Ketika Taipan Tomy Winata merasa terusik ulah anak buah Komjen Budi Waseso.

Ketika Taipan Tomy Winata merasa terusik ulah anak buah Komjen Budi Waseso.

Kasus ini terjadi pada September 2015 saat Buwas sapaan Budi Waseso masih duduk sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri


Dua Kegeraman di Balik Alasan Tomy Winata Laporkan Anak Buah Budi Waseso.

Inspektur Pengawasan Umum serta Divisi Profesi dan Pengamanan Markas Besar Polri memeriksa 24 orang anak buah Komisaris Jenderal Budi Waseso. Pemeriksaan tersebut dilakukan atas aduan PT Maritim Timur Jaya. Perusahaan yang bertalian dengan Artha Graha Network milik taipan Tomy Winata ini protes karena kantor mereka di Tual digeledah anak buah Buwas.

Kasus ini terjadi pada September 2015 saat Buwas sapaan Budi Waseso masih duduk sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri. Pengacara Maritim Timur Jaya, Desrizal, mengatakan penggeledahan yang dilakukan oleh anak buah Buwas tidak sesuai prosedur. Misalnya, kata Desrizal, anak buah Buwas hanya menunjukan surat peneylidikan bukan penyidikan.

"Tapi mereka sudah mulai menyita barang," katanya seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi 29 Agustus 2016. Desrizal menuturkan bahkan penyitaan tersebut tidak dilengkapi surat izin.

Kasus ini bermula saat penyidik Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri menangkap Harry Gandhi, seorang karyawan biro agen perjalanan, di Bandara Soekarno-Hatta pada 22 Agustus 2015.

Harry ditangkap karena ketahuan membawa narkoba. Ia ditangkap bersama dua orang Warga Negara Cina. Keesokan harinya, polisi menangkap Lim Chandra Sutioso, atasan Harry di Rumah Toko Grand Ancol, Pademangan, Jakarta Utara.

Di situ, polisi menemukan 140 paspor, antara lain 101 paspor titipan Menny Setiawan, pegawai PT Fujian Anda Oceanic Fisheries, untuk perpanjangan visa anak buah kapal yang bekerja di PT Maritim Timur Jaya, Tual.

Menny meminta tolong Lim Chandra menguruskan visa on arrival atas paspor tersebut. Ceritanya, pasca kebijakan moratorium kapal asing oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan pada November 2014 seharusnya Fujian Fisheri memulangkan anak buah kapal asing mereka ke negara asalnya. Tetapi karena biaya pemulangan yang tinggi, mereka mengakali dengan mencap paspor para ABK dengan visa kedatangan.

Maksud mereka mencap dengan visa kedatangan untuk menyamarkan para ABK seperti turis.
Fujian Anda merupakan rekanan Maritim Timur Jaya. Perusahaan asal Cina itu menyediakan anak buah kapal untuk Maritim Timur Jaya.

Selain itu, mereka membeli ikan dari perusahaan untuk dijual di Cina. Namun, pada 24 Agustus, polisi menangkap Menny di Apartemen Pesona Bahari, Sawah Besar, Jakarta Pusat.

Kepada polisi, Menny mengaku pengurusan perpanjangan visa itu atas perintah Presiden Direktur PT Fujian, Lin Wen Lu. Kemudian, polisi menangkap Aris Setiawan petugas Imigrasi Bandara Soekarno Hatta pada 29 Agustus.

Aris termasuk jaringan Lim Chandra dalam mengurus visa on arrival. Sedangkan Lin Wen Lu ditangkap saat akan pulang ke Cina pada 3 September.

Buwas kemudian memerintahkan anak buahnya terbang ke Tual untuk menggeledah kantor Fujian Anda. Selama 6 sampai 9 September, polisi menggeledah Fujian Anda plus Maritim Timur Jaya. Termasuk memeriksa ratusan anak buah kapal.

Desrizal menuturkan saat itu perusahaan mengira penggeledahan tersebut terkait kasus narkoba. "Makanya saat kami lapor ke Pak Tomy dia mendukung," ujar Desrizal.

Menurut Desrizal, Tomy berkata, "Rasain lu ketangkap." Belakangan Tomy marah saat tahu penggeledahan tersebut terkait suap yang menyeret Fujian Anda.

"Kami tidak terima kenapa Maritim Timur ikut diseret. Padahal suapnya terkait Fujian Anda," ujar Desrizal. Desrizal mengatakan Tomy semakin marah saat penyidik Bareskrim mengirimkan surat permohonan penggeledahan ke Pengadilan Jakarta Selatan.

Waktu itu, polisi ingin menggeledah kantor Maritim Timur Jaya di Gedung Artha Graha, Kawasan Bisnis Sudirman, Jakarta Selatan. Menurut Desrizal, informasi tersebut bocor dari salah seorang "kawan pengacara" yang tidak sengaja melihat surat permohonan dari polisi.

"Yang membuat Tomy marah adalah kantor Maritim Jaya sudah lama sekali pindah." kata Desrizal. "Tapi ini kok polisi seperti cari-cari di Artha Graha."

Karena urusan geledah-menggeledah ini lah, Martitim Jaya melaporkan 24 penyidik di era Buwas ke Irwasum dan Divpropam. Baik Irwasum maupun Divpropam membenarkan pemeriksaan tersebut. Kepala Divisi Propam Polri Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan membenarkan hal itu. "Pemeriksaan masih berlanjut," katanya kepada Tempo.

Buwas meradang. Kepala Badan Narkotika Nasional ini menantang Irwasum dan Divpropam memeriksa dirinya. "Jangan anak buah saya," ujarnya. "Kalau berani periksa saya juga."

TIM MAJALAH TEMPO
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda

No comments

Komentar anda sangat berguna untuk meningkatkan penulisan artikel