PT Pertamina (Persero) menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) umum jenis Pertamax dan Pertamax Plus hingga Rp 250 per liter. Kenaikan ini untuk menyesuaikan harga minyak mentah dunia.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro, mengatakan, penetapan harga BBM umum jenis Pertamax, Pertamax Plus, dan Pertamina Dex merupakan kebijakan korporasi Pertamina setelah melakukan evaluasi secara berkala.
"Perubahan harga terhitung mulai pukul 00.00 WIB tanggal 16 November 2016," kata Wianda dalam siaran pers yang diterima Republika, Rabu (16/11).
Ia menerangkan, harga Pertamax mengalami kenaikan Rp 100 per liter di provinsi Sumatra Utara dan Bengkulu. Sementara di DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali, naik Rp 150 per liter. Di Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat, Pertamax naik Rp 250 per liter.
"Pertamax Plus naik Rp 50 per liter di wilayah DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. Sedangkan di Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat naik Rp 150 per liter," katanya menambahkan.
Dengan kenaikan tersebut, perubahan harga Pertamax di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan sekitarnya yang sebelumnya dibanderol Rp 7.350 per liter, naik menjadi Rp7.600 per liter. Sedangkan Pertamax Plus dari semula Rp 8.250 per liter menjadi Rp 8.400 per liter.
"Kami sangat mengapresiasi konsumen BBK Pertamina yang sampai dengan Triwulan III konsumsinya melonjak hingga 400 persen yang menunjukkan masyarakat konsumen semakin memliki kesadaran akan kesesuaian spesifikasi bahan bakar dengan kendaraannya dan didukung oleh ketersediaan produk Pertamina yang semakin meluas," ujar Wianda.
Dia mengatakan, BBM jenis baru, seperti Pertalite, sangat diminati konsumen. Kata dia, rata-rata penjualan harian Pertalite tumbuh 611 persen pada September dibandingkan Januari 2016. Pertumbuhan signifikan penjualan rata-rata harian juga terjadi pada Dexlite. Pada April 2016, penjualan Dexlite tercatat 47 KL per hari. Kemudian naik 635 KL per hari pada September 2016. "Sebagai bentuk apreasiasi terhadap konsumen Pertamina memutuskan harga BBM jenis baru tersebut tidak dilakukan perubahan," ujarnya.
Biosolar
Pertamina bergerak cepat merespons permasalahan kontaminasi air pada Biosolar di sejumlah SPBU di wilayah terminal BBM Plumpang. Wianda mengatakan, Pertamina langsung mengambil tindakan setelah mendapat laporan dari lapangan.
Pertama, kata dia, Pertamina bekerja sama dengan SPBU terdampak untuk menguras tangki penyimpanan Biosolar yang terkontaminasi. "Seperti SPBU di wilayah Cilincing, Depok, dan juga Tangerang," ujarnya di kantor pusat Pertamina, Jakarta, Rabu.
Pertamina juga sudah melaporkan ke Direktorat Jendral Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM sebagai regulator yang memiliki kewenangan mengatur Biosolar. Ia menegaskan, permasalahan sudah selesai pada Sabtu (12/11), setelah ditemukannya laporan pada Jumat (11/11).
"Kami sudah lakukan pengurasan di tangki-tangki BBM. kemudian kita lakukan pergantian, bahkan saringan BBM juga kita ganti, semua biaya ditanggung bersama SPBU dengan pertamina," ujarnya.
Ia mengimbau masyarakat yang mengalami gangguan mesin kendaraan usai mengisi Biosolar yang bermasalah tersebut segera melapor ke SPBU tempat pengisian. Masih ada empat SPBU yang disegel aparat kepolisian.
"Tapi hanya dispenser Biosolar yang diberi garis polisi, untuk BBM lain tetap normal," ujarnya.
Semua mobil tangki yang mengangkut Biosolar tersebut pun telah dikirim kembali ke terminal BBM Plumpang. Isinya dikuras dan dilokalisasi di satu tempat penampung untuk diselidiki polisi.
Sedangkan SPBU yang telanjur menerima kiriman dari mobil tangki, akan dilakukan pemeriksaan dan dikuras habis. "Kita isi kembali hanya dengan solar murni. Jadi sama sekali tidak ada Biosolar yang kita distribusikan ke terminal BBM Plumpang," katanya. rep: Frederikus Bata, ed: Satria Kartika Yudha (republika)