Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas terus menuai protes.
Keberadaan PP yang akan menjadi payung hukum holding BUMN tersebut menabrak konstitusi, bahkan melampaui dan menabrak UU BUMN. Lebih dari itu PP ini juga dinilai justru melemahkan bahkan melampaui PP 44/2005 tersebut.
Padahal sudah jelas yang dimaksud dengan "para pihak" penyertaan modal negara pada pasal 4 ayat 6 PP 44 tahun 2005 tersebut adalah Negara kepada BUMN.
"Lah kok bisanya di PP 72/2016 itu disisipkan pasal 2A, para pihaknya adalah BUMN ke BUMN. Jadi logika konstruksi hukumnya dari kementerian dan pemerintah ini tidak nyambung," jelas Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Bidang Hukum, Faisal, dalam diskusi "Rente BUMN Ada Apa Holding BUMN" yang digelar Madrasah Anti Korupsi di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, kemarin.
Juga hadir sebagai pembicara ekonom senior, Faisal Basri; anggota Komisi VII DPR RI, Aryo Djojohadikusumo; dan sebagai pengantar diskusi Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak.
Lebih lanjut Faisal mengatakan PP 72/2016 yang tidak sejalan dengan PP 44/2005 tersebut akhirnya melanggar tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan. Terlebih PP 72 itu juga hadir di tengah-tengah perubahan paket reformasi hukum kedua yang salah satunya adalah melakukan konsistensi peraturan perundang-undangan. Karena itulah dia mempertanyakan konsistensi antara PP 72 dengan PP 44.
"Peraturan perundang-undangan yang mubazzir, yang saling tabrak itu jelas tidak sinkron. Lha ini bukti PP 72 ini melemahkan PP 44, melemahkan undang-undangn BUMN pasal 4 ayat 6, berarti kan tidak konsisten. Jadi sistematika berpikir pemerintah untuk mengeluarkan pijakan hukumnya itu tidak jelas," ungkapnya.
Di sisi lain, PP 72 ini juga dinilai mengejar ambisi yang sekaligus menabrak konstitusi. Padahal jika dicermati dengan seksama PP 44 dirancang dengan sangat detail yang berusaha tidak bertabrakan dengan undang-undang sebelumnya seperti undang-undang keuangan Negara, undang-undang BUMN dan undang-undang perseroan terbatas.
"Rencanan Bu (Menteri BUMN) Rini (Soemarno) ini, ambisinya gede tapi nabrak konstitusi. Konstitusi yang mana yang ditabrak, pasal 23 (UUD 1945). Bahwa semua keuangan negara, semua kekayaan negara itu harus dilalui dengan mekanisme APBN," tegasnya.
Karena itu pihaknya berencana menggugat PP tersebut. Menurutnya hal itu sangat memungkinkan. "Alasan logisnya sederhana, karena bangunan konstruksi hukum kebijakan ini (PP 72 tahun 2016) lemah," tandasnya.
Sementara itu, Faisal Basri menuturkan, rencana holding BUMN hanya akal bulus sekelompok pemburu rente di pemerintah yang ingin agar pemindahan aset BUMN tidak melalui mekanisme pembahasan di DPR.
"Bahkan Holding BUMN adalah rencana yang jahat dan berbahaya," tegas Faisal.
Bahkan lanjut Faisal, motif dari holding BUMN adalah agar tindakan aktivitas holding BUMN tanpa seizin DPR. "PP 72/2016 adalah pintu masuk menghilangkan peran check and balances DPR terhadap korporasi negara," demikian Faisal Basri. (sam)
Jokowi Bisa Di-impeach Jika Holding BUMN Terjadi..
Ide holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) banyak menabrak aturan perundang-undangan. Ide itu juga bukanlah solusi untuk menyehatkan BUMN yang minim kontribusi bagi negara.
Ekonom Faisal Basri mengungkapkan, masing-masing BUMN memiliki karakteristik, masalah dan sejarah yang berbeda-beda. Sehingga, jika kemudian ide holding BUMN bergulir, maka itu adalah modus untuk menjadikan BUMN sapi perahan bagi Pemilu 2019.
"Nantinya ultimate goalnya akan bikin seperti Temasek di Malaysia dan Hasana di Singapura. Sumbangan BUMN untuk pemilu 2019 nanti dan itu tidak perlu diketahui DPR," kata Faisal di Gedung Muhammadiyah, Jakarta, Senin, (13/2).
Faisal membeberkan, ditambah lagi selama ini sejumlah BUMN sudah melenceng jauh dari misinya sebagai perusahaan negara yang berfungsi menopang pemasukan negara. Beberapa BUMN seperti Pegadaian, Hutama Karya dan Adhi Karya merambah ke bisnis perhotelan. Padahal sudah terdapat BUMN untuk sektor perhotelan yakni PT Natour dan Hotel Indonesia.
"Hutama karya punya penyertaan modal dari pemerintah, eh bikin hotel. Padahal Rini itu (Rini Sumarno) tahu betul, ada BUMN hotel, yakni PT Hotel Indonesia dan Natour," kata dia.
Faisal menjelaskan, sudah menjadi rahasia umum jika komisaris-komisaris BUMN kerap meminta dana sumbangan kepada direksi untuk partai politik. Karena itu, jika ide Holding BUMN terjadi, maka akan semakin tidak ada check and balances dari DPR terhadap BUMN.
"PP 72/2016 ini merupakan produk politik yang amat berbahaya dan berpotensi untuk presidennya di-impeach karenan berpotensi melanggar UU," tandasnya. (zul)