Kemacetan panjang hingga puluhan kilometer di jalur tol Cikampek dan Cipali pada mudik Lebaran 2018, mendapat perhatian Wakil Ketua DPR Fadli Zon.
Kemacetan juga diderita warga Jakarta dan sekitarnya dampak penerapan sistem satu arah atau one way Tol Cikampek.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini menyatakan, masih parahnya kemacetan pada arus mudik dan arus balik telah menandakan pemerintah gagal kelola kemacetan mudik tahun ini.
Di sisi lain, kata Fadli Zon, juga menunjukkan pembangunan jalan tol ternyata tak efektif atasi kemacetan.
“Dari pemberitaan media dan laporan rekan-rekan yang mudik, kemacetan parah masih tetap terjadi di sejumlah ruas tol. Baik pada arus mudik maupun arus balik," katanya.
Di tol Cikampek pada H-2 Idul Fitri, misalnya, terjadi kemacetan parah hingga 30 kilometer.
Kemacetan lebih parah terjadi di ruas tol Cipali mencapai 42 kilometer. Begitu pula pada arus balik.
Kemacetan sama parahnya terjadi pada ruas tol tersebut.
“Kemacetan parah di sejumlah ruas tol menandakan, pemerintah belum berhasil antisipasi mudik lebaran," katanya.
Klaim keberhasilan terlalu dini yang digembar-gemborkan di media, menurut Fadli Zon, ternyata tak sesuai realita.
Ini menunjukkan, pembangunan sejumlah ruas tol baru yang selalu dibanggakan pemerintah, bukan solusi akhir.
Menurut Fadli Zon, pembangunan infrastruktur jalan bagus-bagus saja, tapi belum tentu dapat atasi kemacetan.
Pemerintah juga harus menghitung jumlah mobil dengan kapasitas jalan dan pemenuhan pelayanan standar lainnya.
“Rekayasa lalu lintas berupa contraflow, juga tak maksimal mencegah atau sekedar mengurai kemacetan," katanya.
Padahal, contraflow yang diberlakukan sudah sangat panjang.
Bahkan, kata Fadli Zon, bisa jadi penerapan contraflow kali ini terpanjang dalam sejarah Indonesia.
"Contraflow juga mengganggu masyarakat pengguna tol reguler yang tak tahu kebijakan ini," katanya.
Jelas sekali, kata Fadli Zon, masyarakat dirugikan karena harus membayar tarif tol mahal, namun tetap merasakan kemacetan.
Sedangkan masyarakat yang tidak mudik terkena imbas kebijakan yang tanpa perhitungan karena menderita kemacetan sepanjang jalan akibat pemberlakuan one way.
Sementara itu, pengelola jalan tol mendapat keuntungan besar karena volume kendaraan yang tinggi.
Seharusnya jalan tol adalah jalan bebas hambatan dan mempermudah perjalanan.
“Seperti pernah saya sampaikan, meski tarif tol terus naik, pengelola jalan tol kerap abai terhadap penyesuaian Standar Pelayanan Minimal (SPM)," katanya.
Berdasarkan pemeriksaan BPK 2017, ada sejumlah temuan pemenuhan SPM jalan tol yang tak memadai.
Seperti belum adanya SOP pemeriksaan pemenuhan SPM yang lengkap, tak adanya penetapan standar penggunaan kecepatan tempuh rata-rata, dan beberapa ruas tol ditemukan masih tak penuhi indikator jumlah antrean kendaraan dan kecepatan tempuh minimal rata-rata.
Mestinya, kata Fadli Zon, pemerintah instruksikan Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) fokus perbaiki kekurangan tersebut, bukan malah hanya fokus menaikkan tarif padahal jalan tol semakin sempit karena lajur tersita proyek ambisi LRT dan jalan layang tol yang sangat merugikan pengguna jalan tol.
"Kalau SPM ini ditangani, kemacetan parah dalam momen mudik lebaran bisa diperbaiki," katanya.
Kemacetan parah, menurut Fadli Zon, juga menandakan kegagalan pemerintah memrediksi puncak kemacetan.
"Ini aspek nonteknis yang tak kalah penting. Melesetnya prediksi arus puncak, baik mudik maupun balik, sangat dipengaruhi ketidaktegasan pemerintah ketika memutuskan lamanya cuti bersama Lebaran," katanya.
Akibatnya, kata Fadli Zon, sejumlah perusahaan swasta terpaksa menggeser libur Lebaran untuk karyawan mereka.
“Pemerintah perlu memikirkan konsep yang lebih matang dalam mengelola mudik lebaran. Baik BPJT (Badan Pengelola Jalan Tol) maupun BUJT (Badan Usaha Jalan Tol) harus menuntaskan Standar Pelayanan Minimal (SPM) jalan tol.
Jangan sampai masyarakat pengguna jalan tol kembali dirugikan, membayar tarif yang makin mahal untuk pelayanan yang makin buruk," katanya. (Gede Moenanto Soekowati)