Kaos #2019GantiPresiden bentuk aspirasi non verbal masyarakat atas kejengahan rezim Jokowi

Kaos #2019GantiPresiden bentuk aspirasi non verbal masyarakat atas kejengahan rezim Jokowi

Jokowi sepertinya lupa atau bahkan tidak tahu, yang menjadi kunci permasalahan bukanlah kaosnya tapi opini yang ditimbulkan dari kaos tersebut.


Kaos dengan tulisan "#2019 Ganti Presiden" akhir-akhir ini menjadi bahan perhatian masyarakat. Kaos ini bisa dengan mudah kita dapatkan baik itu di toko, emperan atau bahkan toko online.

Hebohnya lagi beredar video viral pembuatan sablon kaos " #2019GantiPresiden" di sosial media yang telah ditonton lebih dari 6000 orang. Hal ini ternyata mengusik Presiden Jokowi, di hadapan relawan, Jokowi menyindir dan berkomentar,

"Sekarang isu kaos ganti presiden 2019. Masa dengan kaos bisa ganti presiden, . Kalau rakyat berkehendak bisa, kalau rakyat nggak mau bisa. yang kedua, ada kehendak dari Allah SWT," katanya. " kata Jokowi (Sumber Beritanya)

Jokowi sepertinya lupa atau bahkan tidak tahu, yang menjadi kunci permasalahan bukanlah kaosnya tapi opini yang ditimbulkan dari kaos tersebut. Saat rakyat Thailand jengah dengan pemerintahan korup PM Thaksin Sinawatra, rakyat bergerak dengan kaos merah dan membanjiri dan melumpuhkan ibukota Bangkok, akhirnya Thaksinpun lengser.

Saat kampanye Pilpres di Taiwan 13 tahun yang lalu, capres Shiu Bian membuat gerakan simpatik dengan kaos dan menjadikannya seorang presiden Taiwan.


Kaos ini adalah bentuk aspirasi non verbal masyarakat atas kejengahan rezim saat ini. Kaos yang secara tidak langsung mewakilkan suara hati mereka yang memakainya agar 2019 ganti presiden.

Viralnya "#2019 ganti presiden" termasuk hebohnya kaos "ganti presiden" juga menandakan bahwa rakyat tak ingin berlama-lama lagi dengan rezim sekarang. Setidaknya rakyat punya banyak alasan kenapa presiden saat ini "tidak perlu" melanjutkan sampai dua periode.

Pertanyaannya, sudahkah Jokowi telah memenuhi janji-janjinya saat pilpres tahun 2014 lalu? Media Survei Nasional (Median) melansir bahwa elektabilitas Jokowi mengalami penurunan dari bulan ke bulan.

Saat ini posisi elektabilitas Jokowi masih jauh dari 50,0 persen, yaitu 35,0 persen pada bulan februari 2018 dari 36,2 persen pada Oktober 2017. Berdasarkan hasil survei, masih banyak masyarakat yang tidak puas dengan perekonomian di bawah kepempimpinan Jokowi.

"Sebanyak 37,9 persen responden menilai Jokowi belum mampu mengatasi masalah ekonomi", Ujar Rico Marbun, Direktur Median. Kesenjangan ekonomi semakin tinggi, sulitnya mencari lapangan pekerjaan dan harga-harga bahan pokok yang terus merangkak naik.  Banyaknya kasus korupsi dan dominasi etnis Cina pada ekonomi Indonesia. (Republika.co.id : 22/02/2018).

Dalam 3 tahun awal Jokowi memimpin, para pengamat politik dan ekonomi mengklaim, perekonomian Indonesia di bawah Jokowi melorot, daya beli merosot. Pada saat kampanye Pilpres 2014 lalu, jika Jokowi dipilih menjadi Presiden, ia berjanji akan menjadikan pertumbuhan 8 persen per tahun," demikian kata pengamat dari NSEAS, Muchtar Effendi Harahap.

Jokowi memasang target pertumbuhan ekonomi sebesar 7% tetapi yang diperoleh adalah sebesar 5% saja. Dari parameter ini sesungguhnya telah gagal mencapai target dan kondisi kinerja Jokowi dalam mengurus perekonomian makro tergolong buruk. (Sumber Beritanya).

Selain itu Jokowi dinilai sering diam-diam menaikkan harga BBM dan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang tentu hal ini menyusahkan masyarakat karena mempengaruhi kenaikan harga barang pokok dan kenaikan barang lainnya. Kurang dari 1,5 Tahun awal Jokowi menjabat presiden, tujuh kali BBM mengalami naik turun (Sumber Beritanya) Entah sekarang sudah terhitung berapa kali harga BBM diotak atik.

Lalu bagaimana dengan kasus korupsi di negeri ini ? Seperti era rezim-rezim sebelumnya, permasalahan korupsi memang tak kunjung selesai, begitupun era Jokowi korupsi pun semakin menggurita. Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar mengatakan pemberantasan korupsi masih jauh dari program nawacita yang diusung Jokowi.

"Jokowi kehilangan komitmen pemberantasan korupsi. Komitmen Jokowi ada di posisi parah. Jokowi tidak membayar utang kampanye justru suskes mendorong era kegelapan pada korupsi," ujarnya saat acara 'Diskusi Berseri Madrasah Anti Korupsi' di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Rabu (27/12) (Sumber Beritanya).

Pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan oleh Jokowi menjadi alasan Indonsia menambah hutang luar negerinya. Tentu hal ini menambah kekhawatiran baru karena hutang ini akan terus menurus membebani sampai anak cucu negeri ini nanti.

Penulis : Iis Nawati
Edited by Code Lab News
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda

No comments

Komentar anda sangat berguna untuk meningkatkan penulisan artikel