Kinerja Gubernur Basuki Tjahaja Purnama membangun Jakarta dipertanyakan. Ahok sapaan akrab Basuki dinilai gagal dalam semua aspek.
Demikian disampaikan Ketua Forum Pemerhati Pilkada Jakarta, Agusta Surya Buana, dalam diskusi “Siapa Bisa Lawan Ahok: Menjadikan Pilkada Jakarta Berkualitas” di Coffee Lasser, Kebayoran Lama, Jakarta, Senin (18/7).
“Saya dari awal heran, Ahok berhasil di bidang apa sih?. Terhadap persoalan yang oleh warga dianggap sangat penting diselesaikan, berhasil gak dia?,” ujar dia.
Kegagalan Ahok dapat dilihat dari kemacetan Jakarta yang justru kian parah. Ancaman banjir juga kesenjangan ekonomi juga kian menghimpit warga DKI.
“Apa kerja Ahok, dimana keberhasilannya dalam menyediakan transportasi publik yang nyaman dan tepat waktu?” ungkapnya lagi.
Oleh sebab itu, menurut dia, maka wajar jika sejumlah lembaga survei menyebut tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Ahok rendah.
“Kemacetan tambah parah masa mau dinilai berhasil, kan aneh,” tandasnya.
Ia menampilkan tren kepuasan terhadap kinerja Ahok berdasarkan sejumlah hasil survey secara periodik. Dari hasil analisisnya, tren tersebut menurun sampai terakhir di angka 40 persen.
Di Bulan Maret, survei Konsultan Citra Indonesia atau LSI (LSI-Network) menyebut tingkat kepuasan terhadap Ahok 77,6 persen, sedangkan Charta Politica menyebut 82,8 persen.
Sebulan kemudian, kepuasan terhadap Ahok menurun. Survei Populi Center menyebut hanya 73,7 persen dan Kedai Kopi 68,5 persen.
Sementara, pada Bulan Mei, hasil survei Media Survei Nasional (Median), Lembaga Survei Konsep Indonesia, dan Lembaga Survei Politik Indonesia (LSPI) menyebut tingkat kepuasan terhdap Ahok kembali terjun bebas.
Berdasarkan survei Median, kepuasan publik terhadap Ahok hanya 45,2 persen, Konsepindo 49,4 persen dan LSPI 40,7 persen,” pungkasnya.
Dihubungi terpisah Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar), Sugiyanto Emik menyampaikan hal senada. Menurut dia kinerja pemerintahan DKI Jakarta dibawah kepemimpinan Ahok sangat buruk, dibuktikan dengan hasil penilaian BPK, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Sudah tiga kali, sejak tahun 2013, Pemprov DKI mendapatkan opini (WDP) Wajar Dengan Pengecualian dari BPK. Dalam catatan Kemendagri, penyerapan anggaran di DKI sangat rendah.
Hasil evaluasi penggunaan anggaran daerah pada Semester I 2015, persentase serapan anggaran hanya 22,86 persen dari total Rp 69,2 triliun. Mengutip penjelasan Mendagri Tjahjo Kumolo, Sugiyanto menyebut penyerapan anggaran terparah di Indonesia terjadi di DKI.
Adapun KemenPAN-RB memberikan nilai C terhadap kinerja Pemprov DKI Jakarta. Selama periode 2015, kinerja DKI berada di peringkat ke-18 dari 34 provinsi di Indonesia.
“Pembangunan di Jakarta dan dianggap bagus bukan kinerja Ahok, tetapi hasil CSR perusahaan swasta. Perombakan kawasan Kali Jodo dan pemberian perlengkapan unit hunian rusunawa, misalnya, itu menggunakan CSR,” papar Sgy, demikian Sugiyanto bisa disapa.
Bukti lainnya, Ahok gagal mewujudkan good dan clean government. Banyak APBD yang dikorupsi, dan bahkan Ahok sendiri diduga kuat terlibat di dalamnya. Kasus yang banyak disorot antara lain pembelian lahan RS Sumber Waras seharga Rp 756 miliar dan lahan di Cengkareng Barat senilai Rp 668 miliar.
“Masalahnya, Ahok bisa menampilkan hal sebaliknya. Dia buru melaporkan anak buahnya sendiri di awal-awal kasusnya muncul. Padahal harusnya dia yang bertanggungjawab. Di kasus Cengkareng misalnya, lahan dibeli atas disposisi Ahok dan pembayaran dilakukan dengan menggunakan dana APBD Pergub yang teken Ahok. Tapi Ahok lari dari tangggung jawab,” demikian Sgy. (akt)