Batik sebagai Fesyen untuk menunjukan identitas bangsa

Batik sebagai Fesyen untuk menunjukan identitas bangsa

Batik mempunyai motif yang berbeda-beda, Perbedaan motif ini dikarenakan motif-motif itu memiliki makna


Mungkin diantara kita ada yang belum tahu sejarah batik walaupun kita sering memakai pakaian tersebut. Batik adalah sebuah warisan budaya Indonesia, yang telah dimiliki secara turun temurun dari nenek moyang kita.

Batik mempunyai motif yang berbeda-beda. Perbedaan motif ini dikarenakan motif-motif itu memiliki makna, makna ini dipengaruhi oleh ajaran Animisme, Dinamisme, Hindu dan Buddha. Misalnya batik jawa banyak berkembang di daerah Yogya, Solo dan sekitarnya.

Batik Nandhut
Kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, yang merupakan penggabungan dari "amba" yang berarti "menulis", dan "titik" yang berarti "titik".

Batik di Indonesia, mulai dikenal sejak abad XVII, ditulis dan dilukis di daun lontar. Saat itu motif batik kebanyakan masih berupa binatang ataupun tumbuhan. Namun seiring berjalannya waktu, corak lukis dari batik sudah merambah ke motif abstrak. Misalnya awan, relief candi, wayang, dan sebagainya.

 Bu Broto sedang membuat batik tulis
Seni pewarnaan kain dengan teknik perintang pewarnaan menggunakan malam adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola.

Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX.

Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.

MOTIF BATIK DAN FILOSOINYA

Kawung 


Motif ini konon diciptakan oleh salah satu Sultan Mataram. Motif ini diilhami oleh sebatang pohon aren yang buahnya kita kenal dengan kolang kaling. Motif ini dihubungkan dengan binatang kuwangwung. 

Pohon aren dari atas (ujung daun) sampai pada akarnya sangat berguna bagi kehidupan manusia, baik itu batang, daun, nira, dan buah. Hal tersebut mengisyaratkan agar manusia dapat berguna bagi siapa saja dalam kehidupannya, baik itu dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 

Makna lain yang terkandung dalam motif kawung ini adalah agar manusia yang memakai motif kawung ini dapat menjadi manusia yang ideal atau unggul serta menjadikan hidupnya menjadi bermakna. Motif kawung ini biasanya digunakan oleh kerabat kerajaan.

Ceplok 

Motif ini merupakan modifikasi dari motif kawung. Motif ini dihubungkan dengan kepercayaan orang Jawa, yang disebut kejawen. Dalam ajaran kejawen ada kekuasan yang mengatur alam semesta. Disini Raja dianggap sebagai penjelmaan para dewa. 

Raja ini dikelilingi oleh para pembantunya yaitu para bupati. Orang jawa memaknai ini sebagai “kiblat papat kelimo pancer”. Dewa atau Tuhan sebagai pusat yang mengatur segalanya. Arah timur mengartikan sumber tenaga kehidupan, karena arah dimana matahari terbit. 

Arah barat mengartikan sumber tenaga yang berkurang, karena tempat tenggelamnya matahari. Arah selatan mengartikan puncak segalanya, dihubungkan dengan zenith. Arah utara sebagai arah kematian.

Parang Rusak

Motif ini hanya digunakan oleh para bangsawan pada masa dahulu untuk upacara-upacara kenegaraan. Motif ini sampai sekarang masih tetap terjaga. 

Parang Rusak mempunyai arti perang atau menyingkirkan segala yang rusak, atau melawan segala macam godaan. 

Motif ini mengajarkan agar manusia mempunyai watak dan perilaku yang berbudi luhur sehingga dapat mengendalikan segala godaan dan nafsu.

Truntum 

Motif ini diciptakan oleh Kanjeng Ratu Kencana (Permaisuri Sunan Paku Buwana III) bermakna cinta yang tumbuh kembali. 

Beliau menciptakan motif ini sebagai simbol cinta yang tulus tanpa syarat, abadi, dan semakin lama semakin terasa subur berkembang (tumaruntum). 

Karena maknanya, kain bermotif truntum biasa dipakai oleh orang tua pengantin pada hari penikahan. Harapannya adalah agar cinta kasih yang tumaruntum ini akan menghinggapi kedua mempelai. 

Kadang dimaknai pula bahwa orang tua berkewajiban untuk “menuntun” kedua mempelai untuk memasuki kehidupan baru.

Seiring berkembangnya waktu batik tidak lagi digunakan hanya dipakai pada upacara-upacara formal, namun sudah merupakan mode yang banyak di senangi oleh kalangan tua maupun muda, selain sebagai fesyen batik juga untuk menunjukan identitas bangsa. Oyin Ayashi
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda