Makian 'kamu hanya pembantu' dan banyak cacian lain di Hong Kong sering dihadapi para pekerja migran termasuk dari Indonesia dan hanya dihadapi dengan "tak berdaya."
Insiden terakhir ini muncul dalam video yang memperlihatkan seorang perempuan yang tengah memaki pekerja migran di satu taman di Hong Kong selama sekitar lima menit dengan teriakan lain termasuk "pulang ke Filipina".
Perempuan ini banyak dikecam di Facebook setelah seorang pekerja lain merekam kejadian ini Kamis (15/03) lalu dan mengunggah di media sosial, video yang telah dibagian puluhan ribu kali.
"Kamu tutup mulut saja! Kamu hanya pembantu," teriak perempuan yang dibalas pekerja asal Filipina itu dengan, "Mengapa saya harus diam? Jangan tunjuk-tunjuk saya."
Pekerja migran asal Filipina ini tengah mengasuh anak dan juga menjaga dua ekor anjing yang disebutkan perempuan setempat itu "selalu menggonggong ke arah anjingnya".
"Bila saya bos kamu, saya akan pecat kamu. Sikapmu buruk sekali," teriaknya lagi.
Cacian di muka umum seperti ini "sudah umum" terjadi kata Eni Lestari, pegiat pekerja migran Indonesia yang tergabung dalam organisasi Asian Migrant Workers di Hong Kong
"Sikap masyarakat majikan di sini, tua muda sampai anak kecil, tingkat kekerasan verbal terhadap PRT (pembantu rumah tangga) bisa dikatakan hampir semua orang pernah mengalaminya," kata Eni.
Di ujung video itu, pekerja migran Filipina itu mengatakan terima kasih walaupun dibentak berulang kali.
Tak berdaya
Akhiri perbudakan modern, Eni Lestari dan para pekerja migran lain dalam protes di Hong Kong. |
Eni mengatakan pembantu rumah tangga di Hong Kong tak berdaya untuk menghadapi perlakuan seperti itu dan hanya berusaha menenangkan diri bila menghadapi perlakukan seperti itu.
"Kita hanya bisa minta maaf dan tak akan mengulang. Ini cara untuk menenangkan posisi, apa gunanya membela diri, kalau pun benar, membela diri malah akan di PHK," kata Eni.
"Tingkat ketidak berdayaan kita di sini sangat luar biasa," tambahnya.
Cynthia Abdon-Tellez dari Mission for Migrant Workers, organisasi di Hong Kong yang memberikan advokasi untuk para pekerja asing juga menyatakan hal senada.
"Sepanjang mereka tidak dipukul, biasanya mereka tetap menghadapinya. Ucapan kasar seperti bodoh, tak punya otak, pelacur dan yang lainnya dalam bahasa Inggris dan Cina, banyak dihadapi mereka," kata Cynthia.
Desember lalu, Erwiana Sulistyaningsih, tenaga kerja Indonesia yang disiksa majikan di Hong Kong, memenangkan tuntutan ganti rugi atas penganiayaan terhadap dirinya.
Kemenangan ini dianggap organisasi pekerja migran sebagai "terobosan" dalam menangani kasus penganiayaan fisik, seksual, dan diskriminasi rasial di Hong Kong. (bbc)