Lunturnya budaya asli Jogja akibat pengaruh pendatang

Lunturnya budaya asli Jogja akibat pengaruh pendatang

Hilang sudah Jogjaku yang dulu, penduduknya yg ramah dan kotanya yang damai serta asri


Saat ini Jogja sudah menjadi bagian dari magnet tiga kota besar yaitu Jakarta, Jogja dan Bali. Pembangunan apartemen, hotel dan mall semakin liar dengan alasan kemajuan ekonomi.

Walikota pun tidak mencegah (konon istri walikota bergerak di bidang properti). Gurbernur ? mungkin tidak bersinggungan langsung, tapi keluarganya banyak mempunyai lahan yang disewakan untuk hotel dan apartemen.

JOGJA berubah ? JELAS...
JOGJA jadi banyak Perumahan dan Apartement ? PASTI...
JOGJA kehilangan pasar tradisional ? GAK SUWI NEH....
JOGJA kehilangan kebudayaannya ? Soon...

Orang Jogja sekarang rata-rata pendatang. dan oknum pendatang banyak memanfaatkan oknum penduduk asli, untuk mengambil keuntungan. karena warga Jogja kadang terlalu baik. sampai tak sadar jika mereka sedang di manfaatkan....

Lemahnya pengawasan dan kurangnya perhatian pada generasi muda, saiki cah smp wae gayane wes do rakaruan, seng wedok koyo kimcil, seng lanang koyo bandit. Ning gak kabeh, gur luwih okeh seng koyo kui. Bolos sekolah do minggat ning Kaliurang, ngentis.... pie gak bobrok ? semoga bukan anak-anak muda tersebut yang bakal jadi penerus kita...

Jogja kehilangan kebudayaanya ?
Event tradisonal sudah tak menarik bagi remaja Jogja...... lebih asyik yang dianggap moderen, Sexy Dancer, Night Club, Cinema xxi, Bilyard, Karoke, dll dari pada nonton wayang kulit, tari bedoyo, kirab sekaten, jatilan, ketoprak dan sejenisnya.

Padahal turis luar negeri datang ke Jogja mereka belajar budaya kita.....ckckckck tinggal tunggu waktu saja budaya Jogja bakalan rusak....


Akselerasi harga tanah di Jogjakarta yang sangat cepat lantaran ulah spekulan tanah. Banyak orang yang investasi tanah di wilayah ini. "Tanah enggak di apa-apakan, kalau harga naik, mereka jual. Harga tanah di DIY ya rusak akibat ulah spekulan," Saking mahalnya harga tanah, orang asli Jogjakarta sendiri kemungkinan besar tidak akan mampu beli rumah.

Hilang sudah jogjaku yang dulu, penduduknya yg ramah dan kotanya yang damai dan asri. Tatanan masyarakat yang mapan nan guyub sudah hilang, berubah menjadi masyarakat yang lebih matrealistis. rumah2 mewah yang mentereng banyak berdiri, jauh dari kearifan lokal masyarakat bahkan jauh melebihi keraton!!



Jogja Jogja Ora Didol
Halik Sandera, Direktur Eksekutif Walhi Yogyakarta kepada Mongabay Indonesia mengatakan, gerakan Jogja Ora Didol itu memang untuk mengkampanyekan terkait persoalan pembangunan yang masif dan mengancam lingkungan di Yogyakarta, dan mengancam masyarakatnya.

Menurutnya, saat ini proses kepemilikan lahan kepada pendatang akan berlahan-lahan mengusir penduduk asli Yogyakarta. Selain itu, makin maraknya pembangunan hotel, apartemen dan hunian yang dimiliki orang luar Yogyakarta dan keuntungannya hanya dinikmati oleh segelintir orang.


“Lambat laun orang Jogja bisa terpinggirkan dan terusir dari daerahnya sendiri. Seperti masyarakat Betawi yang sudah banyak keluar dari wilayahnya sendiri di Jakarta,” kata Halik.

Ia menambahkan, pembangunan di Jogja yang tidak memperhatikan lingkungan berdampak pada banyak hal. Pertama, saat terjadi pembangunan secara masif maka kemacetan tidak akan terhindari, maka polusi udara akan semakin tinggi.

Kedua, pembangunan hotel, apartemen dan perumahan yang masif dan menggunakan air tanah berdampak pada turunnya permukaan tanah. Ketiga, dampak pembangunan masif juga akan berdampak pada limbah yang dihasilkan.

Walaupun dikelola melalui Instalasi Pengelolaan Air Limbang (IPAL), namun jika dibuang dan mengalir ke sungai dengan jumlah yang banyak juga tetap berdampak pada baku mutu air.


Saat ini pembangunan hotel sangat sporadis. Rata-rata pembangunannya ada di bantaran sungai. Padahal wilayah sepadan sungai atau pinggir sungai masuk kawasan lindung dan dijaga kelestariannya.


Dampak pembangunan hotel yang masif sudah mulai muncul yakni hilangnya air sumur warga. Selain itu, ada warga satu RT yang telah menjual tanahnya untuk pembangunan hotel di dekat sepadan/pinggir Kali Code.


“Pemerintah Jogja harus tegas membuat kebijakan menghentikan pembangunan masif yang berdampak pada orang Jogja sendiri dan lingkungan sekitarnya,” pungkas Halik.

*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda