Tim kuasa hukum terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) meminta majelis hakim yang diketuai Dwiarso Budi Santiarto agar menetapkan Ma'ruf Amin, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), memberikan keterangan palsu di persidangan perkara penodaan agama dengan terdakwa Ahok. Sebab, tim kuasa hukum menyatakan punya bukti, kendati saksi menyangkalnya.
"Majelis hakim kami sudah berikan buktinya, andaikata keterangan masih tetap sama, maka kami ingin menyatakan saksi ini telah memberikan keterangan palsu, minta diproses sebagaimana mestinya," kata kuasa hukum Ahok, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (31/1).
Dwiarso kemudian meminta tim kuasa hukum terdakwa Ahok untuk menyerahkan bukti dimaksud kepada majelis hakim, untuk dipertimbangkan apakah benar Ma'ruf memberikan keterangan palsu sebagaimana ditudingkan. "Silakan berikan butkinya, nanti akan kami pertimbangkan," katanya.
Tim kuasa hukum terdakwa Ahok meminta majelis menetapkan Ma'ruf memberikan kesaksian palsu, karena dianggap tidak mengakui soal telepon mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepadanya untuk meminta MUI segera menerbitkan fatwa bahwa pernyataan Ahok merupakan penodaan agama.
Awalnya salah satu kuasa hukum Ahok, Humphrey Djemat menanyakan, apakah pada hari Kamis (6/10), pernah menerima telepon dari SBY sebelum menerima pasangan calon gubernur DKI Jakarta nomor urut 1, Agus Harimurti Yudhoyono-Silvyana Murni (AHY-Silyana), Jumat (7/10) di PBNU.
"Apakah hari Kamisnya, pertemuan hari Jumat. Kamisnya ada telepon dari Susilo Bambang Yudhoyon jam 10 lewat 16 yang menyatakan, pertama, mohon diatur supaya Agus Harimurti Yudhoyono- Silvyana bisa diterima di PBNU. Kedua, SBY minta segera dikeluarkan fatwa penistaan agama untuk terdakwa?" ujar Humphrey.
Ma'ruf menjawab, "Tidak ada," ucapnya. Humphrey hingga sekitar 3 kali lagi mengulang pertanyaan yang sama soal telepon SBY, karena Ma'ruf juga menyampaikan keterangan yang sama hingga akhirnya Humphrey menyampaikan kepada majelis, bahwa pihaknya mempunyai bukti.
Dalam perkara ini, jaksa penuntut umum Kejari Jakut mendakwa Ahok melakukan penodaan agama dan menjeratnya dengan dakwaan alternatif. Dakwaan altenatif pertama, yakni melanggar Pasal 156a KUHP. Dakwaan alternatif keduanya, melanggar Pasal 156 KUHP. (Iwan Sutiawan)