Pengabaian kewirausahaan dalam mainstream ekonomi modern

Pengabaian kewirausahaan dalam mainstream ekonomi modern

Dalam era persaingan yang semakin ketat dan mengglobal, kebutuhan akan tingginya tingkat aktivitas kewirausahaan produktif sangat esensial

Kewirausahaan adalah tentang masa depan. Bukan masa depan yang sudah diprediksi, masa depan yang hampir tidak terbayangkan hari ini dan hanya dapat diketahui dari kreativitas dan penciptaan esok hari.

Dalam era persaingan yang semakin ketat dan mengglobal, kebutuhan akan tingginya tingkat aktivitas kewirausahaan produktif sangat esensial, karena jika terus berkembang rente ekonomi, maka ekonomi akan rusak dan kalah dalam bersaing.

Oleh karena itu dengan fokus pada penelitian yang menggunakan variabel-variabel aktivitas kewirausahaan melalui eksplorasi kegiatan-kegiatan inovasi, maka kontribusinya pada pertumbuhan ekonomi nasional sangat besar.

Silahkan baca banyaknya pengangguran terdidik yang merayapi negeri

Makin banyak entrepreneur, sejatinya semakin makmur suatu negara. Ilmuwan dari Amerika Serikat (AS) David McClelland pernah menjelaskan bahwa suatu negara disebut makmur jika minimal mempunyai jumlah wirausahawan minimal dua persen dari jumlah penduduk di negara tersebut.

Menurut Ir Antonius Tanan, Direktur Human Resources Development (HRD) Ciputra Group yang juga menangani Ciputra Entrepreneurship School (CES), bahwa pada 2007 lalu AS memiliki 11,5 persen wirausahawan, Singapura memunyai 7,2 persen, sedangkan Indonesia hanya memiliki 0,18 persen jumlah wirausahawan.

“Negara kita terlalu banyak memiliki perguruan tinggi dan terlalu banyak menghasilkan sarjana, tetapi sayangnya tidak diimbangi dengan banyaknya lapangan kerja, akhirnya kita hanya banyak melahirkan pengangguran terdidik” tandas Antonius.

Lulusan universitas dan diploma makin banyak yang menganggur.
Data tenaga kerja yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) per Februari 2015 dari dua strata pendidikan tersebut mengalami peningkatan dibanding setahun sebelumnya.

Entrepreneur yang handal


Dalam urusan berbisnis, khususnya perdagangan, orang China diakui keahliannya. Sejak zaman kekaisaran, perekonomian bangsa Cina digerakkan oleh perdagangan. Para saudagar menjalin kerjasama perdagangan mulai dari kawasan Asia hingga ke Eropa.

Orang Cina senantiasa berpandangan jauh ke depan, dan tidak membiarkan keadaan menjadi statis. Artinya, jika ayahnya dahulu berjualan air keliling, maka anaknya berupaya untuk menjadi pengusaha air kemasan.

Dalam falsafah bisnis orang Cina, "pedagang yang jatuh akan merasa sakit, tetapi rasa sakit itulah yang membuatnya bangkit kembali". Kegagalan yang dialami dalam perdagangan harus diambil hikmahnya.

Keuntungan yang diperoleh pada awal memulai bisnis tidak boleh dibelanjakan untuk keperluan lain. Keuntungan tersebut harus digunakan untuk menambah modal kerja dan melakukan investasi.

Pedagang Cina memiliki daya tahan dan semangat juang yang tinggi. Mereka tidak mudah takluk pada keadaan, tetapi berusaha membuat keadaan tunduk pada kehendak mereka.

Bersambung...
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda