Loyalis Jokowi hanya berpikir jatah jabatan dan proyek, tidak untuk yang lain

Loyalis Jokowi hanya berpikir jatah jabatan dan proyek, tidak untuk yang lain

Para Loyalis dan relawan Jokowi hanya berpikir jatah jabatan dan proyek, tetapi tidak bisa membantu Jokowi mengatasi buruknya perekonomian


Para Loyalis dan relawan Jokowi hanya berpikir jatah jabatan dan proyek, tetapi tidak bisa membantu Jokowi mengatasi buruknya perekonomian RI.

Sindiran halus disampaikan pengamat politik Sahirul Alem terkait melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Alem meminta loyalis dan relawan Joko Widodo untuk patungan uang membantu buruknya perekonomian RI, sebagaimana dahulu para relawan mengumpulkan dana untuk dukung ‘pencapresan’ Jokowi.

Alem meminta relawan Jokowi tidak hanya berpikir jatah jabatan atau proyek, tetapi juga bisa membantu Jokowi mengatasi krisis ekonomi di Indonesia.

“Harusnya relawan membantu Jokowi dalam mengatasi krisis. Kalau ada bagi-bagi kekuasaan, relawan nomor satu bersuara. Ini sudah tidak benar,” tegas Sahirul Alem kepada intelijen (27/08)

Alem memprediksi, rakyat tidak akan tertarik bila ada anjuran mengumpulkan uang untuk membantu pemerintahan sekarang ini. “Rakyat pun sudah tahu kelakuan penguasa saat ini yang banyak mengingkari janji,” papar Alem.

Kata Alem, lebih baik, para relawan sendiri yang membantu Jokowi dan kemungkinan ada harapan dijadikan pejabat.

“Ada juga yang jadi pembela mati-matian Jokowi tetapi sampai sekarang belum dapat posisi apa-apa, itu kasihan juga. Mungkin si pembela Jokowi itu bisa saja mengumpulkan uang untuk membantu Jokowi dalam mengatasi krisis ekonomi sekarang ini,” sindir Alem.

Jokowi pernah menjanjikan adanya kampung deret di Kampung Pulo, tetapi dengan adanya penggusuran berarti Jokowi ingkar janji. Liberalisasi ekonomi bisa dilihat dari keberadaan pasar tradisional yg semakin tergilas oleh suburnya pertumbuhan hypermarket dan minimarket.

Problem Indonesia Bukan Sistem, Tapi Sosok Presiden
Pengamat politik dari Universias Indonesia (UI), Arbi Sanit mengatakan negara yang menganut sistem presidensial dengan multi partai seperti Indonesia, semakin banyak partai yang bergabung mestinya akan memperkuat pemerintahan. Tapi logika itu tidak jadi kenyataan di Indonesia.

“Karena problem Indonesia saat ini bukan pada sistem, tapi pada sosok presiden yang lemah,” kata Arbi Sanit, Kamis (3/9).

Menurut Arbi, dalam sistem presidensial multi partai, posisi presiden semakin kuat untuk memerintah karena memiliki mayoritas dukungan koalisi di DPR. Tapi itu tidak akan terjadi di era pemerintahan sekarang.

“Sebab faktor terlemah justru terletak pada sosok Jokowi sebagai presiden,” ujar Arbi.

Dari berbagai sumber :
RML   Intelijen  jpnn
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda