Hidup di alam demokrasi, yang setiap lima tahun terjadi pergantian rezim namun hal itu tidak membawa perubahan signifikan untuk kehidupan rakyat. Di bawah kepemimpinan presiden yang senantiasa berganti nyatalah kehidupan rakyat tidak menjadi lebih baik.
Berbagai kebijakan di gulirkan, bahkan sudah di programkan semenjak memulai kampanye. Ketika terpilih, program - programe kerja tersebut tinggal di jalankan. Walaupun secara klaim, semua mengaku kebijakannya tapi selalu bukti bicara lain.
Setiap kebijakan yang di gulirkan tidak pernah rakyat yang di untungkan. Bahkan dari berbagai kebijakan yang dibuat mengatas namakan kepentingan rakyat hakikatnya rakyat tidak bisa merasakan buah manis dari kebijakan tersebut.
Seandainya di buatkan list kebijakan - kebijakan pemerintahan saat ini pada periode kekuasaannya mungkin sudah berdert prestasi yang mereka raih, mungkin saja mereka layak menadpatkan penghargaaan sebagai pemecah rekor muri dalam banyaknya program yang di buat.
Kebijakan Khianat
Amanah itu label yang layak di sandangkan bagi pemimpin yang mampu menjalankan tugasnya dengan baik sebagaimana mestinya. Namun sebaliknya kata khianat adalah label yang tepat pula untuk pemimpin yang senantiasa menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi bahkan tidak pernah menjalankan kewajiabnya mengurusi rakyat dengan baik.
Misal pemimpin yang khianat itu adalah yang senantiasa memberatkan segala urusan rakyatnya dalam bentuk pelaturan atau kebijakan yang di buatnya.
Misal pencabutan subsidi BBM dengan anggapan tidak tepat sasaran, atau seperti yang terjadi di akhir bulan maret 2018 pemerintah secara diam - diam menaikan harga BBM non subsidi pada tenga malem. Bangkapos.com 25 maret 2018.
Belum lagi baru - baru ini di tengah publik di hebohkan dengan penistaan yang di lakukan Sukmawati, pemerintah secara diam - diam malah mengeluarkan Peraturan Presiden no 20 Tahun 2018 tentang pengaturan Tenaga Kerja Asing (TKA).
Pepres ini dianggap sebagai kebijakan yang dzolimm, karena di tengah besarnya jumlah pengangguran di Indonesia yang masih menjadi masalah utama, pemerintah malah mengeluarkan pelaturan yang memudahkan masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia.
Salah satu kebutuhan masyarakat saat ini adalah terciptanya lapangan pekerjaan, jumlah angkatan kerja yang naik signifikan di setiap tahunnya belum terpecahkan.
Dikutip dari tempo.com, pada tahun 2017 saja jumlah angkatan kerja mencapai 131,55 juta, belum lagi di tahun 2018 menjelang akhir tahun jumlah angkatan kerja akan jauh lebih besar.
Di sisi lain, pemerintah dengan PEPRES nya justru memudahkan TKA untuk masuk dan menempati lowongan - lowongan pekerjaan yang ada, padahal untuk rakyat sendiri saja masih belum terpenuhi.
Pemimpin sebagai Perisai
Salahasatu alasan yang di kemukakan ketika mengeluarkan PEPRES TKA adalah untuk meningkatkan daya tarik investor asing dan untuk memperluas lapangan pekerjaan. Namun alasan yang mereka sebut sebagai tujuan itu hanyalah isapan jempol belaka.
Karena tidak ada jaminan masuknya tenaga kerja asing menjadi daya tarik bagi para investor. Pada faktanya alih - alih menciptakan lapang kerja untuk rakyat justru dengan derasnya tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia semakin mempersempit kesempatan kerja untuk pribumi.
Semua kesulitan dan beban yang di hadapi rakyata spertinya bukan masalah utama bagi penguasa, yang penting segala keinginan dan kepentingan mereka tercapai kepentingan rakyat di abaikan.
Padahal pemimpin harusnya mampu memenuhi semua kebutuhan rakyatnya, dan mampu menunaikan semua hak rakyatnya dengan baik.
Dalam Islam posisi pemimpin ibarat perisai yang senantiasa mampu menjadi pelindung bagi rakyatnya, sebagaimana sabda Rasululloh: "Seorang pemimpin adalah perisai. Rakyat akan berperang dibelakangnya dan berlindung di belakangnya."
Kiriman dari Media Oposisi