Ironi sebuah lembaga anti rasuah harus mengikuti pesanan penguasa

Ironi sebuah lembaga anti rasuah harus mengikuti pesanan penguasa

Hilangnya keterangan Ahok, Aguan dan Sunny pada persidangan Ariesman Widjaja mengingatkan bagaimana sering hilangnya sosok sosok pengatur kasus yang ditangani KPK


Bicara mengenai hilangnya keterangan Ahok, Aguan dan Sunny pada persidangan mantan Presiden Direktur Agung Podomoro Ariesman Widjaja seolah mengingatkan kita bagaimana sering hilangnya sosok sosok pengatur kasus yang ditangani KPK

Tengoklah Elda Devianne Adiningrat sang pelapor serta pemegang kunci kasus suap sapi impor di departemen pertanian

Lalu Anggoro Widjoyo sang pengatur serta kunci di kasus departemen kehutanan

Belum lagi sosok seperti Ahmad Fathonah yang dikabarkan
dikembalikan kepada penjara federal Australia

Entah diibaratkan tugasnya sudah selesai, maka orang tersebut akhirnya di‘selamatkan’ atas jasanya mengungkapkan untuk menghubung-hubungkan dan mecari bukti membuktikan

Banyak sosok seperti Elda dan Anggoro; menjadikan kasus menjadi bombastis serta untuk menjerat nama nama yang menjadi target dari KPK dengan dasar keterangan yang hubung menghubungkan, kait mengkaitkan serta bukti membuktikan

Semua hilang tanpa bekas alias hilang seiring kasusnya selesai ditelan waktu; istilahnya dibutuhkan pada waktunya saja, dan dikembalikan pada posisinya tanpa diketahui publik

Dan sekarang, kasus proyek reklamasi, KPK hanya butuh keterangan Ahok, Aguan dan Sunny untuk sekedar festivalisasi di media nasional; bahwa KPK sudah memanggil dan mengkaitkan walau hasilnya publik sendiri tidak mengetahuinya

Itulah ironi sebuah lembaga anti rasuah seperti KPK yang harus mengikuti alur dan pesanan yang ada demi terbangunnya opini-opini (pp)
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda