Berita Asian Business edisi April 1993 mewartakan, bersama investor Taiwan, Lippo menggarap proyek di pulau Mei Zhou. Dengan porsi 60 persen saham. Patungan ini membangun kawasan peristirahatan mewah. Tahap pertamanya memakan biaya sekitar 40 juta dolar AS.
Bersambung..
Sejak 1990-an Liem Soe Liong dan Salim Group telah menanam modal di Fu Qing, propinsi Fujian. Melalui Indofood, anak perusahaan Indocement Tunggal Prakarsa, konglomerasi milik Liem Soe Liong, membangun pabrik dengan investasi sebesar 600 ribu dolar AS, sekitar Rp 1,2 milyar. Tentu saja nilai nominal ini pada era 1990-an diamana saat itu 1 dolar AS masih berkisar Rp 2000. (Berdasarkan penelisikan Tim Riset Global Future Institute)
Selain itu, Liem berpatungan dengan beberapa pengusaha dan BUMN Singapura, membangun kawasan industri seluas 5000 Hektar, juga di Fujian. Bukan itu saja. Melalui Rong Chiao Industrial Group (kelompok sekitar 30 pengusaha asal Fujian yang kini sukses di berbagai negara), Liem punya andil juga dalam beberapa proyek besar. Kelompok ini, yang dikenal sebagai Fujian Clan, antara lain memiliki Guan Yuan Light Industry, pabrik sepatu dan bunga kain sutera yang terletak di Shangzeng Honglu. Hasilnya diekspor, antara lain ke Indonesia.
Oei Ok Tjhong alias Eka Cipta Wijaya, konglomerat besar Cina lainnya yang mukim di Indonesia, juga menanam modal di Cina. Eka Cipta pemilik Sinar Mas ini, membeli 55 persen perusahaan kertas milik pemerintah di Ling Po.
Eka Cipta dan Sinar Mas juga mengambil alih 101 BUMN Cina. Kantor Sinar Mas di Hongkong yang menangani pengambil-alihan ini, Namun, Eka Cipta di Cina tidak mengibarkan bendera Sinar Mas Group. Melainkan melalui putranya, Oei Hong Leong yang berwarganegara Singapura, mengibabarkan bendera: China Strategic Investment (CSI) yang berbasis di Hongkong.
Maret 1993 misalnya, CSI menanamkan 175 juta dolar AS untuk konsesi 50 tahun menjalankan 101 perusahaan BUMN di Dalian, Timur Laut Cina. Suatu kesepakatan bisnis terbesar dalam menangani perusahaan BUMN yang pernah dilakukan oleh perusahaan Hongkong.
Cerita tentang Mochtar Riyadi dan LIPPO Group, juga tak kalah menarik sepak-terjangnya di Cina. Lippo bekerjasama dengan mitra lokal, menanam modal sebesar 11,85 juta dolar Hongkong di Fujian.
Rupanya, Fujian juga merupakan tanah leluhurnya Mochtar Riyadi. Mochtar Riyadi yang nama aslinya adalah Li Wen-zheng ini, melalui Lippo membangun berbagai infrastruktur seperti jalan, pelabuan, bandara dan perumahan. Proyek-proyek ini dibangun di kota Fuzhou, ibukota propinsi Fujian.
Berita Asian Business edisi April 1993 mewartakan, bersama investor Taiwan, Lippo menggarap proyek di pulau Mei Zhou. Dengan porsi 60 persen saham. Patungan ini membangun kawasan peristirahatan mewah. Tahap pertamanya memakan biaya sekitar 40 juta dolar AS.
Bersambung..