Larangan penggunaan cantrang tertuang dalam surat Edaran Nomor: 72/MEN-KP/II/2016, tentang Pembatasan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Cantrang di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Indonesia (WPPNRI).
Di sisi lain, KKP telah mengundangkan Permen Nomor 2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di WPPNRI. Alasan dari penerapan aturan ini adalah alat tangkap tersebut termasuk dalam alat tangkap yang dapat merusak habitat ikan.
Dalam surat itu disebutkan, nelayan wajib mengganti cantrang dengan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan demi kelangsungan sumberdaya ikan.
Lalu seperti apa cantrang itu?Alat tangkap cantrang dalam pengertian umum digolongkan pada kelompok Danish Seine yang terdapat di Eropa dan beberapa di Amerika. Dilihat dari bentuknya alat tangkap tersebut menyerupai payang tetapi ukurannya lebih kecil.
Infografis Cantrang(Dok KKP) |
Nelayan Tegal Minta Penggunaan Cantrang Dilegalkan Secara Nasional
Ratusan nelayan dari Paguyuban Nelayan Kota Tegal (PNKT) dan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), melakukan kirab berkilo-kilometer, Rabu (11/4). Kirab ini digelar untuk memperingati Hari Nelayan. Dalam kesempatan itu, mereka kembali menuntut pemerintah melegalkan penggunaan cantrang secara nasional.
Ratusan nelayan di Tegal melakukan kirab untuk memeringati hari nelayan, Rabu, 11 April, 2018. (Foto: Reza Abineri/Panturapost.id) |
Beberapa poin petisinya antara lain meminta dukungan untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat nelayan Kota Tegal. Mereka juga meminta dukungan terhadap percepatan industri perikanan Nesional sesuai dengan Inpres Nomor 7 Tahun 2016.
Selain itu, nelayan mendorong pemerintah atas status pelegalan alat penangkap ikan cantrang secara nasional. Sebab, menurut mereka, nelayan cantrang sudah berkontribusi kepada negara melalui PNBP dan PHP. Tuntutan lain yakni meminta pemerintah untuk menyederhanakan dokumen kapal perikanan tangkap dan tuntutan lainnya.
Riswanto mengatakan selama 3 tahun ini, nelayan Kota Tegal masih berpolemik dengan alat tangkap cantrang meski oleh presiden sudah diperbolehkan melaut kembali. "Legalitas nelayan cantrang masih kita perjuangkan agar pemerintah melegalkan nelayan cantrang," jelas dia.
Dia menjelaskan, dalam instruksi presiden, kapal cantrang agar bisa melaut kembali. Hasilnya, kini cantrang yang diatas 30 GT (Grosstonage) sampai hari ini masih bisa beroperasional di laut. Akan tetapi, yang dibawah 30 GT diaturan, izin berlaku akan berakhir pada Juni mendatang.
"Artinya setelah itu, nelayan cantrang di bawah 30 GT tidak bisa beroperasi. Kita merasa di kotak-kotakan. Padahal kita semua merasa berkontribusi memberi pendapatan," terangnya.
Cantrang
Kebijakan itu, kata dia, seperti membeda-bedakan nelayan. Dan, adanya aturan yang memperbolehkan cantrang melaut kembali hanya berlaku di sepanjang pesisir utara Jawa Tengah dan Lamongan, menambah polemik selain dua daerah itu.
"Mereka merasa diskriminasi, karena yang diperbolehkan melakukan perpanjangan izin hanya di Jawa Tengah dan Lamongan," ujarnya.
Dia pun mengancam, tahun depan ada aksi lain, apabila izin cantrang tidak juga dikeluarkan. Pasalnya, saat ini untuk Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) diganti dengan Surat Keterangan Melaut (SKM).
"Itu belum cukup karena secara undang-undang pelayaran dan perikanan SKM belum termasuk legalitas. Yang diperlukan SIUP dan SIPI," imbuhnya.
Sementara Ketua KUD Karya Mina Kota Tegal, Hadi Santoso mengatakan, nelayan cantrang yang selama ini dianggap merusak lingkungan. Ini sebagai bukti bahwa nelayan cantrang mendukung lingkungan.
Dengan harapan kegiatan semacam ini bisa dilaksanakan setiap tahun dengan penambahan kegiatan.
"Intinya (nelayan) cantrang harus bisa membuktikan kepada Pemerintah bahwa cantrang ramah lingkungan," katanya.
Menanggapi itu, Pjs Walikota Tegal, Achmad Rofai mengklaim, Pemerintah sudah memperhatikan kesejahteraan nelayan. "Kami akan meneruskan aspirasi ini ke tingkat atas sehingga nantinya akan didengar," tutur dia.
Ia pun mengapresiasi kepada nelayan karena kegiatan peringatan kirab dengan kondusif. "Kami menyampaikan koreksi agar petisi ini tidak hanya ditandatangani oleh wali kota dan ketua DPRD namun oleh seluruh Forkompida," imbuh dia. (Reza Abineri)