Slogan Jokowi yang ingin menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), masih jauh dari kenyataan. Karena dari data Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), pada tahun 2016 total transaksi praktik jual beli jabatan mencapai Rp36,7 triliun.
Dengan kondisi tersebut, menunjukkan praktik jual-beli jabatan di birokrasi Indonesia kian marak terjadi. Sejumlah jabatan mulai dari tingkat kementerian/lembaga hingga pemerintah daerah dihargai dengan nilai yang fantastis. Jabatan pimpinan tinggi (JPT) di tingkat kementerian/lembaga/pemerintah provinsi misalnya, dihargai dengan nominal Rp500 juta.
Sementara, untuk JPT pada tingkat pemerintah kabupaten/kota, dihargai dengan nominal Rp250 juta. “Ini tergantung dari besaran anggaran SKPD yang disasar. Jadi semakin besar anggarannya, semakin besar pula harganya,” ujar Ketua KASN Sofian Effendi dalam diskusi di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Selasa (24/1/2017).
“Bahkan, agar seseorang itu tidak dipindah dari jabatannya saat ini, juga ada tarifnya,” imbuhnya.
Berdasarkan estimasi KASN, total transaksi jual beli jabatan di Indonesia tahun 2016, mencapai Rp36,7 triliun. Angka itu bisa jadi di bawah angka sebenarnya, karena banyak yang tidak ketahuan.
Sofian menambahkan, praktik jual beli jabatan ini berimbas pula pada pelaksanaan program-program pemerintah. Seseorang yang habis-habisan mengeluarkan uang untuk satu jabatan tertentu diperkirakan berupaya agar uang tersebut kembali kepadanya.
“Caranya bagaimana? Ya dia colong anggaran proyek dari satuan kerja yang dia pimpin,” ujar Sofian.
KASN juga menemukan pola unik ketika para ASN mencari uang untuk menutupi uang yang sudah ia keluarkan, yakni satu berbanding tiga. “Ibarat bangunan, semen satu, pasirnya tiga. Nah ini modalnya satu, uang proyek yang dikorupsi tiga kali lipatnya. Silakan hitung sendiri berapa kerugian negara akibat jual beli jabatan,” ujar Sofian. (politiktoday)