Sepanjang Januari 2018, Bank Indonesia (BI) mencatat perlambatan penjualan eceran yang tercermin dari anjloknya Indeks Penjualan Riil sebesar 1,8%.
Berdasarkan data BI, Indeks Penjualan Riil secara tahunan (year on year/yoy) turun 18 dibanding Desember 2017 yang tumbuh 0,7% (yoy). Kepala Departemen Komunikasi BI, Agusman di Jakarta, Jumat (9/3/2018), menyampaikan, penurunan penjualan eceran tersebut sejalan dengan berakhirnya tren konsumsi tinggi di Natal dan Tahun Baru 2018.
Penjualan barang yang mengalami penurunan terjadi di makanan, minuman dan tembakau yang merosot 9,1% secara bulanan (mtm). Sementara jika dibandingkan Januari 2016, penjualan paling anjlok berasal dari komoditas peralatan infomasi dan komunikasi sebesar 12,7% (yoy).
Sementara itu..
Tiga tahun ini, tak hanya pertumbuhan ekonomi yang kontet di level 5%, daya beli masyarakat ikutan rontok.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru, tingkat konsumsi rumah tangga berada di level 4,95% di 2017. Angka ini melambat jika dibandingkan dengan 2016 yang tumbuh 5,01%.
Kepala BPS, Kecuk Suhariyanto, mengungkapkan, lambatnya pertumbuhan konsumsi masyarakat lebih disebabkan iritnya pengeluaran yang terjadi di kelompok menengah-atas. Alhasil menggerus konsumsi masyarakat ke level 4,95%.
"Bisa enggak mencapai di atas 5% (konsumsi masyarakat) lagi, menurut saya bisa. Sejak triwulan II tahun ini, persentase pendapatan yang ditabung meningkat, artinya kelempok menengah ke atas menahan sebagian belanja. Karena itu pendapatan yang di konsumsi menjadi turun," papar Kecuk di Kantornya, Jakarta, Senin (5/2/2018).
Melambatnya konsumsi rumah tangga juga terjadi di kuartal IV-2017 yang berada di level 4,97% ketimbang kuartal IV- 2016 yang sebesar 4,99%. "Kalau dibanding triwulan III-2017 lebih tinggi, tapi dibanding triwulan IV-2016 4,99% memang sedikit terlambat di sana. Semuanya tumbuh tapi ada yang tumbuh tinggi dan ada yang tumbuh lambat," kata Kecuk.
Kecuk bilang, untuk sektor makanan dan minuman (mamin) terjadi perlambatan konsumsi sebesar 5,24% dibanding 2016 yang sebesar 5,34%. Lalu komponen pakaian, alas kaki, dan jasa perawatannya juga mengalami perlambatan pertumbuhan dari 3,10% atau melambat dibandingkan 2016 yang sebesar 3,29%.
Dan...
Perekonomian Jokowi atau acapkali disebut Jokowinomics, di atas kertas aman-aman saja. Namun realitasnya ada ganjalan besar, yakni daya beli yang terjun bebas.
Dalam bahasa warung kopi, rakyat bisa menyebut: 'duit seret'. Bahkan ada kalangan yang bikin plesetan daya beli menjadi daya bully.
* Di rangkum dari berbagai artikel berita online.