Mengulas mafia Cina di pesisir utara Jawa yang bermarkas di Lasem, Jawa Tengah

Mengulas mafia Cina di pesisir utara Jawa yang bermarkas di Lasem, Jawa Tengah

Ketika era Kolonial Belanda,mafia ini melakukan monopoli bisnis haram dan kegiatan tak bermoral lainnya, seperti; Judi, Pelacuran, Rentenir


Kwan Sing Tee Koen, Patung Jenderal Perang Tertinggi Di Asia

Patung Kwan Sing Tee Koen setinggi 30,4 meter yang berada di Klenteng Kwan Sing Bio, Tuban, Jawa Timur, mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI), Senin (17/7).

Monumen patung Kwan Sing Tee Koen langsung diresmikan oleh Ketua MPR RI Zulkifli Hasan.

Patung yang pembangunannya menelan dana hingga Rp. 2,5 miliar itu didaulat sebagai patung terbesar se-Asia Tenggara. Pembangunan patung Dewa Perang Kwan Sing Tee Koen berasal dari ide Ketua Penilik Klenteng, Alim Sugiantoro.

"Biayanya dari donatur yang merupakan jemaat kelenteng di sini. Donatur itu asal Surabaya dan sudah menjadi jemaat sini sejak tahun 1970," tutur pria yang juga menjadi Ketua koordinator acara HUT Klenteng Kwan Sing Bio..... (rmol)

Sementara itu...

Sebuah buku panduan serikat rahasia Cina dan arsip-arsip tinggalan mereka ditemukan kembali di sebuah peti koleksi Perpustakaan Nasional. Masihkah triad dan bisnis terlarangnya beredar di Nusantara ?

Atas nama penelitian ilmu pengetahuan, Agni Malagina - pengajar Program Studi Cina di FIB Universitas Indonesia mengulas Mafia Cina di Pesisir Utara Jawa lewat arsip tersebut, juga mengunjungi bekas markas triad di Lasem, Jawa Tengah.

Agni mengawali tulisan artikelnya dgn membahas pengalaman pribadi saat membuka "Buku Terlarang Triad Cina" Tian Di Hui - Liga Hong yang pada sampulnya itu ada tulisan ancaman: "Barang siapa membaca (buku) ini, akan mati tersambar petir!"

Triad "Tian Di Hui" (Perkumpulan Langit dan Bumi) dengan patron Sang Dewa Perang, Kuan Kong - Guan Yu, perkumpulan rahasia yang sohor sejak masa awal Dinasti Qing, Tiongkok. Ternyata ada di Indonesia.

Agni telah mendengar nama perkumpulan itu sejak ia masih kuliah. Namun bentuknya sudah berubah sebagai bentuk perkumpulan kematian atau organisasi lainnya, seperti: Hoo Hap Hwee Kuan, yang tersebar di Jakarta, Semarang, Yogyakarta, hingga Banyuwangi. Agni tidak berani secara lugas membabarkan kejahatan apa saja yang dilakukan oleh triad tersebut, sehingga artikelnya menjadi hambar.

Ketika era Kolonial Belanda, mafia ini melakukan monopoli bisnis haram Candu (Narkoba) dan kegiatan Tidak Bermoral lainnya, seperti; Judi, Pelacuran, Rentenir, Pemerasan dan Imigrasi ilegal. Untuk memuluskan kejahatannya tersebut, tetua mereka menyuap para pejabat. Baik itu pejabat Belanda maupun pejabat Jawa.

Cerita lain dari sumber yang berbeda..Lawang Ombo gudang penyelundupan narkoba


Pada masa lalu, Lasem dikenal sebagai kota bandar di wilayah pesisir utara Jawa yang dianggap punya peran sentral di masa kolonial. Karena Lasem yang saat ini menjadi salah satu nama kecamatan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah ini, merupakan penghubung lalu lintas perdagangan di beberapa kota di Jawa.

Sie Hwie Djan (67), salah seorang tokoh masyarakat Tionghoa Lasem mengungkapkan, pada pertengahan abad XIX Lasem juga dikenal sebagai pusat peredaran candu atau opium di tanah Jawa. Pasokan opium mendarat ke Lasem dengan cara diselundupkan, lalu dikirim ke beberapa kota di Jawa.

Mafia penyelundupan opium ini melibatkan pengusaha Tionghoa, opsir-opsir Belanda, serta beberapa pejabat pribumi di beberapa daerah di Jawa.

"Dulu itu namanya candu atau opium. Kalau sekarang itu ya narkoba, kayak semacam sabu atau apa itulah," ujar Sie Hwie Djan kepada merahputih.com.

Salah satu bangunan rumah tua milik orang Tionghoa di Jalan Dasun Lasem, atau bersebelahan dengan Klenteng Cu An Kiong inilah, kata Sie Heie Djan, yang tadinya dijadikan sebagai gudang penyelundupan candu.

"Orang menyebutnya rumah candu, atau lawang ombo. Karena memang pintu depannya itu pintunya lebar. Kalau sekarang rumah ini sudah menjadi Lawang Ombo Heritage, salah satu destinasi wisata yang ada di Lasem," katanya.

Mafia besar penyelundupan candu ini juga melibatkan orang-orang pribumi sebagai kuli, dan centeng untuk pengamanan dalam menjalankan bisnis tersebut. Pemilik rumah candu atau lawang ombo ini, menurut Sie Hwie Djan, dua orang Tionghoa yang merupakan kakak beradik, yaitu Tong Kae dan Tong Thai.

Sie Hwie Djan juga menyebut, keturunan keluarga Tong Kae dan Tong Thai sampai saat ini masih ada. Sekitar 7 tahun yang lalu, orang yang mengaku sebagai keturunan Tong Kae dan Tong Thai pernah datang ke Lasem untuk mencari makam Tong Kae dan Tong Thai.

Dari banyak sumber yang di himpun
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda