Pemberantasan korupsi rezim Jokowi adalah yang paling lemah. Rezim Jokowi telah ‘dikuasai’ Cina. Pribumi sudah dikalahkan oleh propaganda cukong-cukong atau mafia Cina. Mereka dengan licik menghalalkan segala cara untuk meraih keinginan menguasai Indonesia seluruhnya.
Dalam proses Amandemen UUD 1945, para mafia Cina ini memiliki peran cukup kuat. “Mereka menyuap agar memenangkan kekuasan politik 2014. Tidak adanya sanksi pidana bagi koruptor yang bersedia memindahkan uangnya ke Indonesia, merupakan strategi licik cukong-cukong agar bisa mengeruk semua kekayaan pribumi.
Yang menyedihkan, Jokowi telah terpedaya dan masuk dalam lingkaran mafia. Bahkan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dibuat setuju atas usulan mengampuni koruptor.
Alasannya, daripada banyak kasus rekening gendut tak tertangani, lebih baik mereka bawa balik uangnya dan bayar pajak. Demikian disampaikan Bambang Smit, Ketua Umum Gerakan Pribumi Bersatu, di Roemah Priboemi di Jalan Pejambon 1, Jakarta Pusat.
Tidak hanya itu, terobosan ini nantinya akan dibuatkan payung hukum berupa undang-undang. Bahkan, pembahasan draf undang-undang terkait itu sudah bisa diusulkan di rapat paripurna dan komisi di DPR pada Juni-Juli tahun ini sebagai salah satu prioritas program legislasi nasional (Prolegnas) 2016. Jika tembus, pembahasan untuk menjadi undang-undang tak perlu makan waktu lama.
“Ini sangat konyol. Koruptor kok dibiarkan. Apalagi mau dibuat UU. Jika itu terjadi, akan banyak orang-orang Cina yang bebas menjarah uang kita. Jangan sampai ini terjadi,” ungkap Smit.
Apapun alasan pemerintah, kata Smit, yang namanya korupsi tetaplah korupsi. Maling tetaplah maling. “Koruptor adalah maling. Tidak boleh ada payung hukum yang menaunginya. Itu semua ulah Cina, ” urainya.
Sekedar diketahui, dana orang Indonesia yang diparkir di Singapura mencapai Rp 3 ribu-Rp 4 ribu trilun. Jika mereka memindahkan sekitar Rp 1.000 triliun ke Indonesia, maka pemerintah bisa mendapat pemasukan langsung sekitar 10 persen atau Rp 100 triliun.
Selama ini Indonesia sudah dua kali gagal menerapkan tax amnesty atau pengampunan pajak. Yaitu, pada 1964 dan 1984. Kegagalan itu disebabkan pemerintah hanya menghapus utang pajak bagi wajib pajak yang sukarela melaporkan kekayaan sebenarnya, termasuk aset di luar negeri.
“Indonesia dua kali gagal jalankan tax amnesty lantaran dianggap tak menarik. Itu benar dan memang tidak menarik. Jadi, saya ingatkan kepada pribumi yang duduk sebagai legislatif untuk tidak menyetujui draf tersebut. Sebab hal itu justru akan melegalkan korupsi di Indonesia.
Jangan biarkan orang-orang Cina menjajah kita. Ingat akan masa depan anak cucu kita,” pungkasnya. (SI)