Nota keberatan atau eksepsi yang diajukan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada petahana Calon Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok disayangkan sejumlah pihak.
Pasalnya, eksepsi itu justru terlihat sebagai corong untuk mencari simpati publik dan cenderung sebagai alat kampanye. "Eksepsi digunakan sebagai corong untuk mencari simpati publik dan cenderung bisa ditafsirkan sebagai alat kampanye," kata Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hajar kepada Okezone, Rabu (14/12/2016).
Fickar menjelaskan, eksepsi itu seharusnya berbentuk keberatan segi formal dari dakwaan JPU. "Umpamanya kejadian tidak jelas, tempat, dan waktu kejadian tidak jelas atau apakah kedaluwarsa atau tidak. Belum masuk ke pokok perkaranya," tuturnya.
Tetapi, lanjut Fickar, yang terjadi justru Ahok dan penasehat hukumnya sudah masuk ke pokok perkara terkait pembuktian melakukan tindak pidana atau tidak dalam eksepsi tadi. (okz)
Pakar Hukum Tuding Pengacara Ahok Lecehkan Pengadilan
Penasehat hukum terdakwa kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menyatakan bahwa persidangan yang dipaksakan dianggap sebagai bentuk pelecehan. Hal tersebut dikatakan oleh pakar Hukum dari Universitas Al Azhar, Suparji.
“Sikap yang tidak profesional dan proporsional yang dilakukan oleh penasehat hukum Ahok adalah, mereka menganggap bahwa persidangan tersebut merupakan persidangan dipaksakan dan persidangan massa masuk dalam kualifikasi pelecehan terhadap pengadilan,” katanya saat menghadiri diskusi RedBons, di Gedung iNews, Jalan Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat. Selasa (13/12/2016) (okz)