Kira-kira kalau orang sudah tiga kali ketahuan berbohong bisa tidak kita cap dia sebagai pembohong? Saya kira sudah sangat cukup berdasar mencap Ahok sebagai Tukang Bohong dari beberapa peristiwa dibawah ini.
Ketika Ahok menuduh ada Anggaran Siluman di DPRD DKI yang mencantumkan Pembelian UPS bernilai milyaran rupiah Ahok juga sempat menuduh (berbohong) bahwa Jokowi sebagai Gubernur DKI yang menanda-tangani RAPBD Perubahan Pemprov DKI tahun 2014.
Dalam APBD Perubahan yang kontroversial itu didalamnya ada Anggaran Pembelian UPS dan Anggaran Pembelian Sumber Waras. Ahok mengatakan ke public bahwa Jokowi yang menanda-tangani RAPBD tersebut sehingga dia tidak tahu menahu dan menuding ada Anggaran Siluman didalamnya.
Tetapi ketika ditunjukan naskah RAPBD tersebut di Pengadilan Tipikor yang mengadili Alex Usman barulah Ahok mengakui bahwa dirinyalah yang menanda-tangani RAPBD Siluman tersebut. Istilah Siluman sendiri berasal dari Ahok. Ahok sendiri yang menanda-tangani Anggaran Siluman yang diteriakkan Ahok terhadap DPRD DKI.
Kebohongan kedua yang terang-terangan di ketahui Publik adalah Sumber Waras. Ahok berbohong tentang Apa Tujuan Pemprov DKI membangun RS Kanker di Lahan Sumber Waras yang bermasalah tersebut.
Pernyataan pertama dari Ahok untuk tujuan pembangunan RS Kanker adalah karena pasien Kanker di RS Dharmais dan RS Harapan Kita sudah membludak dan tak tertampung.
Kemudian Ahok meralat bahwa alasan dirinya membangun RS Kanker tersebut karena ada Demo beberapa kali yang dilakukan para Pegawai RS Sumber Waras yang mengadu bahwa mereka akan dipecat dari RS tersebut dan RS tersebut akan dibangun sebuah Mall.
Pernyataan kedua dari Ahok ini sebenarnya hanya untuk menutupi isu yang santer terdengar bahwa dirinya sedang menekan Pihak Sumber Waras agar menjual lahannya kepada Pemprov DKI. Lahan itu sebenarnya sudah dibeli/dipanjar Rp. 50 milyar oleh PT. Ciputra Karya utama dan Ahok ternyata malah mengancam PT.CKU bahwa dirinya tidak akan mengeluarkan Izin Mall di lahan tersebut.
Diluar dari pernyataan pertama dan kedua yang tidak sinkron sebenarnya Publik sudah tahu latar belakang didirikannya RS Kanker itu berkaitan dengan Posisi Veronica Tan (istri Ahok) yang menjadi Ketua yayasan Kanker DKI yang pernah mewacanakan membuat Pusat Pengobatan Kanker.
Faktanya juga bahwa pembangunan RS Kanker di lahan Sumber Waras tidak pernah masuk program Bappeda DKI selama bertahun-tahun sebelumnya. Rencana pembangunan baru dicetuskan Ahok sewaktu baru saja menjabat sebagai Plt Gubernur pada Mei 2014 dan memaksa Ketua Bappeda DKI segera mengusulkan anggarannya di RAPBD Perubahan 2014.
Kebohongan Ahok dalam Sumber Waras juga terjadi dalam Deal Transaksi dengan Sumber Waras. Ahok sudah melakukan Perjanjian Jual Beli dibawah tangan dengan Pihak Sumber Waras pada bulan Juli 2014.
Pada saat itu NJOP Lahan tersebut untuk tahun 2014 belum dikeluarkan Dinas Pelayanan Pajak. NJOP yang seharusnya dipakai adalah NJOP yang sedang berlaku yaitu NJOP tahun 2013 sebesar Rp. 12.195.000/M2.
Karena transaksi Ahok Rp.20 Juta/M2 maka Ahok meminta Dinas Pelayanan Pajak menaikkan harga NJOP pada bulan Desember 2014 menjadi Rp.20.775.000/ M2. Pernahkan anda mendengar diwilayah lain di Indonesia ada sebuah kenaikan NJOP sampai mencapai 80% dari tahun sebelumnya? Inilah kebohongan yang nyata dari seorang Ahok.
Dan kebohongan yang ketiga adalah soal Izin Prinsip yang dikeluarkan oleh Ahok kepada Agung Podomoro Grup. Ahok berdalih bahwa dirinya hanya memperpanjang Izin yang pernah diberikan Gubernur periode sebelumnya yaitu Fauzi Bowo.
Ini adalah Bohong Besar. Izin yang diberikan Fauzi Bowo adalah sebuah Surat Keputusan Gubernur yang berlaku sampai dengan bulan September 2013.
Pada saat itu Gubernur Jokowi sudah menolak permintaan Agung Podomoro untuk memperpanjang Izinnya. “Izin satu pulau Reklamasi sudah habis. Saya enggak perpanjang izinnya”, ujar Jokowi di sela-sela acara Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI. Kamis, 12 Desember 2013. Dengan demikian Izin tersebut sudah “Mati” dan bisa diperpanjang bila ada usulan baru baik dari Pemprov DKI ataupun dari DPRD DKI mengacu ketentuan UU yang baru.
Bukan Ahok namanya kalau tidak mencoba untuk ngeles. Ahok berdalih izin yang dikeluarkannya untuk PT.Wisesa (Agung Podomoro Grup) pada tanggal 23 Desember 2014 itu berdasarkan Keputusan Presiden No.52 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta (surat sama yang dipakai Fauzi Bowo pada saat itu).
Ahok pura-pura buta atau pura-pura bego bahwa selain Surat Keputusan Presiden Soeharto yang dikeluarkan tahun 1995 ada lagi Peraturan Presiden (Perpres) No.122 tahun 2012 dan Undang-undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Propinsi.
Ahok berdalih (menutupi kebohongannya) dengan menggunakan sebuah Surat Keputusan Presiden sementara ada Peraturan Presiden yang jauh lebih muda umurnya. Peraturan Presiden mengikat berlaku selamanya hingga dibatalkan oleh Peraturan Baru yang merubahanya, sementara sebuah Surat Keputusan itu memiliki Jangka Waktu Berlaku. Esensinya jauh berbeda dan kekuatan hukumnya juga berbeda.
Ahok berdalih hanya dengan sebuah Surat Keputusan Presiden pada tahun 1995 sementara sebagai Penyelenggara Negara dirinya harus tunduk pada Perpres tahun 2012 dan UU No.1 tahun 2014 yang mengatur bahwa Izin seperti Reklamasi tersebut bukanlah merupakan Wewenang seorang Gubernur melainkan wewenang dari Menteri Kelautan dan Perikanan.
Orang yang sudah sering berbohong umumnya tidak ragu untuk melakukan kebohongan-kebohongan berikutnya.
Penulis :Revan Sugito
Baca juga
Mengetahui cara kerja mafia pembobol uang rakyat melalui APBN atau APBD