Trik menyebar isu teroris untuk meraih tujuan yang lebih besar

Trik menyebar isu teroris untuk meraih tujuan yang lebih besar

Menurut Noam Chomsky, selain teror yang dilakukan oleh individu atau kelompok, ada pula terorisme negara (state terrorism), namun juga ada terorisme pemerintah (government terrorism) yang dilakukan penguasa terhadap rakyatnya sendiri


Negara-negara Timur Tengah sebagai negara yang kaya minyak merupakan target utama negara Superpower. Itu sebabnya semboyan kuasai Sumber Daya Alamnya maka kamu akan kuasai Negara, bukan sekedar retorika.

Berbagai upaya telah dilakukan Amerika Serikat demi merebut sumber-sumber minyak yang ada di wilayah tersebut. Ada yang didekati secara baik-baik maupun dengan invasi militer secara besar-besaran.

Negara yang bersedia menerima intervensinya akan dirangkul dengan baik, tetapi jika membangkang maka akan dibuat isu untuk legitimasi menjajah negara tersebut secara militer. Arab Saudi takluk dengan pendekatan diplomatis, tetapi Iraq dan Afganistan diinvasi dengan kedok kemanusiaan dan terorisme. Padahal sampai sekarang tidak terbukti sedikitpun adanya indikasi dua negara tersebut sebagai sarang terorisme.

Melihat dan mempertimbangkan apa yang dilakukan Amerika Serikat, nampaknya perlu kita merasa curiga dengan apa yang sedang bergolak di negara-negara di dunia ini. Baik yang ada di Suriah yang saat ini sedang bergolak karen perang intern, dan nampaknya perang ini pun akan merembet antar negara (Suriah vs Turky).

Hal ini sangat mungkin ada intervensi asing (Barat) dalam membuat kekacauan di negara tersebut. Karena ambisi barat sangat nyata dengan berbagai kebijakan ganda di wilayah tersebut. Trik-trik Petagon yang sering melakukan berbagai manuver untuk menguasai kekayaan dunia sangatlah besar.

Bagimanan dengan Indonesia ?

Melihat segala track record yang dilakukan para imperialis barat, nampaknya kita pun tidak lepas dari cengkraman barat baik secara sosial, politik, bahkan ekonomi. Gagasan liberalisme dan sekulerisme merupakan misi ideologis yang sudah mendarah daging di negari ini.

Gagasan ideologis ini sudah sedemikian akutnya di dalam benak generasi kita sehingga generasi kita pun sudah hampir seratus persen berkiblat pada barat. Rasa kecintaan terhadap bangsa sendiri yang luhur dan cinta damai sudah mulai pudar. Sikap sopan, santun dan kejujuran sudah mulai hilang seiring dengan lahirnya budaya hedonisme, materialisme dan sikap suka menjatuhkan orang lain dengan berbagi trik ala Yahudi.

Lebih mimprihatinkan lagi, saat ini ada kecenderungan genegarasi kita memusuhi budaya sendiri dan menghancurkan budaya luhur dengan menganggap budaya kita tidak up to date atau sudah tidak relevan lagi.


Menurut Noam Chomsky, selain teror yang dilakukan oleh individu atau kelompok, ada pula terorisme negara (state terrorism), namun juga ada terorisme pemerintah (government terrorism) yang dilakukan penguasa terhadap rakyatnya sendiri. Itulah klasifikasi dan/atau jenis-jenis teror menurut asumsi Chomsky.

Kalau yang berlangsung di level global di Timur Tengah misalnya, Ini termasuk jenis terorisme negara atas negara. Jadi, kata “teroris” itu hanya isu semata. Artinya, cuma awalan. Entah itu isu al Qaeda yang kini telah “bubar,” entah Jabhal al Nusra di Suriah, ataupun ISIS, dan lain-lain sekali lagi, ia (teroris) cuma isu belaka. Kenapa? Karena pasca isu muncul di publik akan ditindak-lanjuti dengan tema atau agenda yang sudah dipersiapkan dengan berbagai narasi logis.

Contoh nyata adalah serangan 9-11 di New York dekade 2000-an. Silahkan dicermati, usai peristiwa 9-11,  isu teroris al Qaeda pun ditebar ke publik global oleh George W Bush, dan kemudian ditindak-lanjuti dengan agenda berikutnya yakni serbuan koalisi militer Barat pimpinan Amerika Serikat (AS) ke Afghanistan.

Pun demikian pula kasus Irak di zaman Saddam Husein. Isunya senjata pemusnah massal, agendanya ternyata penyerbuan koalisi militer pimpinan AS. Jadi, setelah ada isu pasti muncul tema sebagai lanjutan dari isu tersebut. Itulah sekilas pola state terrorism. Teror sebuah negara terhadap negara lain.

Dan bagi keduanya kasus Afghanistan dan Irak Barat ternyata memiliki hidden agenda atau agenda tersembunyi yang merupakan skema kolonialisme yakni mencaplok sumber daya alam (energi) negara dimaksud. Retorikanya, “Mungkinkah akan muncul isu al Qaeda ataupun isu senjata pemusnah massal apabila Irak dan Afghanistan hanya penghasil korma saja ?”

Geopolitik menyiratkan, bahwa tahapan kedua modus tadi isu dan agenda hanyalah sebuah geostrategi guna meraih apa yang disebut geoekonomi (dalam hal ini adalah energi). Singkat kata, dari perspektif geopolitik, isu teroris cuma modus belaka. Tak lebih. Ia hanya sarana untuk meraih tujuan yang lebih besar.

Dari pengalaman empirik ini, kemudian muncul modus baru yakni “isu sebagai pola” dan “isu sebagai metode”. Apakah itu? Isu sebagai pola contohnya adalah kasus di atas (Afghanistan dan Irak).

Dengan kata lain, tebaran isu akan ditindak-lanjuti dengan agenda/tema yang berujung penancapan skema kolonialisme yakni mencaplok geoekonomi negara target. Jadi, entah isu yang ditebar memunculkan kontroversi baik di internal maupun eksternal, negara kolonial tidak peduli.

Jalan terus. Akan tetapi, isu sebagai metode berbeda. Ini cuma dipakai memancing reaksi publik. Test the water. Artinya, jika isu yang dilempar menimbulkan resistensi atau penolakan publik, isu pun “ditarik” kembali.

Agenda (dan skema) batal diluncurkan. Sebaliknya, jika isunya yang ditebar “ditelan” oleh publik, maka akan diteruskan dengan agenda lanjutan.

Pertanyaannya kini, rentetan terorisme akhir-akhir ini di republik tercinta, itu modus isu sebagai pola atau isu sebagai metode; apakah publik kita tergolong “menolak” atau justru “menelan” mentah-mentah ?

Namun apapun modusnya. Peristiwa telah terjadi. Korban banyak berjatuhan. Rest in peace/RIP untuk para bhayangkara dan warga masyarakat yang menjadi korbannya. Semoga para arwah diberikan tempat yang layak di sisi-Nya. Amin

Dirangkum dari berbagai sumber internet diantaranya tulisan dari M Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda

No comments

Komentar anda sangat berguna untuk meningkatkan penulisan artikel