Warga Negara Indonesia Non Pribumi tidak boleh memiliki hak atas tanah di Yogyakarta

Warga Negara Indonesia Non Pribumi tidak boleh memiliki hak atas tanah di Yogyakarta

Dari dulu Jogya sudah kaya, ketika kalian semua miskin dan papa, tanpa sandal dan sepatu, nyeker, dengan perut buncit karena busung lapar, telanjang dada dan bodoh. (Emha Ainun Nadjib)


Saat ini Jogja sudah menjadi bagian dari magnet tiga kota besar yaitu Jakarta, Jogja dan Bali. Pembangunan apartemen, hotel dan mall semakin liar dengan alasan kemajuan ekonomi.

JOGJA berubah ? JELAS...
JOGJA jadi banyak Perumahan dan Apartement ? PASTI...
JOGJA kehilangan pasar tradisional ? GAK SUWI NEH....
JOGJA kehilangan kebudayaannya ? Soon...

Orang Jogja sekarang rata-rata pendatang. dan oknum pendatang banyak memanfaatkan oknum penduduk asli, untuk mengambil keuntungan. karena warga Jogja kadang terlalu baik. sampai tak sadar jika mereka sedang di manfaatkan....

Lemahnya pengawasan dan kurangnya perhatian pada generasi muda, saiki cah smp wae gayane wes do rakaruan, seng wedok koyo kimcil, seng lanang koyo bandit. Ning gak kabeh, gur luwih okeh seng koyo kui. Bolos sekolah do minggat ning Kaliurang, ngentis.... pie gak bobrok ? semoga bukan anak-anak muda tersebut yang bakal jadi penerus kita...


Handoko seorang pengacara menggugat sultan Hamengku Buwono X

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Yogyakarta secara tegas menolak gugatan terhadap kebijakan kepemilikan tanah di DIY yang diatur dalam Instruksi Wakil Gubernur DIY Nomor K.898/I/A/1975. Isi instruksi berisi tentang larangan bagi warga nonpribumi untuk memiliki tanah di DIY.

"Mengadili dalam pokok perkara, menolak gugatan penggugat, menghukum penggugat membayar biaya perkara Rp 407 ribu," tegas Hakim Ketua, Cokro Hendro Mukti, saat membacakan amar putusan di PN Yogya, seperti dilansir detik, Selasa (20/2/2018).

Pihak penggugat yakni seorang pengacara, Handoko. Dalam gugatannya yang ditujukan kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Badan Pertanahan Nasional (BPN), dia menilai ada perlakuan diskriminasi terkait pemberlakuan Instruksi Wagub DIY Nomor K.898/I/A/1975 tanggal 5 Maret 1975 tentang penyeragaman policy pemberian hak atas tanah pada seorang WNI nonpribumi.

Hal itu dinilainya bertentangan dengan Inpres 26/1998 dan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960. Sehingga, Handoko menilai gubernur dan BPN telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Majelis hakim dalam pertimbangannya berdasarkan pemeriksaan surat-surat dan keterangan saksi serta ahli di persidangan, mengatakan bahwa Instruksi Wagub DIY Nomor K.898/I/A/1975 tidak bisa diuji di pengadilan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi karena bukan merupakan peraturan perundangan, melainkan peraturan kebijakan setelah berlakunya UU 12/2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.

Sehingga untuk mengetahui apakah penerapan produk peraturan kebijakan merupakan perbuatan melawan hukum sesuai dalil penggugat, hanya bisa diuji dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Selain itu, majelis hakim juga berpendapat berdasarkan sejarah, hak asal-usul, dan UU Keistimewaan DIY, maka Pemda DIY diberi keistimewaan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang berbeda dibanding daerah lain, yaitu untuk mengatur dan mengurus kewenangan istimewa yang terdiri dari tata cara pengisian jabatan dan tugas gubernur/wagub, kelembagaan Pemda DIY, kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang.

Surat-Instruksi-Kepala-Daerah-DIY-No.-K-898-I-A-1975-tentang-Penyeragaman-Policy-Pemberian-Hak-atas-Tanah-kepada-Seorang-WNI-Non-Pribumi-730x1024

Alasan tergugat bahwa penerapan Instruksi Wagub DIY Nomor K.898/I/A/1975 untuk melindungi masyarakat ekonomi lemah, keistimewaan DIY, menjaga kebudayaan dan keberadaan Kasultanan Yogyakarta keseimbangan pembangunan masa depan DIY, dan demi pembangunan masa depan DIY, majelis hakim juga berpendapat hal itu tidak bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Atas putusan yang menolak gugatan penggugat, majelis hakim mempersilakan pihak-pihak yang berkeberatan untuk menempuh upaya banding.

"Kami bersyukur atas putusan ini dalam pokok perkara dan putusan, gugatan penggugat ditolak. Kami siap jika (penggugat) ajukan banding," kata kuasa hukum Gubernur DIY, Adi Bayu Kristanto, yang merupakan Kabag Bantuan dan Layanan Hukum, Biro Hukum Setda DIY.

Surat penolakan dari Sultan atas permintaan seorang warga untuk memilki hak atas tanah

Sementara itu, Handoko berniat mengajukan banding atas putusan hakim. Menurutnya, jika salah satu alasan penerapan Instruksi Wagub K.898/I/A/1975 untuk melindungi masyarakat ekonomi lemah, menurutnya tolok ukurnya bukan ras atau identitas kelompok.

Handoko sudah dua kali melakukan gugatan dengan materi serupa dan hasilnya juga sama, yakni ditolak pengadilan.

Emha Ainun Nadjib

”Seandainya Jogya mau, Indonesia milik Jogya.”

Andai Raja Jogya mau, cukuplah Raja Jawa yang memimpin turun-temurun Indonesia.
Indonesia adalah “Kerajaan Inggris” dari Tanah Jawa!

Siapapun yang pernah tinggal di Jogya, wisata ke Jogya, atau pernah sekolah di Jogya, akan terasa Jawa-nya.

Dan itu artinya, maaf, tak boleh ada ruko-ruko Cina dengan pagar tinggi menjulang, gembokan, susah diajak kerja bakti, tinggalnya cuma di komplek sesama Cina, anak-anaknya juga sekolah di sekolah anak-anak Cina, kawinnya juga hanya dgn sesama Cina, lantas kalian sekarang paling lantang teriak Pancasila dan NKRI ?

Cuma ada tiga daerah istimewa di negeri ini, DKI Jakarta, Aceh dan Jogya. Tiga kekuatan bangsa ini: “Republik, Islam dan Nasionalis.”

Jadi buang sombongmu itu yang hendak menggugat lagi Raja Jogya hanya karena Cina tak boleh punya tanah di tanah Jogya.

Karena tanah Jogya, maaf, memang bukan untuk Cina.
Silakan Sinar Mas Group punya 5 juta hektar tanah di Bumi Pertiwi ini, tapi jangan sejengkal pun tanah di Jogya.

Seandainya Raja Jogya mau ....
Kalian semua abdi dalem!
Kalian tidak setuju? 
Berontaklah sekarang..!!
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda

No comments

Komentar anda sangat berguna untuk meningkatkan penulisan artikel