Meskipun kepolisian membantah adanya korban tewas dalam pembagian sembako gratis di Monas, Jakarta Pusat, pada akhir pekan lalu. Namun, fakta di lapangan tak dapat terbantahkan.
Orang tua korban Komariah (49) tak menyangka bila putra kesayangannya Rizki Syaputra (10) meninggal dunia saat ikut acara Untukmu Indonesia di Monas, Gambir, Jakarta Pusat pada Sabtu, 28 April 2018 lalu.
Rizki meninggal usai alami sesak napas di sela-sela pembagian sembako di Monas. Tubuh bocah malang itu kemudian roboh di Jalan Merdeka Utara. Meski saat kejadian Rizki dibawa ke RS Tarakan, namun nyawanya tak selamatkan.
Rizki meninggal dunia dalam pelukan sang ibunda di Unit Gawat Darurat (UGD) RS Tarakan. “Padahal niatnya mau ambil sembako, tapi ini malah kehilangan anak,” ujar Komariah saat ditemui di rumahnya di Pademangan, Jakarta Utara pada Selasa (1/5/2018).
Pernyataan Komariah, bertolak belakang dengan statment polisi. Sebelumnya Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono dan Kapolres Jakarta Pusat, Kombes Pol Roma Hutajulu membantah bila kegiatan itu menyebabkan dua bocah tewas. Mereka tewas di luar acara dan bukan bagian dari orang yang mengambil sembako.
Komariah menuturkan, sesaat sebelum anaknya tewas. Rizki yang keterbelakangan mental tampak sehat pagi itu. Dia pun kemudian tak ragu membawa serta Rizki dari rumahnya.
Menggunakan bus Mayasari dari Kawasan Ancol yang disediakan panitia. Komariah, Rizki, serta puluhan rombongan pergi menuju Monas. Rombungan bus yang membawa Komariah dan Rizki berhenti di sekitaran Masjid Istiqlal, selnjutnya mereka kemudian berjalan.
Saat itu, kondisi Rizki sehat, kaki kecil melangkah dengan cepat lantaran ingin melihat Tugu Monas. Rizki meminta Komariah untuk bergegas. Namun karena, kondisi sekitar Monas kian penuh, tubuh kecil Rizki mulai terhempit di antara tubuh-tubuh orang dewasa.
Rizki mendadak lemas, Komariah bergegas menggendong Rizki menjauhi kerumunan warga. “Saya belum sempat antre, kondisi sangat penuh, orang-orang saling dorong, beberapa warga malah kehempit, termasuk Rizki,” ucapnya.
Dalam keramaian itu, Rizki yang terdorong sempat terjatuh, dua kaki mungilnya sempat terinjak-injak kerumunan orang. Komariah meminta tolong, namun tak dihiraukan. Sebelum akhirnya dia menarik Rizki menjauhi kerumunan orang.
“Saya duduk di situ Rizki sudah nggak bisa berdiri karena sakit kali ya, badannya juga lemas. Saya tidurin di rumput, muntah-muntah, langsung kejang. Sudah kejang saya minta tolong sama ada lima orang laki-laki di stand, saya minta tolong saja enggak ditolongin,” tutur Komariah.
Beruntung saat kejadian, seorang anggota TNI menolong dan membawa Rizki ke Posko Kesehatan menggunakan motor. Di tenda itu seorang dokter yang meriksa kemudian merujuk Rizki ke RS Tarakan.
“Dokter bilang infus saja lah. Sudah diinfus sudah diambil darah,” ujarnya. Dalam kondisi setengah sadar, Rizki kemudian berbicara, suaranya tak begitu jelas karena lemas, Komariah kemudian meminta Rizki minum dari air mineral gelas.
“Kedua kalinya mau minum lagi kan saya kasih saja sedikit seujung sedotan eh dokter datang ke situ saya diomelin. Kenapa dikasih air bu? Nanti dedenya sesak napas, eh benar sesak napas,” tutur Komariah sembari menirukan ucapan dokter.
Khawatir kian parah, Dokter kemudian memasukan selang ke hidungnya sampai masuk ke paru-paru mengeluarkan cairan. Meski sempat dilepas menjelang siang, selang itu kemudian dipasang lagi saat malam hari sebelum akhirnya Rizki meninggal pada pukul 04.35 WIB
Kini kecerian dan canda tawa Rizki menghilang. Teriakan, celotehan, senyumnya tak lagi ada, kenangan dan penyeselan hanya bisa diingat Komariah. “Jenazahnya dimakamkan di Bogor, di samping makam ayahnya,” ucap Komariah.
Senada dengan Komariah, Kaka rizki, Adi (21), mengaku sedih dengan kejadian itu. Kenangan bocah kelas 3 SLB Dian Grahita, Jalan Angkasa, Kemayoran, Jakarta Pusat masih terniang dalam ingatanya.
Terlebih beberapa jam sebelum kematian, Adi mengantarkan Rizki dan Komariah ke Ruko Permata Ancol yang menjadi titik kumpul keberangkatan. Saat melihat kondisi Rizki yang melemas, Adi menemukan luka luka memar di tubuh rizki, Adi menduga luka itu berasal dari injakan sejumlah warga yang datang.
Terhadap kasus ini, Adi berharap kejadian Rizki bisa menjadi pelajaran, terutama panitia acara yang wajib memprediksi acara. Dia pun berharap kejadian serupa tak terulang, sehingga tak ada Rizki-Rizki lain di masa mendatang.
“Baru Disparbud aja yang kasih materi, kalo panitia belum,” jawab Adi saat ditanya santunan. Selain Rizki, korban lainnya juga menimpa Mahesa Junaedi (12). Bocah malang itu harus tewas mengenaskan setelah nyawanya tak tertolong karena terinjak injak saat pembagian sembako lalu. (ms)