Tuntaskan Kasus KTP-El, KPK Harus Berani Terbuka
Nama Presiden RI keenam sekaligus Ketum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) disebut terlibat dalam korupsi pengadaan KTP-el.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi harus menghadirkan aktor-aktor lain yang terlibat merancang proyek KTP-el baik di tingkat eksekutif, karena pemerintah membentuk tim yang langsung disupervisi Wakil Presiden Boedino dan dipimpin oleh Menkopolhukam Djoko Suyanto.
"Jadi, KPK harus betul-betul berani menunjukkan keterbukaannya. Terutama karena dari awal dalam banyak video yang beredar Nazaruddin mengaku sebagai mastermind tapi kenapa Nazaruddin tidak menjadi tersangka kasus e-KTP," katanya kepada wartawan, Jumat (26/1).
Menurutnya, adanya pengakuan Mirwan Amir menjadi batu loncatan bagi KPK untuk menyelesaikan skandal KTP-el. Saat ini tinggal keberanian KPK apakah mau mengambil kesempatan dengan membuka tabir sebenarnya aktor utama dalam kasus korupsi yang merugikan uang negara Rp 2,3 triliun itu.
"Sekarang ada apa dengan KPK. Sudah banyak celah-celah yang mulai terbuka maka seharusnya KPK berterus terang juga, apakah penyidikan yang dilakukan selama ini menutup satu kelompok orang dan membuka keterlibatan sekelompok orang. Inilah yang harus dibuka secara terang benderang dalam persidangan," jelas Fahri.
Dalam persidangan Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis kemarin (25/1), mantan politisi Demokrat Mirwan Amir mengaku pernah meminta SBY menghentikan proyek pengadaan KTP-el.
Menurut Mirwan, yang kala itu menjabat wakil ketua Badan Anggaran DPR, dirinya mendengar informasi dari pengusaha Yusnan Solihin bahwa ada masalah dalam pelaksanaan proyek KTP-el. Namun, SBY menolak menghentikan proyek KTP-el yang sedang berlangsung. [wah]
Klik untuk baca Kubu Novanto Minta SBY Buka-Bukaan Di Kasus E-KTP
Salah seorang penasehat hukum, Setya Novanto, Maqdir Ismail menegaskan, penjelasan itu penting, mengingat proyek yang nilainya Rp5,9 triliun itu bergulir di era pemerintahan SBY.
"Kalau memang ini programnya pemerintah, menurut hemat kami pemerintah ketika itu (di bawah pimpinan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono) bicara tentang kasus ini," kata dia usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (25/1).
Bukan tanpa sebab, menurut Maqdir, SBY perlu angkat bicara lantaran proyek itu tidak pernah dijelaskan secara rinci oleh pemerintah. Padahal, proyek itu bergulir 2013, di masa SBY masih menjabat sebagai Presiden RI.
"Bahkan tadi saya kira, tadi bersama-sama (didengar) bahwa pernah ada satu rapat dengan wakil presiden dan kemudian dibentuk tim, berdasarkan Kepres," jelasnya.
Maqdir tak mau disebut menyeret pihak lain dalam korupsi yang telah menjerat kliennya ini. Dia cuma ingin, kebenaran dalam kasus ini bisa terungkap ke publik.
"Saya kira sekali lagi kami tidak ada niat untuk mencoba membawa orang baru supaya tenggelam bersama-sama dalam perkara ini," jelasnya.
Maqdir menambahkan, SBY Cs tak harus diminta keterangannya dalam persidangan atau penyidikan di KPK, namun cukup menjelaskan secara gamblang proyek e-KTP.
"Selama ini Kemendagri tidak pernah secara formal menyapaikan sikap terkait persoalan ini, begitu juga pemerintah RI, padahal ini proyek pemerintah," kata dia.
Proyek e-KTP merupakan satu dari sekian program besar pada era pemerintahan SBY. Proyek itu merupakan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Pasal 64 ayat (3) pada beleid itu mewajibkan pemerintah untuk membuat sistem KTP yang memuat kode keamanan dan perekam elektronik data kependudukan.
Bahkan SBY sampai melakukan perubahan sebanyak empat kali terhadap Peraturan Presiden (Perpres) 26 /2009 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional. Terakhir, SBY meneken Perpres 112/2013. [nes]
"Kalau memang ini programnya pemerintah, menurut hemat kami pemerintah ketika itu (di bawah pimpinan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono) bicara tentang kasus ini," kata dia usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (25/1).
Bukan tanpa sebab, menurut Maqdir, SBY perlu angkat bicara lantaran proyek itu tidak pernah dijelaskan secara rinci oleh pemerintah. Padahal, proyek itu bergulir 2013, di masa SBY masih menjabat sebagai Presiden RI.
"Bahkan tadi saya kira, tadi bersama-sama (didengar) bahwa pernah ada satu rapat dengan wakil presiden dan kemudian dibentuk tim, berdasarkan Kepres," jelasnya.
Maqdir tak mau disebut menyeret pihak lain dalam korupsi yang telah menjerat kliennya ini. Dia cuma ingin, kebenaran dalam kasus ini bisa terungkap ke publik.
"Saya kira sekali lagi kami tidak ada niat untuk mencoba membawa orang baru supaya tenggelam bersama-sama dalam perkara ini," jelasnya.
Maqdir menambahkan, SBY Cs tak harus diminta keterangannya dalam persidangan atau penyidikan di KPK, namun cukup menjelaskan secara gamblang proyek e-KTP.
"Selama ini Kemendagri tidak pernah secara formal menyapaikan sikap terkait persoalan ini, begitu juga pemerintah RI, padahal ini proyek pemerintah," kata dia.
Proyek e-KTP merupakan satu dari sekian program besar pada era pemerintahan SBY. Proyek itu merupakan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Pasal 64 ayat (3) pada beleid itu mewajibkan pemerintah untuk membuat sistem KTP yang memuat kode keamanan dan perekam elektronik data kependudukan.
Bahkan SBY sampai melakukan perubahan sebanyak empat kali terhadap Peraturan Presiden (Perpres) 26 /2009 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional. Terakhir, SBY meneken Perpres 112/2013. [nes]