Jokowi gagal memahami bahwa masyarakat Indonesia secara sosiologis memiliki nilai-nilai etik dalam soal memberi dan menerima.
Demikian dikatakan sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun. Ia mengomentari kebiasaan Jokowi melempar bantuan dari dalam mobil kepada masyarakat dalam tiap kunjungannya ke daerah-daerah. Aksi itu kemudian melahirkan sindiran populer "Bantuan Langsung Lempar".
"Jokowi lupa bahwa secara sosiologis masyarakat kita memiliki nilai-nilai etik dalam soal memberi dan menerima. Memberi dengan cara melempar itu berseberangan dengan etik sosial bangsa Indonesia," ujar Ubed kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (23/4).
Menurutnya, kebiasaan buruk Jokowi juga menunjukkan kegagalan konsep dalam cara mengatasi masalah ekonomi rakyat kecil.
"Bantuan langsung lempar itu tidak akan mampu mengatasi kemiskinan rakyat kecil. Itu hanya cara instan yang tidak ada efek ekonomisnya, tetapi hanya memberi efek psikologis dan citra," kritik Ubed.
Dan bila bantuan langsung dari Jokowi tersebut benar-benar menggunakan pos APBN, hal tersebut bisa dinilai sebagai pelanggaran anggaran negara.
"Sebab BLL tidak ada dalam program pemerintah, dalam APBN, nomenklaturnya tidak ada. Jika mengaku ada, itu cara rezim mengada-ngada, menafsirkan nomenklatur anggaran tertentu," tuturnya.
Pembagian bantuan uang tunai dan bahan pokok yang dilakukan Jokowi sebagai incumbent juga tak akan lepas dari tafsiran politik menuju Pilpres 2019.
"Saran saya sebaiknya Jokowi menghentikan BLL dan berhenti melakukan pencitraan yang, maaf, terkesan 'kampungan'," tutup Ubed. (rmol)