Para akademisi secara tersamar lagi bicara Capres yang cocok, Ingat pilih pemimpin tak seperti pilih mi instan

Para akademisi secara tersamar lagi bicara Capres yang cocok, Ingat pilih pemimpin tak seperti pilih mi instan

Relawan Gatot sudah muncul dan bergerak. Bahkan, eks Ketua MK Mahfud MD memprediksi Gatot yang akan melawan Jokowi di Pilpres nanti


Peluang Gatot Nurmantyo sebagai capres sebenarnya masih terbuka. Kekuatan elektabilitasnya juga ada. Berbagai lembaga survei selalu memasukkan namanya sebagai capres di bawah Jokowi dan Prabowo.

Relawan Gatot pun sudah muncul dan bergerak. Bahkan, eks Ketua MK Mahfud MD memprediksi Gatot yang akan melawan Jokowi di Pilpres nanti. Hanya saja, eks Panglima TNI ini dinilai kurang agresif. Gerakannya nggak terlihat jelas. Padahal waktunya singkat.

Sejak akhir tahun lalu, nama Gatot selalu muncul di berbagai survei. Meski elektabilitasnya masih jauh tertinggal di bawah Jokowi dan Prabowo. Dalam survei SMRC yang dirilis awal tahun kemarin misalnya, elektabilitas Gatot ada di 0,8 persen.

Hasil survei Cyrus Network yang dirilis pekan kemarin, lain lagi. Elektabilitas Gatot melesat hingga 19,1 persen. Jokowi 64 persen dan Prabowo 29,8 persen. Hasil Survei Media Survei Nasional (Median) yang dirilis pertengahan bulan ini bahkan menyebut Gatot masuk daftar enam tokoh capres yang elektabilitasnya mengalami tren kenaikan. Dari 5,5 persen menjadi 7 persen.

Relawan Gatot pun sudah bermunculan. Dan bergerak menggelar deklarasi pencapresan. Sejak Gatot resmi pensiun sebagai panglima TNI, hampir dua minggu sekali ada relawan yang mendeklarasikan Gatot sebagai capres.

Kemarin, giliran kelompok relawan yang menamakan diri Generasi Muda Milinial (GMM) yang melakukan deklarasi di Cikini, Jakarta Pusat. Sebelumnya muncul kelompok relawan yang menamakan Gatot Nurmantyo untuk Rakyat (GNR) dan Forum Masyarakat Yogya (FMY).

Peneliti dari LSI Denny JA, Toto Izul Fatah mengatakan, Gatot adalah figur yang potensial menjadi capres. Gatot punya potensi menjadi penarik suara. Karena itu, dia menilai parpol yang mempertimbangkan poros ketiga juga tengah merancang rencana cadangan dengan menyiapkan figur tertentu. Antara lain menjadikan Gatot sebagai capres.


Toto mengakui, elektabilitas Gatot saat ini belum tembus di angka 10 persen. Hanya saja, Gatot punya potensi menjadi magnet pilihan publik. Apalagi elektabilitas Jokowi belum aman karena tidak bisa merespons titik-titik lemahnya.

Ada tiga persoalan utama yang menjadi kelemahan Jokowi. Pertama, isu ekonomi, yakni terkait kesejahteraan masyarakat. Kedua, soal SARA. Ketiga, buruh migran. Isu yang ketiga banyak dikritisi oleh kalangan aktivis masyarakat sipil. "Dan ini punya potensi merontokkan Jokowi jika dia lengah," kata Toto, kemarin.

Toto mengungkapkan, Gatot tidak boleh dianggap enteng. Walaupun elektabilitasnya masih rendah, bukan berarti tidak akan berhasil menjadi pesaing Jokowi. Gatot hanya belum mampu memenuhi hukum besi, yakni pengenalan dan kesukaan. Dia menilai, sementara ini Gatot cenderung pasif. Tidak responsif melihat medan.

Jika Gatot turun melakukan sosialisasi maka hasilnya kemungkinan berubah. "Jika Gatot mampu meningkatkan pengenalan, apalagi kalau sampai berbanding lurus pengenalan dan kesukaannya maka bisa menjadi magnet. (Sebanyak) 41 persen ingin pemimpin baru bukan mustahil larinya ke Gatot, kalau cerdas mendesain programnya, mem-branding personal figure-nya ke depan," paparnya.

Senada disampaikan Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari. Kata dia, poros koalisi baru bisa terbentuk jika Gatot serius dan tidak pasif dalam menarik dukungan Parpol. Karena itu, kunci munculnya poros koalisi baru bukan pada Parpol, melainkan pada tokoh yang ingin maju ke Pilpres itu sendiri. Jadi, keseriusan seorang Gatot akan diuji menjelang pendaftaran Pilpres 2019. Jika serius, kemungkinan Parpol akan ikut berkoalisi itu akan besar.


"Tapi kalau usahanya minimalis, bersikap pasif, itu akan menjadi berat, pasti parpol tertarik pada konstalasi yang sudah ada. Karena naluri pertama dari parpol itu kan ingin menang. Kecenderungan parpol yakni berkoalisi dengan calon-calon yang berelektabilitas tinggi, Pak Gatot nggak punya elektabilitas walaupun katanya punya dana, dananya juga menarik," katanya.

Dia menyebut, elektabilitas Gatot saat ini memang masih rendah dibanding Jokowi dan Prabowo. Sebab, hasil survei elektabilitas ibarat barang yang sudah jelas di tengah-tengah masyarakat. Sementara dana, baru akan menjadi jelas jika digelontorkan lebih dulu.

CEO Cyrus Network Hasan Nasbi menyebut, peluang Gatot untuk nyapres berat karena terganjal tiket. Saat ini, Gatot belum memiliki dukungan partai politik dan bukan merupakan kader partai politik. "Problemnya soal tiket, siapa yang mau memberikan ke Pak Gatot. Sekarang kan pilihannya tidak banyak," kata Hasan.

Kata dia, peluang Gatot maju hanya jika Prabowo memberikan tiket yang saat ini sudah digenggamnya. Namun, kata dia, Prabowo akan berpikir berkali-kali sebelum menyerahkan tiket ke Gatot. Pasalnya, selain Gatot belum memiliki elektabilitas tinggi, dia juga belum terlihat mampu mengerek perolehan suara Partai Gerindra.

Gatot dinilai belum bisa memberikan limpahan suara kepada partai politik yang mengusungnya. "Sementara kalau mereka memajukan Pak Prabowo, efek elektoralnya jelas, Gerindra bisa jadi partai nomor dua terbesar di Indonesia," kata Hasan, kemarin (rmol)
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda

No comments

Komentar anda sangat berguna untuk meningkatkan penulisan artikel