layak didengar terus menuai kritik.
Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Anton Digdoyo menegaskan, keputusan tersebut kurang transparan.
Menteri Lukman, lanjut dia, harus menjelaskan dasar dan kriteria penunjukkan ustadz tersebut secara terbuka ke publik.
"Memang ini jadi blunder bagi Menag. Juga birokrat rezim ini makin kolaps. Semua jadi salah langkah. Mosok bahas hutang negara yang menggunung malah rakyat suruh usaha racun kolomenthe?" jelas Anton ketika dihubungi, Sabtu (19/5).
Dalam kacamata dia, sikap Menag juga menunjukkan kegalauan menghadapi dinamika rakyat yang makin tak percaya pemerintah (distrust society).
Apalagi, masih kata Anton, dua upaya strategi sebelumnya untuk meredam umat ditolak keras oleh rakyat, yaitu ide registrasi ustadz dan melarang bicara politik di masjid-masjid.
"Semua kandas karena memang tanpa dasar hukum yang kuat, justru melanggar konstitusi amanat UUD 45. Sudah sangat jelas WNI wajib beragama dan taat menjalankan ibadah agamanya sesuai kitab sucinya," jelasnya.
"Para pendiri NKRI sangat anti sekuler, anti liberal karena memang tidak cocok dengan ideologi NKRI falsafah bangsa Pancasila. Kini Menag buat gara0gara 200 Dai yang boleh didengar nasehat-nasehatnya juga menjadi bahan tertawaan rakyat . Oh kasihan kau Menag," demikian Anton. (sam)