Telah menjadi tabiat dalam sistem Kapitalisme, siapa pemilik modal Kapital maka merekalah para pemilik Negara yang sesungguhnya.
Tak perlu ditanya apakah mereka itu pejabat Negara atau bukan, namun pastinya dengan kekayaannya para pengusaha papan atas memiliki peran penting sebagai pemegang kendali yang sesungguhnya.
Korporasi yang notabene adalah badan usaha dan bukanlah institusi Negara, namun memiliki kemampuan dalam mengendalikan kebijakan Negara, bahkan mampu pula menciptkan perang saudara atau konflik sentimentil di sebuah wilayah.
Menurut Chomsky, kapitalisme itu membutuhkan ruang hidup berupa Negara yang siap di konsumsi. Sehingga Korporasi besar yang mampu mengendalikan pasar (free trade) adalah ibarat Raja Pemilik Negara yang mampu mengangkat dan memberhentikan para ‘pemimpin boneka’ di negara-negara kaya SDA dengan tingkat pendapatan dibawah rata-rata.
Maka tak heran, dimanapun negaranya para pemimpin Negara khususnya negara yang memiliki kekayaan SDA melimpah, maka para pemimpinnya yang tak mampu bersikap tegas akan memiliki peluang yang tinggi menjadi boneka-boneka Kapitalisme.
Namun sebaliknya, bila Pemimpinnya memiliki sifat yang tegas dan berwibawa dalam menghadapi gempuran Korporasi, maka tantangan selanjutnya adalah si Pemimpin akan terus di teror bahkan bisa jadi di gulingkan karena dianggap tidak manut pada Korporasi.
Di timur tengah misalnya, mayoritas para pemimpin di Tim tengah memiliki karakter tegas dan tak mau disetir menjadi boneka Kapitalisme, maka tantangan disana semakin besar, bila pemimpin negara disana yang mulai kritis kepada pemegang kendali Kapitalisme (Barat), tak ada pilihan lain selain di kudeta atau di serang langsung secara militer.
Inilah potret Kapitalisme yang sesungguhnya, maka tak salah bila ada ungkapan, tambang minyak itu bila ditemukan hari ini bukannya bikin kita kaya, tetapi justru membuat kita makin sengsara.
Abu Bakar Bamuzaham, Network Associate Global Future Institute (GFI)