Pertunjukkan boneka kuno di Jepang bernama Bunraku sangat berbeda dengan pertunjukkan boneka negara-negara lain Karena keunikannya, satu tokoh boneka bisa dimainkan oleh 3 orang dalang sekaligus.
Dalang pertama biasanya menggerakan kepala dan lengan kanan, sedangkan dalang kedua menggerakkan lengan kiri, dan dalang ketiga menggerakan kaki boneka.
Untuk menyamarkan panggung agar tidak terkesan penuh, dalang kedua dan ketiga biasanya mengenakan pakaian serba hitam plus kerudung hitam untuk menutup kepala, meski kadang kerudung tersebut dibuka di pertengahan pertunjukkan bila penonton sudah hanyut dalam cerita.
Bunraku ditemukan pertama kali di Osaka pada tahun 1684, sama tuanya dengan pertunjukkan Kabuki dan Noh. Sama seperti Kabuki, saat itu hanya kalangan aristokrat saja yang boleh mempelajari bunraku. Barulah pada abad ke-17 bunraku mulai dipopulerkan ke kalangan rakyat setelah Chikamatsu Monzaemon (1653-1724).
Hingga sekarang tema yang sering diangkat dalam cerita biasanya seputar konflik sosial dan perasaan manusia. Nah, cerita berikut mirip pertunjukan Bonkena Jepang Bunraku.. monggo simak..(codeLab)
Pada awalnya, Kasebul (Katolik Sebulan) didirikan untuk memerangi komunisme. Setelah komunisme (PKI) lenyap, tujuan Kasebul beralih melawan dominasi Islam. Pater Beek, seorang rohoniawan Jesuit kelahiran Belanda, melihat bahwa setelah komunis tumpas ada lesser evil (setan kecil), yaitu: Islam.
Untuk menghancurkan setan kecil tersebut, Pater Beek menganjurkan kaum fundamentalis Katolik dalam Kasebul bekersama sama dengan Angkatan Darat.
Selain itu, guna menghadapi ancaman Islam perlu dibentuk lembaga pemikir yang bisa mempengaruhi kebijakan pemerintah. Maka kemudian dibentuklah CSIS.
Pater Beek mempunyai pemikiran sebagaimana diungkapkan Ricard Tanter:
“Visi (Pater) Beek pibadi atas peran Gereja, Gereja harus berperan dalam mengatur negara kemudian mengalokasikan orang-orang yang tepat untuk bekerja di dalam dan melalui negara".
Atas visi tersebut maka tugas dibebankan pada CSIS. Lembaga ini menurut Daniel Dhakidae merupakan penggabungan antara politisi dan cendekiawan Katolik dengan Angkatan Darat. Lembaga inilah yang kemudian memasok dan menjaga agar Orde Baru menerapkan negara organik versi gereja pra konsili Vatikan II.
Siapa sosok yang berperan dalam pendirian CSIS? Sosok tersebut adalah Ali Moertopo. Selama ini dikenal sebagai kepercayaan Soeharto, tapi kedekatannya dengan Pater Beek belum banyak terungkap Ali pertamakali bekerjasama dengan Pater Beek dalam operasi pembebasan Irian Barat.
Letnan Jenderal (Purn.) Ali Moertopo, lahir di Blora, Jawa Tengah, 23 September 1924, Perwira Intelijen dan Menteri Penerangan 1978-1983 meninggal di Jakarta, 15 Mei 1984 pada umur 59 tahun. (CL)
Berdasarkan catatan Ken Comboy, saat itu tugas Ali sebagai perwira intelijen. Pada saat yang bersamaan, Pater Beek juga berada di Irian Barat.
Ia menyamar sebagai guru. Tugas sebenarnya dari Pater Beek adalah menjaga agar proses pembebasan Irian Barat tetap menguntungkan kepentingan Amerika. Tugas ini berhasil. Sebagaimana kita ketahui, sampai saat ini Freeport masih menguasai tambang emas di Papua.
Setelah CSIS berhasil dibentuk oleh Ali Moertopo, tugas pelaksana harian diserahkan pada 3 kader Kasebul: Jusuf dan Sofian Wanandi serta Harry Tjan Silalahi.
Menurut Mujiburrahman, Jusuf dan Sofian Wanandi merupakan kader utama Kasebul yang di didik Pater Beek. Sewaktu mahasiswa dan pergolakan politik tahun 1965, keduanya menjadi bagian penting dari PMKRI (Pergerakan Mahasiswa Katolik Indonesia).
Sedangkan Harry Tjan Silalahi kader Kasebul yang ditempatkan di Partai Katolik sebagai sekretaris jenderal. Tiga orang inilah yang hingga sekarang menahkodai CSIS. Lewat lembaga inilah kebijakan anti Islam dijalankan.
Pater Beek memang piawai dalam usaha menghancurkan Islam. Ia tidak hanya memakai orang Katolik seperti Jusuf Wanandi dan Harry Tjan untuk melakukannya, tapi juga memakai orang Islam sendiri.
Ali Moertopo, misalnya, ia tumbuh dari keluarga santri, tetapi lewat CSIS dan Operasi Khususnya justru mengobok-obok Islam. Sebut nama lain seperti Daoed Joesoef. Ia seorang muslim asal Sumatera Timur, tapi berhasil digunakan oleh Pater Beek untuk membuat kebijakan yang merugikan umat Islam.
Sewaktu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, ia melarang sekolah libur pada hari Ramadhan dan siswi yang beragama Islam dilarang menggunakan jilbab.
Bahkan tidak hanya itu. Kader Pater Beek dalam Kasebul juga dilatih menyusup dengan pindah agama menjadi Islam. Sebut saja Ajianto Dwi Nugroho. Sewaktu masih mahasiswa di Fisipol UGM ia berpacaran dengan mahasiswa IKIP Yogyakarta (sekarang UNY) yang berjilbab.
Sekarang Ajianto menikah dengan janda beranak satu yang beragama Islam. Dan, Ajianto saat ini mempunyai KTP yang mencantumkan agamanya adalah Islam. Ajianto merupakan kader Kasebul generasi baru yang masuk dalam lingkaran jasmev pada era Pilkada DKI untuk memenangkan Jokowi.
Sudah banyak diketahui, James Riyadi telah mendukung Jokowi sejak awal. Selain dikenal sebagai pengusaha papan atas, ia adalah pemeluk fundamentalis Kristen. Ia dikenal sebagai pemeluk Kristen Evangelis.
Di Amerika, aliran ini dikenal radikal dan fundamentalis. Salah satu pengikutnya adalah adalah keluarga Bush. Sikap anti Islamnya sudah mendarah daging. Ketika menjadi presiden, George W. Bush memerintahkan pasukannya untuk membantai ratusan ribu umat Islam di Afghanistan dan Irak. Inilah yang dianggap sebagai ancaman oleh fundementalis Katolik dalam lingkaran CSIS.
Apalagi James Riyadi secara atraktif lewat familinya, Taher, mendatangkan Bill Gates ke Indonesia dengan tujuan agar seolah-olah Jokowi mendapatkan dukungan dari pengusaha papan atas Amerika Serikat.
Sudah menjadi rahasia umum, walaupun sama-sama memusuhi Islam, antara fundamentalis Katolik dan fundamentalis Kristen terjadi permusuhan yang sengit [pandangan mereka yang Islamphobia tentu saja tak mewakili pandangan mayoritas umat Nasrani di Indonesia yang sebagian besar menghargai toleransi].
Melihat manuver James Riyadi yang sudah dianggap kelewatan, maka turun tangalah Jacob mewakili lingkaran CSIS. Rupanya James melupakan bahwa ada dua jaringan di Indonesia yang mempunyai hubungan kuat dengan Amerika Serikat: CSIS dan PSI (Partai Sosialis Indonesia).
Jaringan CSIS pun unjuk taring.
Tidak tangung-tangung mereka mengumpulkan duta besar dari negara berpengaruh antara lain: Amerika Serikat, China dan Vatikan.
Begitu kuatnya pengaruh CSIS sampai-sampai duta-duta besar tersebut mau berkumpul di rumah Jacob yang tidak dikenal sebelumnya. Saking berpengaruhnya pula, Megawati, seorang mantan Presiden RI, bersedia mengikuti skenario CSIS.
Di sinilah perang di antara cukong-cukong pendukung Jokowi antara faksi James Riyadi (Kristen) dengan faksi Jacob/CSIS/kasebul (Katolik) mulai ditabuh.
Mereka semua melihat bahwa Jokowi akan menang Pilpres sehingga masing-masing perlu menanamkan pengaruh sejak awal.
Manuver CSIS lewat Jacob Soetoyo ini tentu membuat resah kubu James Riyadi. Pasca pertemuan tersebut media dalam kendali James Riyadi mulai mengungkit-ungkit peranan CSIS sebagai lembaga yang pada era Soeharto ikut mengebiri PDI.
Megawati diingatkan tentang fakta itu. Tujuan akhirnya tentu saja agar Mega dan Jokowi menjauh dari CSIS sehingga James Riyadi bisa dominan lagi.
Tapi jangan sampai dilupakan bahwa kubu CSIS/Jusuf Wanandi mempunyai koran The Jakarta Post, sebuah koran berbahasa Inggris yang cukup berwibawa, yang bisa melakukan serangan balik.
Kita tahu sendiri, sekali memberitakan bahwa Puan mengusir Jokowi dari rumah Megawati, peta politik di internal PDIP berubah dratis. Puan tiba-tiba hilang, Megawati seperti tak memikirkan lagi koalisi, dan Jokowi seperti anak kehilangan induk, ke sana-kemari mencari teman koalisi.
Tapi, jangan dilupakan faksi Partai Sosialis Indonesia (PSI). Partai yang didirikan Sutan Sjahrir pada era Seokarno ini memang sudah tak ada, tapi kadernya sampai saat ini masih bergentanyangan.
Tokoh-tokoh PSI seperti Goenawan Mohamad terang-terangan sudah mendukung Jokowi.
Ia menggunakan jaringan-jaringan yang dimilikinya seperti Jaringan Islam Liberal (JIL),
Tempo grup sampai orang-orang Kiri yang berhasil dikadernya seperti Coen Husein Pontoh dan Margiyono dulu anggota PRD yang kemudian murtad dengan mendirikan Perhimpunan Demokratik Sosialis (PDS)
PDS ini pendiriannya tidak bisa dilepaskan dari sosok Goenawan Mohamad; pendeklarasian organisasi ini dilakukan di Teater Utan Kayu (TUK) yang sekarang melakukan manipulasi-manipulasi terhadap ajaran Marxisme agar bisa dijadikan dalih untuk mendukung Jokowi. Semua itu satu komando untuk mendukung Jokowi.
Selain Goenawan, ada faksi PSI yang dikomandoi oleh Jakob Oetama dengan kelompok Kompas-nya. Mereka mempunyai media nasional yang sudah sejak lama telah menggoreng Jokowi lewat pemberitaan-pemberitaannya. Sebagai sesama Katolik, Kompas grup tentu bisa bekerjasama dengan kubu CSIS.
Mereka sama-sama pernah dididik oleh Pater Beek. Bahu membahu antara keduanya tentu saja akan menghasilkan kekuatan yang besar dengan jaringan media yang sudah mengakar kuat.
Dari lingkaran PSI lainnya ada Yamin. Ia salah satu yang membidani kelahiran Seknas Jokowi. Sewaktu mahasiswa pada tahun 80-an, ia aktif di kelompok kiri Rode yang berada di Yogyakarta. Ia dekat dekat dengan tokoh PSI Yogyakarta, Imam Yudhotomo.
Yamin disokong aktivis kiri era 80-an, Hilmar Farid. Ia dulu pernah terlibat dalam masa-masa pembentukan PRD.
Mantan istrinya, Gusti Agung Putri Astrid, merupakan kader Kasebul yang banyak terlibat dengan aksi-aksi sosial pada era 90-an; ia sekarang menjadi kader PDIP dari dapil Bali.
Peran Hilmar adalah sebagai perumus strategi yang perlu diambil Seknas Jokowi menghadapi Pilpres.
Faksi PSI lainnya ada Fajroel Rachman. Ia dulu dikenal sebagai aktivis mahasiswa ITB. Ia dekat dengan tokoh PSI zaman Orde Lama, Soebadio Sastrosastomo.
Kelompok Fajroel ini sebetulnya yang paling lemah karena tidak mempunyai koneksi apa-apa. Makanya ia hanya bergerak di media sosial saja dengan mengandalkan jumlah follower di akun twitternya.
Di antara faksi-faksi PSI tersebut, yang mempunyai hubungan kuat dengan Amerika Serikat adalah faksi Goenawan Mohamad. Sebagaimana ditulis oleh Wijaya Herlambang, Goenawan adalah agen CIA yang sudah dipekerjakan sejak akhir era Soekarno.
Begitu kuatnya hubungan Goenawan dengan Amerika bisa dilihat ketika ia kalah dalam sengketa dengan pengusaha Tomy Winata, Dubes AS turun langsung untuk “mendamaikan” kasus tersebut agar tidak berlarut-larut.
Goenawan pula yang dulu ikut memuluskan langkah Boediono menjadi wakil presiden. Sebetulnya ia ingin mendorong Sri Mulyani maju, tapi partai SRI tidak lolos.
Goenawan dan Sri Mulyani memang dekat. Ketika Sri Mulyani diserang Ical dalam kasus Bank Century sampai akhirnya ia mundur sebagai Menkeu, Goenawan amat marah sampai-sampai mengembalikan Bakrie Award yang pernah diterimanya.
Silahkan mengobrak-abrik semua analisa politik, tetap saja penyokong utama Jokowi ada tiga itu:
Fundamentalis Katolik (CSIS/Kasebul),
Fundamentalis Kristen (James Riyadi dkk), dan
Faksi PSI (Goenawan Mohamad dkk).
Penulis M. Sembodo
Nah, mengapa mereka turun bersama-sama mendukung Jokowi?
Catatan Code Lab:
Josephus Beek lahir 12 Maret 1917 di Amsterdam. Tahun 1935, ia bergabung dengan Ordo Yesuit Belanda di Mariƫndaal, Grave. Ia menjadi novis di Jawa Tengah antara 1931 dan 1939.
Ditahbiskan menjadi pastur pada tahun 1948 dan ditugaskan ke Indonesia sejak 1956. Mula-mula ia aktif sebagai misionaris di Yogyakarta, kemudian pindah ke Jakarta.
Di tahun 70-an ia dinaturalisasi menjadi WNI. Pater Joop Beek mati 17 September 1983 di Jakarta dan dimakamkan di Giri Sonta, Jawa Tengah.